Mohon tunggu...
Nasrullah Abdullah Umar
Nasrullah Abdullah Umar Mohon Tunggu... -

Pekerja lepas. Menulis. Fotografi. Lari gunung.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jalan-jalan ke Gunung Ungaran (3)

6 September 2012   01:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:52 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menikmati Kehangatan di ketinggian 2050 mdpl (3)

Puncak Gunung Ungaran berada pada ketinggian 2050 meter diatas permukaan laut. Namun, menurut GPS yang aku bawa, tempat yang sekarang lebih dikenal dan sering disambangi pendaki, ketinggiannya tidak mencapai angka tersebut yaitu 2035 mdpl. Perkiraanku, puncak satunya lagi yang kini diberi tanda tidak boleh didatangi itulah puncak 2050 mdpl. Konon kabarnya sudah beberapa kali memakan korban hingga puncak tertinggi tersebut tertutup untuk didatangi. Sejak pertama kali menyambangi tempat ini, aku tidak pernah tertarik untuk melanggar tanda larangan tersebut. Kalau celaka, susah kalau mau komplen hahaha

Puncak gunung ini tidak begitu luas. Kira-kira seluas dua kali lapangan bulu tangkis. Ada monument dan tiang bendera yang dibangun dan didirikan oleh TNI. Agak ke barat, ada areal agak landai yang berbatasan dengan hutan lebat yang menjadi titik awal jalur menuju kawasan Candi Gedong Songo. Angin masih kencang dan kabut tebal menyelimuti puncak pagi itu. Jarak pandang masih kurang dari 10 meter .

[caption id="attachment_210724" align="alignnone" width="614" caption="Puncak Gunung Ungaran ramai oleh pendaki"][/caption]

Pagi itu ramai sekali. Rombongan anak kecil dari sekolah alam masih berlari-larian, bersenda gurau bersama kawan dan pendampingnya. Dengan cepat aku mengeluarkan kamera dan meminta ijin beberapa anak untuk kuambil gambarnya. Lagi-lagi aku tersenyum melihat wajah ceria mereka dengan jaket yang kebesaran. Ada satu orang anak yang terduduk sepertinya kedinginan. Beberapa tim lain memanfaatkan waktu untuk mengabadikan momen mereka diatas monumen tersebut. Kawanku dan aku lalu mencari tempat sedikit di tepian seberang sebuah tenda berwarna biru. Kami bersiap untuk memasak sarapan pagi kami yaitu sejenis roti pancake dan teh panas manis.

[caption id="attachment_210720" align="alignnone" width="614" caption="Siswa siswi sekolah alam sedang berlibur di Gunung Ungaran"]

1346894763972122695
1346894763972122695
[/caption]

Hal paling menarik ketika melakukan perjalanan seperti ini adalah mendapatkan kawan dapat dilakukan dengan mudah. Para penggiat alam bebas seperti punya adat untuk saling berbagi di alam terbuka. Pagi itu kami berbagi sarapan dengan beberapa orang lainnya. Kawan-kawan baru kami pun berbagi mi instan, roti dan berbagai macam perbekalan mereka. Obrolan hangat pun meluncur sehangat kopi dan teh panas kami. Seperti itu seharusnya bukan? Kembali ke alam mengingatkan kita sebagai manusia akan tugas kita berbagi dan hidup selaras dengan sesame. Namun, persaingan hidup di yang katanya peradaban membuat kita manusia seperti kehilangan jati diri kita sebenarnya.

Pagi itu, dalam dinginnya udara pegunungan, kencangnya angin menderu dan kabut tebal yang menyelimuti, kami menemukan kehangatan dalam persaudaraan.

[caption id="attachment_210723" align="alignnone" width="614" caption="Hutan berkabut dalam perjalanan turun melalui jalur Gedong Songo"]

1346894927470661494
1346894927470661494
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun