Cerita ini kejadiannya dalam tahun 2017 yang lalu. Ketika itu kami mendapatkan tugas untuk melakukan investasi dugaan kasus lingkungan hidup di salah satu pelosok daerah di Aceh.
Sebagai mana bisanya standar yang kami gunakan, di pra kegiatan kami inventarisasi semua informasi yang terkait kondisi lapangan. Sehingga kami dapat mempersiapkan segala kebutuhan logistik, peralatan, dan juga pendamping.
Dari inventarisasi awal, perjalanan ke lokasi membutuhkan waktu tiga hari tiga malam. Sehari semalam untuk perjalanan dari Banda Aceh ke desa menggunakan kendaraan rod empat, kemudian dari desa ke lokasi butuh waktu dua hari dua malam menggunakan jalan kaki.
Tim kami terdiri dari lima orang; ahli peta, pawang hutan (pawang uteun), pawang sungai (pawang Krueng), pawang harimau (pawang rimueng), dan saya sendiri selaku ketua tim. Tiga orang pawang merupakan warga setempat.
Sore hari kami sampai ke desa, dan kami menginap disalah satu rumah warga. Sekitar jam sembilan malam kami rembuk tim untuk mendiskusikan rencana kegiatan. Semuanya sepakat dan sependapat dengan agenda yang kami rencanakan. Kesimpulannya; persoalan kebutuhan data dan informasi yang harus didapatkan menjadi kendali kami, sedangkan persoalan lapangan rute mana yang harus dilalui itu menjadi kendali para pawang. Semua logistik dan kebutuhan peralatan sudah dipastikan semua lengkap. Kami pun istirahat, dan perjalanan ke lokasi disepakati besok pagi habis shalat subuh sehingga tidak menjadi perhatian masyarakat.
Sesuai kesepakatan, habis subuh kami melakukan perjalanan ke lokasi. Sekitar dua jam perjalanan, kami temukan satu bukit yang diberi nama oleh warga "Cot Neraka" (bukit neraka). Jangan tanyakan apa alasan warga menyebutkan bukit itu sebagai Cot Neraka. Dari namanya saja kita sudah bisa pastikan bahwa bukit tersebut benar benar parah kondisinya.
Menjelang siang hari pertama, kami tidak memasak karena ada bekal nasi bungkus yang telah disiapkan oleh yang punya rumah tempat kami menginap. Siang itu kami makan siang dipinggir anak sungai, habis shalat dhuhur kami lanjutkan perjalanan.
Kondisi jalan yang kami lalui ditengah hutan rimba, jalan yang kami lalui merupakan jalan setapak yang biasa digunakan warga untuk mencari rotan, jernang, madu, dan berburu rusa. Tidak sedikit juga kami harus buka rute baru (rintis) untuk mencapai lokasi tujuan.
Sekitar jam empat sore, tiba-tiba pawang harimau meminta tim untuk berhenti dan beristirahat. Sesuai kesepakatan, kamipun tidak menanyakan alasan kenapa harus berhenti. Kami istirahat di bawah salah satu pohon besar yang cukup rindang. Tidak ada rumputan dibawahnya, hanya tumpukan lapisan daun pohon.
Saat istirahat, masing-masing kami manfaatkan waktu itu untuk membenarkan posisi ransel, memeriksa kaki dari serangan lintah Pacet, membersihkan sepatu dari lumpur, ada yang meruncingkan tongkat, juga sambil ngerokok dan ngopi.