Mohon tunggu...
MOH NASUKHIN ASRORI
MOH NASUKHIN ASRORI Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Berproses

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Akad Haybrid Menjadi Jawaban dalam Fiqih Muamalah pada Masa Sekarang

25 Mei 2024   16:01 Diperbarui: 25 Mei 2024   16:13 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

           Dalam lembaga keuangan syariah , setiap perbankan syariah  meluncurkan produk-produk syariah yang ditawarkan kepada nasabah. Produk-produk tersebut antara lain Wadi'ah, Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, ijarah, Qard, Salam, Istisna', Kafalah, Wakalah, dan Rahn. Namun, dalam pelaksanaannya, produk-produk syariah ini belum sepenuhnya mengikuti aturan-aturan fikih. Salah satu penyebabnya adalah tuntutan bank untuk menerapkan prinsip syariah dan menghindari riba. Adapun pengertian Fiqih muamalah adalah pengetahuan tentang aktivitas atau transaksi yang didasarkan pada hukum syariat yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. Disiplin ini mempelajari aturan dan hukum Allah SWT yang mengatur interaksi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam aspek ekonomi dan transaksi. Secara luas, fiqih muamalah mencakup berbagai bidang seperti hukum pernikahan, transaksi jual beli, hukum pidana, perdata, perundang-undangan, kenegaraan, keuangan, ekonomi, serta akhlak dan etika. Namun, dalam perkembangannya, fokus fiqih muamalah telah menyempit terutama pada kegiatan ekonomi.

                Perkembangan fiqih muamalah dari masa kemasa akan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan zaman, salah satunya pada akad haybrid yang merupakan salah satu akad yang sekarang menjadi pembicaraan hangat oleh para ulama dimana akad ini digunakan untuk mengatasi permasalaghan yang terjadi pada masa sekarang. Hybrid Contract atau Multi Akad merupakan sebuah perjanjian yang penggabungkan dua atau lebih akad menjadi satu kesatuan. Dalam syariah, istilah ini dikenal sebagai "Al-'uqud al-murakkabah" yang berarti akad ganda atau rangkap. Dalam fiqih muamalah, akad hibrid diperbolehkan jika tidak ada dalil hukum yang mengharamkan atau membatalkannya, selama setiap akad yang membangunnya ketika dilakukan sendiri-sendiri hukumnya boleh dan tidak ada dalil yang melarangnya. Akad tersebut bisa berupa jual beli, sewa, wadiah (penitipan barang), dan lainnya. Dalam dunia bisnis, hybrid contract memberikan kemudahan bagi pelaku usaha untuk memiliki tanggung jawab yang lebih jelas serta memenuhi kebutuhan transaksi yang kompleks dan beragam.

                Akad Haybrid kontra bisa di implimentasikan di Indonesia jika bisa memenuhi ketentuan, adapun Ketentuan akad dalam kontrak hybrid perlu memperhatikan beberapa aspek penting untuk memastikan terpenuhinya prinsip-prinsip syariah. DSN MUI secara tegas menolak multi akad, termasuk akad mutaqabilah yang mengandung beberapa akad di dalamnya, karena dianggap melanggar larangan shafiqataini fi shafqatin (dua akad dalam satu akad) dan larangan bay' dan salaf (menggabungkan jual beli dan utang).  

Meskipun multi akad dilarang, beberapa akad syariah dapat digunakan dalam bentuk hybrid, seperti akad Musyarakah dan Ijarah Muntahiyah bi At-Tamlik yang diterapkan dalam perbankan syariah. Selain itu, penggunaan wa'd untuk wakalah memungkinkan nasabah menggadaikan barangnya dengan membayar upah atau fee kepada pihak yang menjaga atau merawat barang tersebut. 

Pengembangan akad hybrid syariah harus disesuaikan dengan kebutuhan transaksi bisnis modern, seperti akad al-qardh al-hasan untuk keperluan konsumtif, akad mudharabah untuk menambah modal usaha, dan akad al-bai' muqayyadah untuk keperluan produktif. Selain itu, dalil Al-Quran dan Hadits serta fatwa DSN MUI menjadi referensi penting dalam pengembangan akad hybrid syariah. 

Adapun Unsur-unsur yang ada dalam hybrid contract meliputi ijab dan qabul, objek akad, para pihak yang terlibat dalam akad, dan tujuan akad. Aspek penting lainnya adalah adanya dua atau lebih akad yang digabungkan menjadi satu, baik dengan cara melekat, bersamaan, atau tanpa disengaja mengikuti akad utama dalam suatu akad syariah. Selain itu, hybrid contract dalam perbankan syariah harus memenuhi syarat lengkap dari aspek nasabah maupun pihak lain yang terlibat, serta harus dilengkapi dengan baik untuk membangun kepercayaan antara pihak-pihak yang berakad.

               

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun