Pagi ini pukul 06.06 pagi handphone saya berdering berkali-kali sebelum akhirnya saya angkat karena kebetulan saya berada cukup jauh dari tempatnya. Ah, dari teman...tumben sepagi ini dia menelpon saya. Hati saya mulai dag dig dug karena biasanya hanya berita 'urgent' yang akan disampaikan sepagi ini oleh teman saya yang satu ini.
Ternyata benar adanya. Salah satu orang tua murid di kelas anak saya yang notabene adalah teman juga meninggal dunia. Hanya berselisih 1 hari setelah anak yang dikandungnya dinyatakan meninggal dunia oleh dokter yang merawat kehamilannya.
Penantian dalam hidup ini kadang tidak berujung. Tetapi teman saya yang meninggal dunia hari ini telah menemukan ujungnya. Ujung penantian hidup manusia yang dalam hidupnya penuh dengan pencarian jati diri yang tak berkesudahan.
Sadar atau tidak, hidup ini laksana menanti antrian tiket kereta api di stasiun. Sebelum membeli tiket setidaknya kita harus tahu kemana tujuan kita dan pukul berapa kita harus tiba di tujuan. Mungkin hal ini terjadi pada waktu kita dinyatakan dewasa oleh alam dan mulai belajar meletakkan otoritas tanggung jawab kita terhadap hidup.
Mengantri tiket yang saya tahu selama ini tidak selalu mulus. Tidak jarang kita mesti berdesakan dengan calon penumpang yang lain, atau harus extra sabar menanti kabar dari agen penjual tiket. Dalam kondisi seperti ini 'wisdom' atau kemampuan kita berpikir secara bijaksana sangat dibutuhkan. Segenting apapun acara atau tugas yang menanti di tempat tujuan, tidak bisa menjadikan kita arogan karena sekian banyak calon penumpang pastilah mempunyai kepentingan dengan 'urgency' masing-masing. Tidak juga kita bisa serakah dengan berusaha mendepak penumpang lain karena bila itu terjadi pada diri kita, kita pun tidak rela untuk memberikan toleransi.
Kemudian yang dinanti hampir tiba...belum, kurang sedikit lagi. Saat tiket sudah ada di tangan, ternyata yang terjadi adalah pengalihan jadwal keberangkatan kereta api ! Dengan sopan dan ramah, pihak stasiun meminta maaf sebesar-besarnya kepada para penumpang karena satu dan lain hal, kereta tidak dapat berangkat sesuai jadwal. Setelah penantian panjang di antrian, adu argumentasi dengan beberapa penumpang, ternyata ujian - ujian itu belumlah usai. Paling enak mungkin menghabiskan waktu dengan duduk santai, melihat fenomena kehidupan di sekitar stasiun dengan penuh rasa syukur dan damai karena saat itu jiwa dan hasrat sudah tertata rapi di sanubari. Terlambat datang ke pertemuan ? Disangka tidak loyal pada pekerjaan ? tentunya tidak, karena baik saudara, kerabat, kolega dan atasan sudah memiliki rasa percaya bahwa kita adalah manusia amanah yang tidak suka menyalahgunakan wewenang, mengedepankan ego, dan dengan sengaja menanggalkan disiplin. Cukup dengan mengirimkan kabar bahwa kereta api terlambat berangkat melalui alat komunikasi yang ada.
Akhirnya, saat yang dinanti tiba. Kereta api cepat yang akan ditumpangi menuju tujuan sudah tertata rapi di hadapan. Yang perlu dilakukan saat itu adalah melakukan pengecekan ulang barang-barang yang mesti dibawa. Memberikan kabar gembira kepada teman/saudara/kolega di tempat tujuan bahwa tidak lama lagi mereka sudah dapat menanti kedatangan kita dengan senyum bahagia.
Segenap jiwa dan raga telah siap sekarang. Menyongsong asa abadi...
Selamat tinggal temanku yang telah dengan ikhlas membaktikan hidupnya untuk keluarga selama ini. Yakinlah para malaikat dan semua manusia yang telah meninggalkan alam fana ini lebih dulu menantimu di sana dengan senyum penuh kebahagiaan karena tidak lama lagi Sang Maha Pemberi Bahagia akan menyongsong di kehidupan abadimu.
Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un...
Karena hidup adalah sesingkat penantian di stasiun kereta api...