Mawar juga menyebutkan bahwa di awal sama sekali tidak ada proses registrasi seperti keamanan dan jaminan baik dari pelaku mau pun korban. Arisan ini dilakukan hanya berdasarkan rasa saling percaya yang dimiliki satu sama lain.
Sistem keamanan yang tidak melibatkan perjanjian tertulis atau hitam di atas putih ini merupakan salah satu faktor para korban menjadi kesulitan dalam meminta pertanggungjawaban dari JZF. Bahkan keuntungan yang akan diperoleh para pengikut arisan juga tidak ditentukan dengan pasti. JZF menentukan keuntungan yang akan didapat tersebut secara pribadi.
Dalam payung hukum yang telah diatur di Indonesia, kasus ini dapat diduga dengan pasal KUHP dan UU ITE karena melibatkan transaksi elektronik. Apabila telah dibuktikan dan masuk ke ranah hukum, maka dapat dikenakan pasal 378 terkait dugaan penipuan atau pun pasal 372 tentang penggelapan. Ada pun di UU ITE tentang perlindungan konsumen, apabila dalam prosesnya berkaitan dengan data elektronik.
Beberapa korban pun telah melakukan pelaporan secara perorangan kepada kepolisian. Laporan korban yang diterima Polrestabes Bandung baru sejumlah dua orang dan ada lima orang yang telah berencana untuk ikut melaporkan. Namun, pihak kepolisian belum bisa memperbaharui kasus ini karena terdapat beberapa hambatan. Salah satunya yaitu saksi yang agak sulit untuk dimintai keterangan.
"Sampai saat ini belum lengkap, karena si korban dan saksi sulit untuk datang dimintai keterangan. Hingga kini, pihak kepolisian masih berupaya dalam proses penyelidikan ini dan tidak ada waktu maksimal dari penanganan kasus ini. Namun, apabila di tengah berjalannya proses kasus ini terdapat perjanjian antara pihak-pihak terkait maka akan ditangani oleh pengadilan persidangan terkait perdata," jelas Aipda Yuni Hermanto, salah satu anggota Unit Reserse Umum (Resum) Polrestabes Bandung.
Penyelesaian yang biasanya dilakukan untuk kasus penipuan arisan seperti arisan ini yaitu apabila memenuhi unsur yang disangkakan akan diproses sampai persidangan. Namun, apabila dalam proses hukum para pihak memutuskan untuk melakukan musyawarah secara kekeluargaan maka pihak kepolisian akan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan.
Dalam memilih arisan yang akan diikuti, sistem keamanan dapat menjadi salah satu indikator kepercayaan para pengikut arisan tersebut. Selain itu, perlu ada mekanisme pelaporan dan tanggapan cepat terhadap dugaan penipuan. Dari kasus ini, dapat disimpulkan bahwa edukasi mengenai arisan atau investasi juga menjadi kunci dalam mencegah atau menanggulangi modus penipuan. Tak hanya untuk para pengikut atau pengguna arisan, penyelenggara juga perlu memahami terlebih dahulu bagaimana sistem ekonomi yang sedang dijalankan agar tidak terjebak dalam pemutaran uang yang nantinya saling merugikan satu sama lain.
Baik pengguna atau pun penyelenggara arisan perlu diberikan informasi tentang praktik sistem keamanan arisan yang baik dan cara mengidentifikasi potensi penipuan. Kolaborasi dengan pihak keamanan siber eksternal dan lembaga penegak hukum dapat memperkuat pertahanan terhadap ancaman penipuan arisan. Dengan kombinasi langkah-langkah ini, sistem keamanan dapat membantu melindungi integritas dan kepercayaan dalam pelaksanaan arisan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H