Di Jakarta ini salah satu yang membahagiakan saya setiap malam Minggu awal bulan adalah kongkow bareng para Ustadz, Kyai dan Habaib yang tergabung dalam AL- MAFATIH ( Alumni Pon-Pes Mafatikhul Huda Al-Ikhsani), berkain sarung naik motor dijalanan ibu kota diantara dekapan erat pasangan muda mudi yang tidak sedikit CD-nya terlihat menyembul di balik celana ketatnya, saya perhatikan ruparupa warnanya... hijau, kuning, kelabu, merah muda dan biru... (tolong jangan diteruskan)
"lho kok, diperhatikan?"
"ya harus diperhatikan dooong"
"masa pakai kain sarung dan sorban matanya jelalatan?, munafiq neh"
"terus aku kudu piye toh Sri, mlengosin wajah gitu? atau matanya merem? waduuuh bisa nabrak, lha orang boncengannya didepan saya"
Tapi, inilah ibu kota dengan segala macam tingkah polah penghuninya, dan jika orang bangga memakai busana yang menurutnya 'baik' maka kenapa saya tidak boleh bangga dengan busana yang saya pakai; kain sarung, baju kok dan peci hitam, bukan hanya menurut saya insya Alloh menurut panjenenganpun baju seperti yang saya pakai ini baik bukan?
Dan demikianlah sudah bertahun-tahun rutinitas itu saya jalani bersama AL-MAFATIH, merencanakan banyak hal, berbuat banyak hal, mengaji juga berdzikir banyak hal dan tak pernah bosan terutama menu makannya yaitu Terong Gosong yang lezatnya mengalahkan makanan apapun yang ada di Jakarta.
Setidaknya kami membuktikan satu hal bahwa merantau ke Jakarta itu bukan melulu tentang mencari ekonomi dan tentang duniawi semata sehingga melupakan urusan Ukhrowi serta melupakan fungsi kemanusiaan kami; anfa'uhum linnas...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H