Mohon tunggu...
Nasrul
Nasrul Mohon Tunggu... Guru - nasrul2025@gmail.com

Pengajar sains namun senang menulis tentang dunia pendidikan, bola dan politik, hobi jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sopir Angkot Pahlawan Kami, Malaikat yang Tidak Bersayap

16 November 2020   17:41 Diperbarui: 16 November 2020   17:49 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi angkot khas kutacane, Aceh (dok.pribadi)

Keluarga kecil kami mendapat musibah yaitu anak  kami terkena penyakit cacar, sehingga istri saya mengatakan bahwa anak kami harus segera di bawah ke dokter spesialis anak, jarak antara rumah kami dengan tempat praktek dokter spesialis  sekitar 30 km lebih, karena kami tinggal di desa sedangkan tempat praktek di kota.

Dengan sepeda motor kami berangkat ke kota. Kami berangkat sekitar jam 4 sore setelah shalat anshar, walaupun cuaca sangat mendung, kami tetap berani berangkat dengan harapan hujan tidak turun.

Cuaca di sore hari  saat itu benar-benar mendung mau hujan, dan tidak berapa lama kemudian hujan pun turun. Hujan turun kami sudah berangkat sekitar setengah perjalanan.

Pertama-tama hujan hanya gerimis tapi lama-kelamaan semakin lebat, sehingga mantel yang kami gunakan tidak bisa menutupi anak di atas sepeda motor. Akhirnya kami berinisiatif untuk istri naik angkot saja. Karena naik angkot bisa aman dari hujan. Kami hanya kepikiran tentang buah hati sebab sedang demam.

saya tetap berangkat naik motor, lengkap dengan mantel hujan. Saya pakai mantel hujan supaya air hujan tidak kena baju semua. Tapi apa daya hujannya sangat lebat, akibatnya hujan yang saya pakai sia-sia, tidak mampu menahan air hujan semua

saya yang berkendara dengan sepeda motor lebih cepat daripada angkot, sebab angkot berhenti  dan jalan dengan naik atau turunnya penumpang.

Akhirnya saya yang duluan sampai di tempat praktek dokter di kota mencoba menunggu istri yang naik angkot. Di tempat saya menunggu istri hujan masih lebat maka saya mencoba mencari tempat teduh yang kebetulan ada di depan praktek dokter.

Sekitar 30 menit saya menunggu tidak ada tanda-tanda angkot yang di naiki istri lewat, sedangkan hari semakin malam. Di situ saya mulai berdoa semoga semua baik-baik saja. Jujur saya sangat gelisah, karena saya takut kehilangan dua orang yang cintai yaiitu istri dan anak.

Jam hampir menunjukkan jam 5 sore tiba-tiba telepon berdering, ternyata itu no HP pak sopir yang menanyakkan di mana posisi tempat praktek dokter, sebab istri tidak mengetahui pasti di mana posisi praktek karena hujan lebat.

Saya yang mencoba memberitahu kepada pak sopir, pak sopirnya tidak mengerti. Oleh karena itu, saya mencoba menyuruh pegawai praktek dokter untuk berbicara pakai bahasa alas dengan pak sopir. akhirnya pak sopir paham dan segera mengantar istri dan saya ke tempat praktek dokter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun