Mohon tunggu...
Nastitie Kusuma Anggraini
Nastitie Kusuma Anggraini Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Negeri ini butuh insan pemberani.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Effects (?)

17 Maret 2014   20:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:50 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pertanyaan itu terjawab sudah. Joko Widodo alias Jokowi resmi diusung salah satu partai raksasa di Indonesia, PDI-Perjuangan menjadi calon Presiden. Sejak 14 Maret 2014, saat Jokowi resmi di deklarasikan sebagai Capres dari PDI-P, gejolak nyata perlahan merangkak ke permukaan. Pro dan kontra mulai bermunculan di berbagai media-media.

Mengapa harus Jokowi?

Mampukah Jokowi?

Siapa dalang di balik semua ini?

Spekulasi-spekulasi liar tak lagi dapat dibendung. Kritik tajam dari lawan-lawan politiknya jelas semakin santer terdengar. Apa sebenarnya alasan Ibu Megawati mengamini pencalonan Jokowi sebagai Capres di Pemilu 2014? Saya pribadi, bukanlah seorang fanatik suatu partai atau golongan tertentu, yang mana kemudian akan menghalalkan segala tindak tanduk mereka. Saya bukanlah pendukung maupun penghujat Jokowi, pun tak pelak, beliau merupakan salah satu figur politisi yang cukup menarik perhatian saya (dalam arti yang positif).

Sejak 14 Maret 2014, Jokowi Effects mulai terasa dimana-mana. Sejak saya keluar dari pintu kelas, tempat minum kopi, hingga kantin sekalipun khalayak ramai membicarakan perihal majunya Jokowi sebagai Capres.

Sejujurnya, saya memiliki beberapa pandangan Pro dan Kontra yang saya ambil dari berbagai sumber-sumber pemikiran saya. Dalam menyampaikan pendapat saya di bawah ini, perlu diingat, bahwa saya melihat dari dua sisi. Hal itu untuk meminimalisir subjektifitas dalam tulisan-tulisan saya.

Ada beberapa hal yang memberatkan saya untuk tetap mendukung Jokowi maju menjadi Capres di Pemilu 2014. Di sini saya melakukan pendekatan empiris, saya mengkaji fenomena nyata yang terpeta di masyarakat. Bukan berdasarkan latar belakang beliau yang di tunggangi 'lain-lain' yang saya lihat mulai marak diperbincangkan.

Kontra


  • Belum saatnya Jokowi maju menjadi Calon Presiden pada Pemilu 2014


Saya berkata demikian, sebenarnya demi kebaikan beliau sendiri. Mari sejenak kita napak tilas perjuangan beliau semenjak berkiprah di Solo. Sebagai walikota Solo, beliau membuktikan eksistensi dan prestasi beliau sehingga terpilih kembali menjadi walikota untuk periode keduanya. Dalam periode pertamanya, banyak hal-hal kecil yang kemudian beliau benahi. Relokasi pedagang kaki lima (PKL) dengan metode yang tidak membuat geram para pedagang, pendekatan-pendekatan beliau kepada seluruh masyarakat Solo melalui ciri khasnya blusukan, membuat beliau makin disegani sebagai seorang walikota yang down to earth. Saat berjalan di periode keduanya, beliau mendapatkan panggilan untuk membenahi daerah yang lebih besar daripada Kota Solo, Provinsi DKI Jakarta. Beliau didaulat PDI-P untuk berkiprah menjadi Gubernur DKI Jakarta. Dengan restu warga Solo, beliau meninggalkan kota Solo di periode keduanya. Mangkir? Saya rasa tidak, karena Jokowi telah meletakkan fondasi yang cukup kuat di 5 tahun pertamanya di Kota Solo. Fondasi yang cukup kokoh yang kemudian dengan percaya beliau beri ke wakilnya dulu. Solo tetap tegak sepeninggal Jokowi.

Kini, Jokowi berusaha menata kembali permasalahan-permasalahan kompleks yang mengintai Jakarta. Mulai dari banjir, kemacetan, hingga pedagang-pedagang nakal di pinggir jalan. Belum genap satu setengah tahun membenahi DKI Jakarta, beliau kini dipanggil untuk menjadi Calon Presiden Republik Indonesia pada pemilu kali ini. Bagi saya, itu sebuah kesalahan besar yang dibuat oleh partai sekaliber PDI-P. Pertaruhan nama baik banyak orang tak akan lepas dari pencalonan Jokowi sebagai Capres. Masyarakat, utamanya warga Jakarta, jelas menolak. Bagaimana mungkin Jokowi berani maju sebagai kandidat Capres, sedangkan permasalahan-permasalahan di Jakarta saja belum sepenuhnya, atau bahkan setengahnya rampung? Saat beliau meninggalkan Solo, beliau sudah memiliki fondasi kuat. Namun saat beliau dengan berani maju sebagai Capres untuk Indonesia, beliau belum memiliki fondasi yang kuat yang beliau bangun untuk Jakarta, untuk menghadapi berbagai masalah disana.


