Emansipasi kata mengalahkan emansipasi manusia. Ini bukan zaman middle aged. Setiap detik, satu orang manusia bisa melahirkan ribuan kata. Pengukir kata muncul dengan ragam identitas. Di wall Instagram, Facebook, Twitter, BBM dll kita temukan kumpulan-kumpulan kata dari jenis latar motifnya. Dari gosipan, hujat-menghujam, nasehat hati, siraman qalbu. Itu ada.
Masa ini menjadikan manusia serba instan. Tak jarang ada pecandu internet. Siang malam, sebelum tidur dan bangun lagi, yang dicari adalah kitab pusakanya, Gadget, Smartphone, tabletnya atau sejenis.
Pengguna sosial media yang telah menjamur menjadi trend pergaulan tanpa sekat. Dunia nyata yang terkesan formal ditinggalkan jauh oleh para warganet.
Dibalik itu semua, kita perlu mengantisipasi sebuah masa, akan datang sebuah masa dimana otak manusia dikendalikan oleh saraf-saraf internet.
Itu semua sudah ada tanda-tandanya. Kita saksikan, kehebatan ruang maya, menciptakan kondisi mudah mengampangkan.
Otak yang seharusnya menjadi pengendali malah menjadi objek kerasukan dunia ini. Sebuah ilham kemunduran manusia. Okelah, ini semua telah terjadi. Tetapi, harus dipastikan fungsi otak sebagai alat konstruksi ide dan gagasan tidak boleh mati. Topiknya, otak tidak boleh terpedaya oleh kehebatan sihir dalam bermedia maya.
Otak harus dikembalikan marwahnya sebagai gudang gagasan. Pencetus diksi. Sumber bahasa baru dan bank kata. Tugas otak seperti yang dikatakan Benjamin S. Bloom yakni mengembangkan kognitifitas dalam beberapa tahapan yang dimulai dari ingatan; pemahaman, analisis, aplikasi, sintesis, dan evaluasi. Pada bagian ini otak tidak boleh konstan.
Jadi, ini bukan soal usia. Tapi, soal pemanfaatan otak dalam lingkaran modernitas pergaulan era maya. Sebab sudah tidak terhitung lagi, berapa banyak inspirasi copy paste yang lahir dalam dunia digitalisasi ini, HOAX dan sarkasme menjamur bak hujan. Kampanye internet sehat hanya menghabiskan uang negara.
Dunia serba gampang. Otak tak lagi encer. Data pribadi mudah diakses. Dunia telah telanjang. Kasatmata orang saling membunuh dan bunuh diri.
Maka, sebelum terlambat narkoba jenis baru diciptakan lewat sekali pasang status, kembalikan otak pada titik pusatnya. Internet ada karena otak, otak ada karena berpikir. Berpikir ada karena manusianya mau bernalar.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H