TEMANGGUNG - Ketua Pengurus Klenteng Khonglingbio, Temanggung menyebutkan ada 4 konsep menjadi orang baik. Hal itu ia sampaikan saat diskusi bersama Kelompok 17, KKN MIT UIN Walisongo pada Rabu, (27/7/22).
Ia menjelaskan, menjadi orang baik membutuhkan 4 proses yang tidak instan. Yang pertama kurangi berbuat jahat, kedua hilangkan berbuat jahat, ketiga berbuat baik, dan yang terakhir berbuat baik tanpa pamrih.
"Menjadi orang baik itu butuh proses. Menurut pandangan saya yang pertama harus dilakukan tentu kurangi berbuat jahat, kemudian hilangkan sepenuhnya berbuat jahat. Setelah itu tambahkan berbuat baik, dan yang terakhir kita berbuat baik tanpa pamrih," ujar Edwin.
"Yang paling penting dan utama dalam konsep ini adalah menghilangkan berbuat jahat terlebih dahulu. Karena percuma jika sudah berbuat baik tetapi masih ada kejahatan di dalam hati kita, nantinya kejahatan tersebut sewaktu-waktu bisa muncul kembali," tambahnya.
Lebih lanjut, menurut Edwin, semua agama adalah baik. Tidak ada yang mengajarkan keburukan. "Semua agama tentunya mengajarkan kebaikan tidak ada yang mengajarkan keburukan. Maka dari itu kita harus menghormati apa yang menjadi ajaran di agama masing-masing. Apalagi di Indonesia beragam suku, ras dan agama," jelasnya.
Diskusi yang digelar tersebut berbentuk Focus Group Discussion dengan konsep tanya jawab. Senada dengan yang diungkapkan oleh Edwin, Â Anggota Divisi Keagamaan, Fina Qutrunnada menilai diskusi ini dapat menambah wawasan bagi pemeluk agama lain.
Tak hanya berdiskusi, ia pun diperbolehkan melihat apa saja yang ada di klenteng sembari diberi penjelasan oleh Edwin.
"Sebelum berdiskusi, pertama memang kami diajak berkeliling dulu melihat isi klenteng. Kemudian kami juga diberi banyak informasi dari Pak Edwin. Beliau sangat terbuka dan ramah," ujar Fina
Terakhir Fina berharap kegiatan semacam ini dapat merekatkan kerukunan antar pemeluk agama di Indonesia secara umumnya.
"Harapanya semakin banyak masyarakat yang sadar dan menjunjung toleransi supaya tercipta kerukunan antar agama," pungkasnya.
Reporter: Nastaufika Firdausy, Kelompok 17 KKN MIT UIN Walisongo