  • Pelanggaran Sumpah Jabatan


Saat beliau dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta, diatas mushaf Al-Qur'an, beliau bersumpah untuk menyelesaikan masa jabatan 5 tahun sebagai Gubernur DKI Jakarta. Saat belum genap 5 tahun beliau memimpin daerah tersebut, kemudian beliau meninggalkan jabatannya demi jabatan yang lebih tinggi, bagaimanakah penilaian masyarakat kemudian?


  • Kurangnya bekal Jokowi untuk menjadi Calon Presiden


Menjadi Presiden tak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak hal yang harus dikuasai sendiri untuk bekal menjadi seorang Presiden yang baik, tidak gampang dibohongi sana sini, tidak mudah terhasut oleh bujukan kanan kiri. Dari situ, saya pribadi memandang beliau belum cukup bekal untuk menjadi seorang Presiden. Seperti tipikal orang Jawa asli, yang selalu mempertimbangkan benar saran orang lain dan sebisa mungkin tidak menyakiti perasaan orang lain, Jokowi masih seperti itu. Bagus memang, tapi untuk menjadi seorang Presiden, watak tersebut harus dihilangkan. Jika orang lain berujar bahwa Jokowi belum bisa bahasa Inggris dengan baik, itu jugalah yang menjadi alasan pemberat mengapa Jokowi belum pantas menjadi Presiden. Untuk menjadi seorang Presiden menurut saya minimal harus menguasai beberapa bahasa Internasional seperti Mandarin, Inggris, Prancis, Jerman, Belanda dan Rusia. Untuk memudahkan beliau dalam berhubungan dengan negara asing. Selain itu, permasalahan Indonesia yang demikian banyak ditambah dosa-dosa warisan dari para pendahulu, meyakinkan saya bahwa Jokowi belum cukup siap maju kali ini. Mungkin, dengan diasah 5 tahun lagi, dengan menyelesaikan fondasi bagi Jakarta terlebih dahulu, kemudian beliau baru cukup siap dan pantas maju berlaga dalam Pilpres 2019.

Pro


  • Indonesia sudah rindu figur pemimpin seperti Jokowi


Sudah bukan rahasia lagi bahwa Jokowi merupakan sosok pemimpin yang dirindukan masyarakat banyak. Dengan sikapnya yang luwes, mampu mendekati masyarakat untuk mengeluhkan apa yang sebenarnya menjadi permasalahan di daerahnya membuat Jokowi menjadi figur pemimpin idola masyarakat. Indonesia, tak melulu tentang Jakarta. Indonesia butuh pemimpin seperti beliau yang cakap menangkap permasalahan di lapangan, secepatnya. Namun perlu diingat, sekali lagi, walaupun Indonesia bukanlah sebatas Jakarta saja, apakah mungkin Indonesia mau dipimpin oleh pemimpin yang belum matang pengalamannya?


  • Jokowi tidak memiliki dosa-dosa politik sebesar lawannya


Tak perlu saya jelaskan panjang lebar, tentu pembaca mengerti maksud dari kata-kata saya. Sebagai salah satu kandidat Capres pada pemilu 2014, Jokowi bisa dibilang mempunyai track record yang masih lumayan bersih dibanding calon-calon lainnya. Bukan hanya dari 10 tahun terakhir, namun dari awal beliau mampu berkecimpung di dunia politik. Pun dengan yang lain, saat mereka sudah berkecimpung dalam karier masing-masing. Bukankah itu menjadikan Jokowi sebagai kandidat yang paling masuk akal untuk memimpin negeri ini?

Terlepas dari beberapa alasan yang sudah saya kemukakan di atas, pilihlah seorang pemimpin yang benar-benar Anda percayai. Kenali betul siapa saja calon-calon pemimpin yang akan berlaga di Pilpres tahun ini. Pertimbangkanlah aspek-aspek pendukung dalam menilai mereka. Jokowi for President? Yakinkah Anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun