Pemilu 2024. Matanya berkaca-kaca, akhirnya tumpah jua tangisnya karena tak mampu menahan rasa kecewa karena dalam batinnya mengharapkan Indonesia memiliki pemimpin yang dapat diandalkan kata-katanya.
Tokoh sastra dan juga salah satu pendiri majalah TEMPO, Goenawan Mohamad menyita perhatian masyarakat luas setelah menyampaikan rasa kecewanya kepada Presiden Jokowi yang menyongsong akhir jabatannya pada tahun 2024 nanti. Ia merasa kecewa karena Presiden Jokowi sebelumnya pernah mengatakan bahwa Gibran belum berpengalaman untuk menjadi cawapres namun akhirnya merestui pencalonan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto pada"Siapa yang bisa kita percaya. KPK tidak bisa dipercaya lagi. MK tidak bisa dipercaya lagi. Presiden yang kita sayangi tidak bisa dipercaya lagi. Lalu siapa? Itu krisis yang serius,"kata Goenawan Mohamad. [1]
Tangisan juga terjadi diacara podcast Akbar Faizal Uncensored, yaitu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menangis saat menceritakan hubungan Ketua DPP PDIP Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi. Ia menginggung soal solidaritas PDIP dan Presiden Jokowi yang sudah 23 tahun bersama. [2]
"Kami sangat sedih. Ibu Mega tuh mengawal Pak Jokowi semua dan kami juga. Saya belum menghitung berapa yang di ranting-ranting itu. Ketika bertemu dengan saya, 'Kenapa bisa seperti ini?'. Saya hanya bisa memberikan penjelasan bahwa manusia bisa berubah oleh sisi-sisi gelap kekuasaan," kata Hasto Kristiyanto [2]
Sementara itu untuk mengekpresikan kegundahannya, seniman Butet Kartaredjasa mengirim surat kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dan mengingatkan bahwa rakyat Indonesia bukan orang bodoh, Ia meyakini jika nantinya Gibran melenggang menjadi calon wakil presiden Prabowo Subianto, itu menjadi awal datangnya bencana moral. Semakin hari semakin banyak saja tokoh yang mulai menyuarakan pendapatnya mengenai sikap Presiden Jokowi yang pada akhirnya merestui pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden Prabowo Subianto. Kebanyakan dari tokoh-tokoh yang menyuarakan pendapatnya itu ialah pendukung dari Presiden Jokowi sendiri, mereka mengekspresikan perasaan, sedih, kecewa, susah hati, berduka, berkabung, gundah, murung dan perasaan-perasaan semacam itu dalam memerhatikan perkembangan politik akhir-akhir ini. [3]
Beberapa tokoh tersebut membentuk Majelis Permusyawaratan Rembang (MPR), kemudian mengunjungi ke tempat tinggal KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus di Leteh, Rembang, Jawa Tengah, Minggu (12/11/2023). Â Mereka ngadu dan menangis menyampaian kegundahannya yang mereka konsultasikan ke Gus Mus. Setelah pertemuan tersebut satu persatu tokoh-tokoh menyampaikan curhatannya ke Gus Mus di konferensi pers. Tokoh-tokoh yang mengunjungi Gus Mus antaranya istri mendiang Cendekiawan Muslim Nurcholish Madjid atau Cak Nur, Omi Komariah Madjid, kemudian mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, budayawan Goenawan Mohamad, mantan Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, hingga Antonius Benny Susetyo. [4]
Namun Demikian ternyata Majelis Permusyawaratan Rembang (MPR) ini juga menimbulkan permasalahan, Gus Mus sebagai pihak yang dikunjungi ternyata menyayangkan hal tersebut dan membantah adanya Majelis Permusyawaratan Rembang. Mewakili keluarga Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Leteh, Wahyu Salvana (Gus Wahyu), mengatakan Gus Mus ataupun pihak pesantren tidak pernah menggelar acara tersebut. [5]
''Intinya di pondok tidak ada kegiatan ataupun acara istimewa apapun. Terlebih seperti yang tertulis di flyer itu,'' jelas Gus Wahyu [5]
Walaupun terdapat berbagai polemik, menarik untuk diperhatikan apakah tangisan Goenawan Muhamad dan kawan-kawan adalah tulus untuk menyelamatkan demokrasi Indonesia?, atau hanya karena terdapat pilihan yang berbeda dengan Presiden Jokowi?. Sebelum kejadian kontroversial di Mahkamah Konstitusi, yang berujung kepada pencalonan Gibran sebagai Cawapres, ada beberapa hal kontroversial yang terjadi pada era Presiden Jokowi, seperti revisi undang-undang KPK, Perpu Omnibus Law, masalah pulau Rempang dan sebagainya tidak terlihat tokoh-tokoh tersebut menangis atau melayangkan protes, akan tetapi ketika pilihan politiknya berbeda dengan Presiden maka dengan segera mereka menyuarakan kesedihan, kemurungan dan seterusnya.
Restu Presiden Jokowi terhadap pencalonan Gibran yang didasarkan kepada keputusan yang dianggap melanggar kode etik berat Ketua Mahkamah Konstitusi pada saat membuat keputusan tersebut ialah merupakan puncak dari glorifikasi oleh Goenawan Muhamad dan pendukung pemerintahan terhadap Presiden Jokowi selama ini. Presiden Jokowi menganggap pelanggaran etik berat di Mahkamah Konstitusi itu adalah hal yang lumrah saja, dan menganggap tangisan Goenawan Mohamad dan kawan-kawan ini adalah sesuatu yang biasa dalam perbedaan pandangan politik, karena pada sebagian besar masa kekuasaannya  tokoh-tokoh ini memuja dan mendukungnya tapi tiba-tiba berubah karena memilih kandidat Calon Presiden yang berbeda dengan dirinya, justru Presiden Jokowi yang menganggap tokoh-tokoh tersebut melakukan drama-drama politik menjelang pemilihan umum. Kejadian hari ini adalah akumulasi dari perbuatan-perbuatan dimasa lalu.Â
Tangisan-tangisan para tokoh pendukung Presiden Jokowi ini, mengingatkan kita akan nyanyian angsa (Swan Song), yaitu suatu isyarat, upaya atau penampilan terakhir yang diberikan tepat sebelum kematian atau masa pensiunnya. Cerita ini merujuk kepada sebuah kepercayaan kuno bahwa angsa menyanyikan sebuah lagu indah tepat sebelum kematian mereka, namun terhening pada sebagian besar masa hidupnya.[6]
Refrensi:
[1]. Sosok Goenawan Mohamad yang Menangis Saat Ungkapkan Kekecewaan terhadap Jokowi
[2]. Hasto Nangis Ceritakan Hubungan Jokowi dan Megawati: Kami Sangat Sedih