Mohon tunggu...
M. Nasir Pariusamahu
M. Nasir Pariusamahu Mohon Tunggu... Penulis - -

Saya Manusia Pembelajar. Sebaik-baik manusia adalah yang bermanfat untuk orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setelah Kemerdekaan, Beta Terus Menulis

17 Agustus 2019   09:52 Diperbarui: 17 Agustus 2019   10:21 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Heroisme nafas pahlawan, telah dikumandangkan hari ini. Ada airmata haru, semangat baru, ketika sabda Indonesia Raya dinyanyikan bersama, sambil memperhatikan perjalanan Sang Saka Merah Putih oleh pasukan pengibar bendera.

Sebelum hari H, warna-warna jalan berubah menjadi dua warna, merah-putih. Dwiwarna itu, secara psikologis menuntun imaji kita, untuk bisa memvisualisasikan dramatisasi runcing versus meriam di tempo dulu ke dalam mental, dan masa 'baru.'

Sesungguhnya, apa yang telah kita maknai hari ini bisa diinternalisasikan dalam hati, serta diaktualisasikan di lingkungan kerja, dan masyarakat. Agar perwujudan negara Indonesia sehat lahir batin.

Bila kita menyimak dengan baik, restorasi perjuangan Sukarno-Hatta, dkk., mesti dilanjutkan oleh setiap generasi, sehingga Republik ini tetap terjaga identitas kewilayahan, dan kedaulatannya. Itu kan, yang kita impikan?

Freedom is never dear at any price. It is the breath of life. Kemerdekaan tidak pernah ternilai harganya. Kemerdekaan adalah napas kehidupan. Ungkapan hati Mahatma Gandhi ini sangat menyentuh nurani nasionalisme, dan patriotisme kita saat ini. Raba dada kita. Apa yang kita rasakan?

Sebagai generasi baru, hidup di era now, aktualisasi perjuangan bisa dilakukan dengan banyak cara, tergantung bakat serta minat seseorang. Salah satunya, menulis. Agar kita tidak  jadi pelupa sejarah.

Data, dan fakta tentang tingkat literasi baca-tulis kita sangat rendah. Bila dibandingkan dengan negara tetangga, Malaysia, dan Singapura. Padahal, Indonesia berada pada rangking dua dunia setelah India, dalam kategori jumlah perpustakaan di dunia. Mengapa bisa terjadi demikian?

Sudah abaikan saja pertanyaannya. Jangan dilike, dishare, apalagi disubscribe. Tabea.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun