Oleh : Nasir
Parigi Moutong ( PARIMO ) adalah salah satu, kabupaten yang terhitung baru di Provinsi Sulawesi Tengah dan beberapa bulan kedepan kabupaten parigi moutong akan menghadapi pemilu daerah ( PILKADA ), pemilu tersebut akan membutuhkan biaya sebesar Rp 31,5 Miliar diantaranya dialokasikan untuk belanja pemilu,yang masing-masing terdiri dari, anggaran untuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp 22 miliar untuk proyeksi biaya selama dua putaran, panwaslu Rp 3,5 Miliar untuk proyeksi dua putaran dan biaya keamanan sebesar Rp 6 Miliar.
Dalam tahapan menuju pemilu tersebut, tentunya para Calaon Bupati dan wakil Bupati, akan mengadakan kampanye-kampanye politik dengan berbagai macam metode, ada yang memakai metode memasang spanduk/poster sekitaran jalan trans sulawesi sepanjang kabupaten Parigi Moutong,ada yang mengadakan acara yang mendatangkan artis-artis Ibu Kota Negara ( Jakarta ) , ada yang menjanjikan sesuatu terhadap masyarakat ( Menjajikan akan terangkat PNS bagi pegawai honorer, akan menggratiskan pendidikan dan layanan kesehatan, dan akan memberikan beasiswa dll ). Hal seperti ini mungkin sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat Parigi Moutong, karena setiap kali menghadapi pemilu pasti para politisi atau calon bupati dan wakil bupati memakai strategi kampanye politik yang sama. Seperti halnya strategi yang dilakukan oleh para politisi yang bersaing pada pemilu derah parigi Moutong tahun 2009.
Hal yang sangat berdampak Negaif terhadap Masyarakat Hal yang saya maksud adalah adanya perselingkuhan atau kongkalikong antara investor/pengusaha danpara calon, secara logika para calon yang akan bersaing dipemilu pastinya butuh logistik atau dana kampanye karena partai merekapun tidak sepenuhnya menanggung logistik kampanye para calon yang mau bersaing,akibat hal tersebutlah mereka akan melakukan kontrak politik dengan para pengusaha/investor, kontrak politiknya adalah sang investor mau membantu logistik yang dibutuhkan dalam kampanye, asalakan Calon yang dibantu ketika terpilih mau mengeluarkan izin atas ekspolitasi ( Sumberada Alam yang berpotensi seperti halnya Emas,biji besi dan minyak).
Ini adalah hal yang sangat ironis karena sebagian besar izin itu banyak keluar menjelang Pemilu, Komisi pemberantasan korupsi ( KPK ) telah mendapatkan modustindak pidana korupsi terkait dengan pengolaan sumber daya alam ( SDA ) di daerah. Dari kajian yang dilakukan terhadap tata kelola kehutanan dan sumber daya alam, ditemukan pola yang sama, yakni izin pengolaan oleh swassta banyak diberikan kepada daerah menjelang pemilihan kepala daerah. ( Kompas.com ).
Hal ini terbukti dengan adanya kasus suap oleh pengusaha Siti Hartati Murdaya kepada bupati Buol Amran Batalipu, ketika itu Amran sedang menghadapi pilkada dan membutuhkan dana untuk persiapan kampanye. Hal tersebut harus dijadikan sebagai bahan pembelajaran untuk masyarkat Parigi Moutong, karena ekspolitasi alam tersebut dampak negatifnya sangat luar biasa diantara dampaknya adalah tercemarnya udara, dan bisa juga berdampak negatiftehadap produksi pertanian dan peternakan masyarkat. hal yang terjadi di Kabupaten Buol adalah potret untuk Parigi Moutong.
Jika kita melihat semua calon yang akan maju dan bersaing di Pilkada nanti. Hampir keseluruhan adalah politisi yang masih menjabat di kursi pemerintahan dan DPRD Provinsi maupun Kabupaten, masyarakat harus bisa menilai kredibilitas para politisi yang mencalonkan Bupati maupun wakil bupati, jangan hanya mentang-mentang mereka menyodorkan sembako/uang kepada kita, maka kita memilihnya, ukuran dan harapan kita terhadap bupati dan wakil bupati yang akan terpilih nantinya, bukan diukur dengan banyaknya sembako/uang yang mereka berikan, tapi diukur dari sejauh mana mereka mampu memberi kesejahteraan untuk masyarakat parigi moutong, saya pikir masyarakat Parigi Moutong sangat membutuhkan figur pemimpin yang benar-benar mensejahterakan rakyat, memberikan sekolah gratis,memberikan layanan kesehatan gratis dan mampu memberikan solusi terhadap petani dan nelayan agar petani dan nelayan mampu berproduksi dan meningkatkan kualitas hidup mereka. Selain itu banyak hal lain juga yang harus dibenahi di Pairgi Moutong.
Terutama soal kesenjangan sosial seperti halnya pengangguran yang mengakibatkan generasi muda mengedar dan mengonsumsi narkoba dan minuman keras. Banyak kita temukan kasus-kasus seperti itu di parigi moutong, kenapa mereka seperti itu? jawabannya karena pemerintah tidak menyediakan lapangan kerja untuk mereka.
Lapangan kerja sangat dibutuhkan oleh masyarakat Parigi Moutong, agar mereka tidak ada yang nganggur dan tidak ada yang menjadi buruh migran ( TKI ) dan kerja di Ibu Kota Provinsi ( Palu ) dan daerah-daerah lainnya.
Dalam data Badan Pusat Statistik ( BPS )provinsi Sulawesi Tengah bahwa kabupaten Parigi Moutong memiliki angka kemiskinan tertinggi di Sulawesi Tengah yaitu mencapai 185.626 Jiwa ( 20.340.KK ). Hal ini harus menjadi PR yang sangat serius bagi bupati dan wakil bupati yang terpilih nantinya. Dismping itu yang menjadi PR bagi bupati dan wakil bupati juga adalah memberantas kasus-kasu korupsi dan mengawal prgram-program yang diprogramkan oleh camatdan Kepala Desa ( KADES ) / Lurah. Karena ada indikasi bahwa laporan-laporan kerja camat, Lurah/ KADES banyak yang direkayasa atau tidak objektif ( Tidak sesuai dengan apa yang sebenarnya mereka kerjakan ).
Dan yang terakhir adalah korupsi yang mungkin sampai saat ini masih sangat merajah lelah di Parigi Moutong,masyarakat harus belajar melihat kasus korupsi dimasa lalu, pada tahun2004 pernah terjadi dugaan penyimpangan penggunaan anggaran Modal kerja di tubuh Unit Pengolahan Gabah dan Beras (UPGB) Perum Bulog Tolai Parimo sebesar Rp 389 juta, tahun 2007 korupsi pengadaan kapal cepat Dinas Pariwisata, Seni dan Budaya diperkirakan merugikan negara Rp 36 juta. Tahun 2008 Korupsi tender pengadaan logistik Pilkada Parigi Moutong senilai lebih dari Rp 200 juta.
Dari bebarapa kasus korupsi tersebut mungkin masih ada lagi kasus-kasus korupsi lainnya yang tidak tercium oleh publik. Parigi Motong harus bersih dari praktek-praktek korupsi, Narkoba,Miras, pengangguran, kemiskinan, kriminialitas dan pencemaran lingkungan.
Pertanyaannya apakah ada para Calon Bupati dan wakil bupati yang mempunyai cita-cita seperti itu? Moto politik yang harus diucamkan oleh masyarakat adalah melihat dan menganalisa secara teliti calon bupati dan wakil bupati yang mencalonkan, jangan tergiur dengan manisnya apa yang diberikan oleh para calon,kita harus punya kontrak politik bersama dengan para calon bupati dan wakil bupati, kontrak politiknya adalah apabila mereaka tidak mampu menjalankan apa yang sudah mereka kampanyekan maka masyarkat berhak meminta mereka untuk mundur dari jabatan bupati dan wakil bupati, karena masyarakat tidak mengharapkan bupati dan wakil bupati seperti itu.
Rakyat membutuhkan bupati dan wakil bupati yang benar-benar membuktikan janji-janji politiknya disaat kampanye.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H