Mohon tunggu...
eddy restuwardono
eddy restuwardono Mohon Tunggu... swasta -

Bersyukur itu enak dan perlu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berserah Pada Kebaikan-Nya

5 Agustus 2015   00:16 Diperbarui: 5 Agustus 2015   00:27 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini adalah reportase tentang kemacetan lalu lintas reporter televisI “ Pemirsa memang hujan yang memang turun sejak tadi memang mengakibatkan kemacetan di ruas jalan gatot subroto yang memang dikenal sebagai jalanan yang sering macet. Dimana pada sore hari jalanan ini memang dipadati oleh para karyawan yang memang baru pulang kerja. Memang…“ Boleh percaya boleh tidak seorang presenter televisi tertentu pernah menggunakan kata “ memang “ sebanyak 20 kali dalam waktu 1 menit padahal dia sedang melaporkan secara langsung suatu peristiwa yang durasinya lebih dari setengah jam. Bisa dibayangkan berapa kata "memang” yang diucapkan. Untung nggak ada produk dengan merek "memang " kalau ada pasti dia dikira dibayar sponsor. Untung pula nggak ada calon kepala daerah atau partai dengan nama " Memang " kalau tidak pasti itu Televisi dikira mendukung calon tertentu.

Mengapa laporan reporter ini begitu kacau ? karena mereka tidak mempunyai ketrampilan menggunakan bahasa dengan efektif. Kalau cermat anda akan menemukan banyak reporter  televisi sering menggunakan kata-kata seperti “ memang “ “ di mana “ “ dari pada “. Kata-kata itu menjadikan kalimat tidak efektif laporannya tidak menarik dan kusut karena penuh dengan bunga kata-kata dan bukan fakta. Mengapa mereka melakukan itu ? Karena para reporter itu tidak jujur, mereka hanya punya sedikit fakta tetapi dijabarkan begitu panjang agar memenuhi jatah waktu reportase. Padahal dengan tayangan gambar yang disampaikan penonton sudah mengerti apa yang mereka laporkan tidak perlu berbusa busa menjelaskan apa yang sedang terjadi.

Hampir sama dengan reportase televisi tadi adalah bagaimana kita berdoa. Dalam banyak acara formal doa disusun dengan indah dihiasi dengan bunga kata terbaik. Ketika berdoa text doanya dibaca pendoa dengan gaya bicara yang sendu seolah itu menjadi syarat terkabulnya doa. Tentu saja ini adalah doa yang tidak jujur karena doa ini tidak keluar dari hati nurani yang paling dalam tetapi dari pikiran kita yang mereka reka kata dalam menyusun doa.

Doa adalah berkomunikasi dengan Tuhan, kalau kita berkomunikasi dengan orang lain harus melakukannya dengan jelas dan ringkas. Tetapi berkomunikasi dengan Tuhan tentu berbeda, Tuhan adalah maha tahu, Ia tahu apa yang ada dalam pikiran dan hati kita. Ia tahu apa yang akan kita katakan. Oleh sebab itu doa yang terbaik adalah doa yang keluar dari hati nurani yang paling dalam.

Itu sebabnya banyak orang berdoa dengan menengadahkan kepalanya ke langit tanpa bicara apa apa. Banyak pula orang yang merentangkan tanganya di pantai atau di puncak bukit tanpa bicara apapun. Mereka sudah mendapat kelegaan dari beban hidup dan masalah masalah yang terasa diangkat oleh yang maha tahu. Tuhan Tahu bahwa beban hidup, kesulitan, beratnya situasi yang kita alami telah membuat kita tidak mampu berkata kata selain berserah diri kepada kebaikannya.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun