Mohon tunggu...
Nasir Zhang
Nasir Zhang Mohon Tunggu... Lainnya - FreeThinker

A Buddhist

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memahami Buddhisme dan Sutra-sutra yang Kontroversial

22 Oktober 2020   18:28 Diperbarui: 22 Oktober 2020   18:31 753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

45 tahun Sang Buddha membabarkan AjaranNya, sejak Beliau mencapai Pencerahan Sempurna sampai Parinibbana. 

Tentunya banyak khotbah-khotbah Dhamma yang telah beliau sampaikan.

Ajaran Buddha tersebut telah dilestarikan secara tertulis dan menjadi Kitab Suci Agama Buddha, yaitu Tipitaka/Tripitaka. 

Seperti halnya guru sekolah yang mengajarkan satu bidang pelajaran di level kelas yang sama setiap tahunnya, materi yang diajarkan adalah sama, hanya Murid-Murid kelas tersebut yang berganti. 

Begitu pula Sang Buddha, hanya mengajarkan Jalan Untuk Mengakhiri Penderitaan kepada setiap umatNya, yang dikenal dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan. 

Sehingga tidak mengherankan bila di dalam Tipitaka, sering kita menemukan materi khotbah yang berulang, karena pendengarnya sudah berbeda. 

Sifat pengulangan ini menjadi sangat penting di saat umat Buddha menemukan ajaran yang diragukan sebagai Ajaran Buddha. 

Perpecahan Sangha yang terjadi di masa lampau, yang dipimpin oleh murid Buddha yang berkhianat bernama Devadatts, perlu dicermati dan menjadi pertimbangan terhadap munculnya Sutra-Sutra yang Kontroversial, yang sangat diragukan kebenarannya. 

Beberapa sutra berikut ini, berdasarkan pertimbangan penulis, merupakan sutra-sutra hasil kreasi dari kelompok pengikut Devadatta:

1. Sadharmapundarika atau Lotus Sutra.

Di sutra ini dipaparkan sebuah cerita yang isinya menyebutkan Devadatta sebagai orang bijak dan akan menjadi Buddha. 

Tentu saja hal ini sangat tidak sesuai dan bertentangan dengan banyak Sutra-Sutra lainnya seperti Majjhima Nikaya 58, Aguttara Nikaya 4.68, Aguttara Nikaya 8.7, Aguttara Nikaya 5.100, Sayutta Nikya 17.31, Sayutta Nikya 17.32, Udana 5.8, Jataka 21, Jataka 113 dan banyak lagi Sutra-Sutra lainnya yang menyatakan Devadatta sebagai seorang yang jahat. 

2. Amitabha Sutra.

Di sutra ini dipaparkan bahwa Buddha merujuk ke Buddha Amitabha dalam pengajarannya, dan mengajarkan agar umat berikrar untuk Terlahir Kembali, memberikan harapan dan janji muluk-muluk hanya untuk mempercayai atau merapal sutra, serta menyebutkan bahwa Buddha ada banyak seperti butiran pasir di sungai Gangga. 

Semua itu tidak selaras dan bertentangan dengan banyak Sutra-Sutra lainnya di Tipitaka, dimana sangat jelas bahwa Buddha tidak mengajarkan untuk Terlahir Kembali, ajaran Buddha adalah untuk mengakhiri Kelahiran Kembali. 

Kemunculan Buddha adalah langka dan jarang terjadi. Dan hanya mungkin muncul satu Buddha di satu masa Dhamma. (Sayutta Nikya 56.48 dan Aguttara Nikaya 1.277).

3. Vimalakirti Sutra. 

Di sutra ini dipaparkan bahwa Buddha meminta YM Sariputra dan YM MahaMoggallana; untuk menjenguk Vimalakirti yang sedang sakit, dan YM Sariputra dan YM MahaMoggallana menjawab bahwa mereka tidak pantas untuk menjenguknya karena alasan-alasan yang isinya meninggikan kebijaksanaan Vimalakirti. 

YM Sariputra dan YM MahaMoggallana adalah Murid Utama Buddha, yang memiliki Kebijaksanaan Tertinggi setelah Buddha, dan menjadi acuan dalam bertanya bagi para Bhikkhu bahkan kemuliaannya lebih tinggi dari Brahma. (Aguttara Nikaya 1.187 dan Aguttara Nikaya 1.190). 

Kejadian seperti diceritakan di sutra tersebut sangatlah tidak mungkin. Sangat jelas bagi umat Buddha yang sudah membaca banyak khotbah-khotbah Buddha, untuk dapat menyimpulkan bahwa sutra-sutra tersebut adalah hasil ciptaan oleh para pengikut Devadatta dan manipulasi orang-orang yang ingin mendompleng legitimasi di dalam Buddhisme. 

Negara China, dimana tokoh-tokoh di dalam sutra-sutra tersebut berasal, merupakan negara yang terkenal dengan penjiplakannya. 

Selain menciptakan Buddha Imitasi, mereka juga memasukkan tokoh-tokoh dewa-dewi (yang lazimnya di Agama Konghucu) untuk dijadikan ikon-ikon di dalam Buddhisme, seperti Dewi Kwan Im yang dijadikan Avalokitesvara Boddhisatva.

Buddhisme sesungguhnya mengajarkan hal-hal yang sangat realistis dan mengajarkan pemahaman rasional yang dapat dinalar. Namun menjadi rancu dan terdistorsi oleh aliran yang menekankan pengajaran pada mantra-mantra, janji-janji muluk dengan gaya bahasa puitis yang terkesan bijak dan agung, namun sebenarnya pembodohan. 

Sudah menjadi realitas dan kecenderungan bahwa di dunia ini lebih banyak orang yang yang mudah mempercayai hal-hal tidak realistis dibandingkan orang yang bijak yang dapat menganalisa kebenaran-kebenaran.

Bagi yang ingin belajar Buddhisme, penulis menganjurkan untuk membaca banyak Sutra-Sutra agar tidak terjebak di dalam kerancuan dan menjadi pengikut orang-orang jahat yang memalsukan Dhamma Sejati ajaran Buddha. 

Semoga Dhamma Sejati bertahan selamanya.

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta

Namo Buddhaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun