Mohon tunggu...
Nasir
Nasir Mohon Tunggu... Mahasiswa - karyawan swasta

saya seorang mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perbedaan Sistem Bagi Hasil (mudharabah) dan Sistem Bunga dalam Bisnis Konvensional Perspektif Hukum Syariah

19 Oktober 2024   13:55 Diperbarui: 21 Oktober 2024   11:46 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sistem Bunga dalam Bisnis Konvensional Menurut Hukum Syariah/dok. pri

Perbedaan Sistem Bagi Hasil (Mudharabah) dengan Sistem Bunga dalam Bisnis Konvensional Menurut Hukum Syariah
Dalam dunia bisnis dan keuangan, terdapat dua model yang sering digunakan, yaitu sistem bagi hasil (mudharabah) yang berdasarkan hukum syariah dan sistem bunga yang umum digunakan dalam bisnis konvensional. Meski sekilas terlihat serupa, kedua sistem ini memiliki perbedaan yang mendasar, terutama dari sudut pandang hukum Islam. Mari kita bahas secara lebih sederhana.
1. Pengertian Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerja sama bisnis antara pemilik modal (shahibul maal) dan pengelola (mudharib) di mana keuntungan yang diperoleh dari usaha tersebut dibagi sesuai dengan kesepakatan awal. Dalam mudharabah, pihak pemilik modal memberikan modal kepada pengelola tanpa ada jaminan keuntungan tetap. Jika bisnis tersebut untung, keuntungan dibagi berdasarkan rasio yang telah disepakati. Namun, jika bisnis rugi, maka kerugian akan ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal, kecuali jika kerugian tersebut disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan dari pengelola.
Contoh Mudharabah: Misalnya, seorang investor memberikan modal sebesar Rp100 juta kepada seorang pengusaha untuk membuka usaha kuliner. Mereka sepakat untuk membagi keuntungan dengan rasio 60% untuk investor dan 40% untuk pengusaha. Jika usaha tersebut menghasilkan keuntungan Rp50 juta, maka investor mendapatkan Rp30 juta (60%) dan pengusaha mendapatkan Rp20 juta (40%).
2. Pengertian Sistem Bunga dalam Bisnis Konvensional
Sistem bunga adalah model bisnis di mana peminjam (debitur) membayar sejumlah uang lebih sebagai imbalan atas pinjaman modal yang diberikan oleh pemberi pinjaman (kreditur). Besaran bunga ini biasanya dihitung sebagai persentase dari jumlah pokok pinjaman dan dibayar secara berkala, baik bisnis tersebut menghasilkan keuntungan maupun tidak.
Contoh Sistem Bunga: Seorang pengusaha meminjam uang Rp100 juta dari bank dengan suku bunga 10% per tahun. Pengusaha tersebut harus membayar bunga Rp10 juta per tahun, terlepas dari apakah usahanya mendapatkan untung atau mengalami kerugian.
3. Perbedaan Utama Menurut Hukum Syariah
a. Unsur Risiko
Dalam mudharabah, pemilik modal dan pengelola usaha sama-sama menanggung risiko. Jika usaha untung, keduanya mendapat bagian sesuai kesepakatan. Jika rugi, kerugian ditanggung oleh pemilik modal. Sedangkan dalam sistem bunga, risiko hanya ditanggung oleh peminjam. Kreditur tetap menerima bunga meskipun bisnis peminjam merugi.
b. Kepastian Keuntungan
Mudharabah mengikuti prinsip bahwa keuntungan tidak bisa dipastikan di awal, karena bisnis adalah sesuatu yang dinamis dan penuh dengan risiko. Sebaliknya, sistem bunga menjamin pemberi pinjaman untuk mendapatkan keuntungan dalam bentuk bunga, berapa pun kondisi usaha yang dikelola.
c. Riba (Bunga) dalam Syariah
Hukum Islam melarang adanya riba, yaitu segala bentuk penambahan yang didasarkan pada pinjaman modal tanpa kontribusi produktif. Bunga dalam sistem konvensional dianggap sebagai riba, karena tambahan bunga tidak didasarkan pada keuntungan atau kerugian usaha, tetapi hanya pada modal yang dipinjam. Sedangkan, bagi hasil dalam mudharabah tidak termasuk riba, karena besarnya bagi hasil ditentukan oleh kinerja usaha dan tidak ada jaminan keuntungan tetap.
4. Dampak terhadap Kesejahteraan Ekonomi
Dalam mudharabah, hubungan antara pemilik modal dan pengelola usaha lebih adil, karena keduanya berbagi risiko. Model ini diyakini menciptakan keseimbangan yang lebih baik dalam sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang stabil. Di sisi lain, sistem bunga cenderung memberatkan pihak peminjam, karena mereka harus membayar bunga tetap meskipun kondisi usaha tidak menguntungkan. Hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan dan memicu ketimpangan ekonom

Contoh Mudharabah:
Ahmad ingin membuka usaha kedai kopi, tetapi tidak memiliki modal yang cukup. Ia bekerja sama dengan Siti, seorang investor, di mana Siti memberikan modal sebesar Rp100 juta. Ahmad sepakat bahwa dari keuntungan yang didapat, 70% untuk Siti dan 30% untuk dirinya. Jika usaha ini berhasil dan menghasilkan keuntungan Rp50 juta, maka Siti akan mendapatkan Rp35 juta dan Ahmad mendapatkan Rp15 juta. Namun, jika usaha merugi, maka Siti sebagai pemilik modal yang akan menanggung kerugian tersebut. Contoh Sistem Bunga:
Budi ingin memulai usaha toko pakaian dan meminjam modal dari bank sebesar Rp100 juta dengan bunga 10% per tahun. Setiap tahun, Budi harus membayar bunga sebesar Rp10 juta kepada bank, di luar pokok pinjaman yang harus dilunasi, baik usahanya untung maupun rugi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun