Mohon tunggu...
Nastiti Dini
Nastiti Dini Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hari Raya Nyepi di Bali: Sanksi terhadap Para Pelanggar

13 Oktober 2024   20:14 Diperbarui: 13 Oktober 2024   20:21 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber gambar :https://cdn.pixabay.com/)

 

Masyarakat Bali memang sangat kental dengan adat nyepi, baik itu dari masyarakat Hindu sendiri maupun selain masyarakat Hindu. Nyepi merupakan hari berdiam total di Bali, salah satu adat yang dimana adat tersebut memiliki sejumlah aturan. Antara lain : tidak berpergian (amati lelungan), tidak menyalakan api atau penerangan (amati gen), tidak melakukan kerja fisik (amati karya), dan tidak mengadakan hiburan untuk bersenang-senang (amati lelanguan). Tujuan utama dari nyepi sendiri adalah untuk membersihkan diri, merenung, memurnikan diri, serta memikirkan tindakan apa yang akan dilakukan terkait tahun yang akan mendatang. Namun meskipun terkait adanya aturan yang ditetapkan masih ada masyarakat yang melanggar aturan tersebut.

Pelaksanaan Sanksi Bagi Pelanggar

Aturan ketat bukan hanya dilaksanakan oleh masyarakat Hindu saja, namun juga di hormati oleh semua orang di Bali, termasuk wisatawan atau masyarakat non-Hindu. Pelanggaran peraturan ini dianggap sebagai tindakan yang menganggu keharmonisan sosial dan juga adat setempat. Untuk itu sanksi adat ditetapkan guna menciptakan kesakralan dan ketentraman Nyepi tetap terpelihara. Ada berbagai macam sanksi adat bagi pelanggar Nyepi di Bali, dari yang paling ringan sampai berat yaitu : peringatan lisan yang dilakukan oleh Pecalang, biasanya sanksi ini dikenakan pada wisatawan asing yang belum mengerti akan adat istiadat bali. Pelanggar nyepi juga bisa ditahan oleh pecalang sampai keesokan harinya, pelanggar akan diwajibkan untuk ngayah atau bersih-bersih di sekirar Pura, apabila dia menimbulakn kekacauan atau memprovokasi orang lain untuk berbuat onar, maka sanksi adatnya berupa denda sebesar 1 juta dan juga diwajibkan untuk melaksanakan Pecaruan Amanca (dengan kurban ayam manca warna), dan yang paling berat akan dibawa ke pihak yang berwajib untuk diproses lebih lanjut.

Kasus Pelanggaran Nyepi dan Langkah Penindakannya

Mantan aktivis Ratna Sarumpaet menjadi sorotan setelah dihentikan oleh pecalang karena mengendarai mobil di jalanan Bali saat Hari Nyepi pada Senin, 11 Maret 2024. Padahal, semua masyarakat, termasuk wisatawan, dilarang melakukan aktivitas di luar rumah, termasuk menggunakan kendaraan bermotor, selama Nyepi berlangsung. Dilansir detikBali.com Senin (11/3/2024), momen pecalang menyetop mobil yang ditumpangi Ratna viral di media sosial. Dia dicegat pecalang desa adat di depan kantor LPD Desa Adat Tandeg, Jalan Pantai Berawa Nomor 93, Tibubeneng, Badung, Bali.

"Lokasinya di depan LPD Desa Adat Tandeg. Tapi beliau sudah minta maaf dan sudah kembali ke tempat tinggalnya," kata Bendesa Adat Tandeg Wayan Wartana kepada detikBali.

Ratna kedapatan berkeliaran saat Nyepi dengan mobil pukul 10.40 Wita. Wartana mengatakan Ratna awalnya melaju dari Selatan ke utara

Warnata mengatakan tidak ada perdebatan antara pecalang dan Ratna. Ratna tidak dikenai sanksi adat yang berat "Karena jawaban beliau tidak tahu sekarang Nyepi makanya kami berikan sanksi adatnya Kembali ke tempat tinggalnya,” uangkap Warnata.

Kritik Terhadap Pelaksanaan Nyepi

Nyepi, sebagai perayaan suci umat Hindu di Bali, mengandung makna penting tentang introspeksi dan penghormatan terhadap lingkungan, di mana masyarakat diharapkan menjalankan Nyepi dengan mematuhi larangan beraktivitas, bepergian, dan menyalakan api. Namun, pelaksanaan tradisi ini sering kali menghadapi kritik, terutama dari mereka yang merasa bahwa pembatasan yang diterapkan dapat mengganggu rutinitas sehari-hari, terutama bagi non-Hindu dan wisatawan. Mereka menganggap bahwasanya dengan adanya nyepi ini merupakan “paksaan” bagi pemeluk non-Hindu. Selain itu, ketidakkonsistenan dalam penegakan sanksi adat dan dampak negatif terhadap perekonomian lokal semakin memperumit situasi. Di samping itu, minimnya pemahaman generasi muda tentang makna tradisi ini memunculkan pertanyaan mengenai relevansi Nyepi di era modern yang terus berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun