Mohon tunggu...
Nasriati Chalilah
Nasriati Chalilah Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Tertarik pada cinta tanpa jeda, senja dengan jingga dan hujan yang basah-\r\nSaat ini di Medan. Dari Utara Pulau Sumatera, Aceh.\r\nSaleum Geunaseh :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cita-citaku: "Sepanjang Pena"

12 Juni 2010   05:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:35 1153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dulu ketika aku masih memakai seragam merah putih denganpemikiran yang sangat polos. Ada yang unik yang membuat aku tersenyum mengingat –ingat masa indah itu. Pasalnya setiap ditanyakan oleh guru –guru sekolah dasar ku tentang cita-cita ku. Aku dan beberapa teman ku selalu mengatakan :”cita-cita ku masih sepanjang pena!”. Agak ganjil mungkin api itulah yang kami jaawab dan guru hanya geleng-geleng kepala tak mengerti. Aku pribadi juga tidak tahu apa yang dimaksud lebih jauh tentang sepanjang pena. Hanya saja dalam bayanganku sepanjang pena yaitu kalau sepanjang pena itu artinya pendek. Jadi, cita-cita aku tidak tinggi-tinggilah maksudnya. Kalau sekarang aku mulai mencerna kalau “sepanjang pena” dan pena itu pendak. Jadi, apa cita-citaku yang pendek itu? Aku tidak tahu sekali tentang “sepanjang pena” yang ku rasakan baha kata”sepanjang pena” begitu puitisdan mempunyai makna tersendiri bahwa orang yang mempunyai cita-cita seperti itu orangnya pintar dan mempunyai sifat merendahkan diri.he..he.. aku suka kata-kata itu.. Hanya itu-itu saja yang kusebutkan ketika ditanyakan guru tentang cita-cita ku. Ada juga guru yang suka sekali menganalisa tentang cita-citaku yang menurut nya aneh. Aku hanya tersenyum menanggapinya. Jikapun aku menjawab aku pasti kalah dan guruku juga tidak akan mengerti tentang cita-citaku “sepanjang pena”. Meskipun aku sudah kelas lima SD waktu itu. Maklum…SD ku masih terbelakang pendidikannya.

Cita-citaku beruah ketika kelas enam SD berhubung kalau sudah kelas enam banyak sekali kertas-kertas yang harus diisi atau biodata pribadi untuk keperluan mengikuti EBTANAS. Di salah satu kolomnya ada kolom cita-cita. Nggak mungkin kutulis “sepanjang pena” . kolomnya sangat sedikit dan tidak bias menampung 13 huruf cita-citaku. Akhirnya ku tulis cita-citaku adalah ingin menjadi seorang guru. Dengan alasan aku ingin mencerdaskan murid-muridku kelak. Ketika ku tanyakan pada tean-teman yang lainnya tentang cita-cita mereka. Jawabnya rata-rata guru dengan alasan yang juga hamper sama. Hempt.. tidak sama dengan anak SD sekarang yang sudah tahu cita-cita jelasnya. Bukan hanya sebagai formalitas tapi sesuatu yang diimpikan dari masih sekolah dasarnya.

Sehari sebelum mengadakan EBTANAS atau UN istilah sekarang.Gelombang air maha dahsyat menghancurkan SD Pondok Geulumbang, SD ku tercinta. Cita-citaku kembali sepanjang pena karena aku begitu pesimis tidak akan bisa sekolah lagi . karena satu-satunya tempatku menuntut ilmu telah musnah bersama tsunami 2004 lalu. Dunia rasanya gelap dan seperti bocah lazimnya aku hanya menangis terisak-isak melihat kenyataan dimataku. Aku begitu takut mengatakan cita-citaku: guru. Aku begitu takut aku tidak akan bisa sekolah lagi…

Beberapa bulan kemudian, terpaksa sekolahku dipindahkan ditenda dengan fasilitas yang hanya ada kapur tulis, papan tulis dan penghapus dan duduk diatas alas saja, tidak ada kursi. Tapi sekitar tiga bulan kemudian baru masuk kursi bantuan. Dan kamipun kembali merasakan nikmatnya uduk dikursi sambil belajar bersama. Cita-citaku kembali menjadi : guru. Itu disebabkan oleh salah satu relawan sebut saja namanya kak Sari. Dia berasal dari Yogyakarta dan mengajar disekolah kami alias ditendanya maksudnya. Meskipun dia bukan seorang guru tapi kami enganggap sebagai guru dan sahabat. Sifatnya begitu baik kepada kami dan selalu memberi kami semangat untuk terus sekolah meskipun dalam keterbatasan. Kami harus menjadi orang sukses kelak pesannya. Sempat juga kami mendiamkannya selama dua hari ketika dia mengatakan bahwa dia hendak pulang ke Yogya. Kami semua menangis mendengar berita duka itu. Sebelum pulang dia memberikan kami kertas karton yang sudah dipotong kecil-kecil untuk diisikan biodata kami semuanya yang berjumlah 26 orang. Katanya sebagai kenang-kenangan.

Setelah semuanya terkumpul dan diminta untuk membacanya masing-masing kedepan kelas. Teman-teman-teman laki-laki rata-rata ingin menjadi polisi dan tentara. Sedangkan yang perempuannya sudah banyak yang ingin menjadi dokter dan bukan guru lagi. Memang ada hikmah dibalik duka tsunami. Buktinya teman-temanku itu sudah banyak yang bermimpi tinggi setinggi bintang dilangit. Hanya aku yang bertahan bahwa cita-citaku : “sepanjang pena”. Kak sari heran mendengarnya lalu dia bertanya : “ maksud sepanjang pena apa nas?”. Aku diam sambil menggelengkan kepala. Suasana hening sesaat. Aku tidak tahu mau menjawab apa karena aku memang tidak tahu.”sepanjang penaseperti apa nas?” Tanyanya kembai padaku. Karena aku dulu seorang pendiam. Jadi, ku jawab sekenanya bahwa “sepanjang pena” maksudnya jadi guru. Kak sari tersenyum lalu mendoakan semoga semua cita-cita kami tercapai.

Sehingga pada saat pengambilan formulir pendaftaran siswa/i Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP). Aku menuliskan cita-citaku menjadi guru dengan alasan ingin mencerdaskan murid-muridku kelak. Alasan yang sama ketika aku masih SD. Aku diterima di MTs tersebut yang merupakan salah satu MTs favorit di Meulaboh, Aceh Barat yaitu MTsN Model Meulaboh 1. Akhirnya aku menduduki kelas delapan. Cita-citaku berubah berubah menjadi Advokat. Itu berawal karena guru KN ku yang sedang membahasa tentang lembaga-lembaga huku. Aku begitu tertarik dengan penjelasan mengenai advokat alias pengacara. Ketika ditanyakan oleh teman akrabku mengenai cita-citaku ? aku menjawabnya advokat. Selain katanya yang sedikit lebih hebat dan cerdas menurutku. Serta kata advokat itu jarang diketahui oleh teman-teman di desaku. Jadi, aku bias berbangga diri sedikit..hee..he.. Aku sudah lupa dengan cita-cita dasarku dulu. Entah karena pengaruh aku sekolah dikota, aku begitu malku mengatakan cita-citaku “sepanjang pena”. Nantinya pasti ditertawakan karena aneh pikirku.

Begitulah berlanjut hingga aku tiba mengisi formuli pendaftaran untuk megikuti tes masuk di SMAN 1 Meulaboh yang merupakan sekolah tertua di Meulaboh yang berdiri 1958. Aku menuliskan cita-citaku yaitu advokat dengan alasan aku ingin membantu orang-orang miskin yang berurusan dengan hokum. Itu hanya sebagai formalitas saja. Toh, aku tidak tahu lebih lanjut tentang advokat itu. Lalu tak menyangka aku diterima disekolah bersejarah itu. Duduk dibangku kelas sepuluh teman-teman baruku semuanya memuji tentang cita-citaku. Karena “advokat”langka menjadi impian teman-temanku. Aku hanya terseyum saja karena aku memang suka dipuji hee..he…

Seiring bergulirnya waktu sekarang aku duduk dibangku kelas sebelas SMA ku tercinta itu. Cita-citaku menjadi double yaitu ingin menjadi aktivis anak dan perempuan & kembali menjadi “sepanjang pena”. Cita-cita yang pertama alasannya karena aku lumanyan tahu tentang aktivitas sebuah LSM anak di kotaku. Karena kau merupakan anak dampingannya. Mereka semua yang telah membuka mataku untuk berani bermimpi. Makasih ya kakak-kakak ku tercinta? Hee..heee.. jadi ku pilih itu karena hampir sama dengan tujuan advokasi : untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat baik dibidang sosial maupun hukum. (menurut saya itu). Betul nggak kompasianer?

Cita-citaku yang kedua “sepanjang pena”. Bukan karena pandanganku ketika SD dulu bahwa sepanjang pena itu pendek. Melainkan “sepanjang pena” yaitu kuartikan sebagai penulis. Setelahku renungkan masa-masa SD ku dulu tentang cita-citaku tanpa ku tahu artinya apa. Sekarang aku berfikir bahwa meskipun dengan “sepanjang pena” orang-orang bisa berkeliling dunia dan lain sebagainya. Meskipun pendek tetapi juga bisa sebagai guru. Karena dengan pena seseorang menuliskan ide-idenya yang bisa menyihir orang-orang yang membacanya. Bukankah itu sama dengan guu yaitu mendidik dan membangun orang-orang yang membacanya. Hanya beda saja kalau guru yang dididik muridnya secara langsung sedangkan penulis mendidik pembacanya secara tidak langsung melalui tulisan-tulisannya. Jadi, dengan mata pena yang pendek seperti pikiran polos kecilku dulu. Aku bisa mengikat ide-ideku dan juga membantu dalam mencapai cita-citaku yang pertama melalui tulisan .

Jadi, cita-citaku kini kembali menjadi “sepanjang pena” tetapi dalam perspektif yang berbeda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun