Pemerintah berencana menghapus penggolongan BPJS Kesehatan berdasarkan kelas, yang saat ini ada kelas 1, 2, dan 3. Mereka ingin menggantinya dengan satu kelas standar untuk semua peserta, dengan tujuan memberikan pelayanan yang sama kepada semua peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) agar setiap orang memiliki hak yang sama dalam mendapatkan layanan medis dan non medis. Dengan rencana ini, kelas peserta BPJS Kesehatan akan berkurang menjadi dua: kelas standar A untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan kelas standar B untuk peserta non-PBI. Peserta yang termasuk non-PBI seperti Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri akan masuk dalam kelas B. Kedua kelas ini akan memiliki perbedaan dalam luas kamar dan jumlah tempat tidur per kamar, dengan kelas PBI memiliki kamar yang lebih kecil dan lebih banyak tempat tidur.
Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta unit pada tahun 2022. UMKM juga menyerap lebih dari 97% tenaga kerja di Indonesia. Namun, kebijakan ini mendapat kritik dari UMKM dengan beberapa alasan. Pertama, UMKM menganggap bahwa rencana ini akan memberatkan mereka. Saat ini, UMKM membayar iuran BPJS Kesehatan kelas 3 sebesar Rp 42.000 per bulan. Jika sistem kelas dihapus, mereka akan dikenakan iuran yang sama dengan peserta lainnya, yaitu sebesar Rp 150.000 per bulan. Kedua, UMKM merasa bahwa rencana ini akan mengurangi kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan. Saat ini, peserta BPJS Kesehatan kelas 3 mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih sederhana dibandingkan dengan peserta kelas 1 dan 2. Jika sistem kelas dihapus, maka semua peserta BPJS Kesehatan akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama, yaitu kelas standar. Ketiga, UMKM khawatir bahwa rencana ini akan meningkatkan risiko terjadinya penipuan (fraud). Ini disebabkan oleh penghapusan perbedaan kelas antara peserta BPJS Kesehatan, yang membuat pelaku penipuan lebih mudah mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik dengan membayar iuran yang lebih rendah.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, UMKM sebaiknya menolak rencana penghapusan sistem kelas pada BPJS Kesehatan. Kebijakan ini dapat memberatkan UMKM, mengurangi kualitas pelayanan kesehatan, dan meningkatkan risiko penipuan. UMKM memiliki keterbatasan daya saing jika dibandingkan dengan perusahaan besar. Mereka sering memiliki usaha dengan skala yang kecil, modal terbatas, dan jumlah karyawan yang sedikit. Karena itu, UMKM akan kesulitan membayar iuran BPJS Kesehatan yang lebih tinggi. Selain itu, UMKM juga memiliki akses yang terbatas terhadap pelayanan kesehatan berkualitas. Jika sistem kelas dihapus, maka semua peserta BPJS Kesehatan akan mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama, yaitu kelas standar. Namun, kelas standar ini mungkin tidak akan cukup memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan bagi UMKM dan karyawan mereka. Akibatnya, UMKM dan karyawan mereka akan menghadapi risiko kesehatan yang lebih tinggi dan kesulitan dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai. Oleh karena itu, pemerintah sebaiknya mencari solusi lain untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS Kesehatan tanpa memberatkan UMKM.
Dalam rangka mengakhiri pengelompokan BPJS Kesehatan berdasarkan kelas dengan penggantian menjadi kelas standar A dan B, terdapat kritik dari UMKM yang menganggap bahwa kebijakan ini dapat memberatkan mereka secara finansial, mengurangi kualitas pelayanan kesehatan, dan meningkatkan risiko penipuan. UMKM, yang umumnya memiliki keterbatasan daya saing dan akses terhadap layanan kesehatan berkualitas, berpendapat bahwa perlu dipertimbangkan untuk menjaga kesejahteraan dan akses pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi sektor ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H