Mohon tunggu...
Nasruddin Habibi
Nasruddin Habibi Mohon Tunggu... -

Penulis Kambuhan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Smartphone: Ancaman Eksistensi Manusia (Dalam Lingkungan Sosial)

5 Mei 2014   11:44 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:51 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masa kini, karena terlampau kalah pintar jauh dari smartphone-nya sendiri, manusia sampai lupa mbetapa tugas sebuah telepon genggam pintar adalah mendekatkan yang jauh. sekarang yang terlihat malah justru timbul istilah baru; mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.

Teman saya cenderung lebih sayang pada percakapan dalam handphonenya dan lupa kalau ia masih punya teman di radius 5 meter sekelilingnya, jarang sekali kami bicara karena Ia punya smartphone dengan fitur chatting yang serba bisa. Ia menanyakan perihal sudah maka atau belum pada kekasihnya lewat BBM tiga kali sehari, tapi melalaikan temannya ang belum makan seharian karena terbelit kutukan mahasiswa akhir bulan. Alih alih mebantu, kadang smartphone jadi bencana karena berubah jadi biang kecelakaan dijalan raya akibat manusia terlal sulit memalingkan matanya dari smartphone untuk memeriksa pesan dan chatting yang masuk. Manusia mulai melupakan dirinya sendiri bahkan lingkungannya.

Jika saya dan teman-teman dalam tongkrongan, maka hal yang pertama dicari adalah lubang stop kontak, dan menyalakan handphonenya sendiri-sendiri. Pembicaraan akan mulai beberapa perempat jam kemudian, obrolan jadi jarang dan seringkali teralihkan beberapa saat dengan notifikasi handphone. Apalagi ada salah satu orang yang sejak awal terpaku pada handphonenya sendiri dan hanya berhenti sejenak untuk menghela nafas atau menyeruput kopinya. Tidak mengganggu memang, tapi masalahnya, ada atau tidak adanya dia itu jadi sama saja bila sepanjang waktu hanya memandangi handphone. kata peribahasa arab "wujuduhu ka adamihi" adanya dia seperti tidak ada. ini jelas lambat laun akan menimbulkan masalah terhadap hubungan sosial terutama dengan lingkungan yang dekat. Atau bahkan bisa jadi lebih serius dan mejlema jadi Apatisme dan Asosial.

Eksistensial adalah suatu aliran filsafat yang kebanyakan tokohnya enggan untuk menggunakan nama itu. para toko Eksistensialisme lebih senang menyebut nama-nama lain, dan Eksistensialisme hanya sebagai suatu pendekatan filosofis terhadap realitas, khususnya realitas manusia.

Sikap mereka anti system. Kata Kierkegaard; untuk memahami manusia, kita harus mengamatinya dalam kenyataan sehari-hari, mengamati manusia sebagaimana dia tampak dan menampakkan diri sebagai fenomena, dan bukan dengan mereduksinya kedalam abstraksi-abstraksi. Rollo May sebagai salah satu tokohnya ini berpendapat bahwa manusia harus "ada" dalam tiga ruang yaitu umwelt (lingkungan luar), eigenwelt (diri sendiri), dan mitwelt (orang lain) dan menjadi satu kesatuan penuh dasein atau Being In the World.

Pandangan ini menjadi pandangan para Psikolog Eksistensialis dan mendapatkan nama serta pendasaran filosofi pendekatan Eksistensialisme yang menitikberatkan manusia pada Ke-"beradaan"-nya . sebuah pendekatan yang menurut saya manusiawi karena memang tujuannya memanusiakan manusia itu sendiri dengan cara manusia sendiri. Karena ketika manusia ada didunia maka tugasnya adalah harus hadir bagi orang lain secara fisik, hadir untuk memberi manfaat kepada lingkungan, dan ada untuk mengenal "isi" dirinya sendiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun