Di era global yang ditandai dengan bahasa yang campur aduk seperti yang terjadi di Indonesia sekarang ini, masih perlu kah orang-orang yang bukan warga negara Amerika Serikat (AS) berlatih keras untuk bisa menggunakan bahasa Inggris dengan dialek Amerika? Apakah kita takut di-cuek-in dalam pergaulan dan tidak diajak bisnis oleh orang Amerika bila aksen atau dialek kita berbeda?
Jawabannya, tergantung kepentingan kita ke arah mana. Kalau kita sering ke Amerika, apalagi yang berbisnis di negeri ini, pasti lebih bermanfaat kita menggunakan logat Amerika. Alasannya, kita akan bisa berkomunikasi dengan baik, lancar dan mudah diterima dalam bergaul maupun urusan bisnis.
Akan tetapi akan menjadi lain kalau kita lebih sering berhubungan atau berbisnis dengan Australia atau Inggris, pasti juga akan lebih baik jika kita bisa menyesuaikan dengan dialek negara-negara yang menjadi tujuan kita ”berbisnis”.
Seperti di India, walaupun orang India fasih berbahasa Inggris, banyak di antara mereka yang ikut kursus aksen Amerika. Tujuannya, mereka ingin gaul dengan bangsa Amerika, terutama untuk berbisnis. Dengan menggunakan aksen yang sama, komunikasi akan mudah dipahami, dan pada gilirannya deal-deal dan transaksi bisnis bisa lancar.
Sebaliknya jika komunikasi sulit dipahami, orang akan menghindari melakukan negosiasi bisnis, karena khawatir terjadi salah paham dan merugi. Persoalannya bisnis selalu berkait dengan uang dan berbagai perjanjian kerja sama yang harus dijalankan.
Di Jakarta dan sekitarnya kini tumbuh banyak kursus bahasa Inggris yang menawarkan berbagai aksen atau logat dan dialek dari berbagai kawasan di seluruh dunia. Bahkan, tidak ragu-ragu lembaga kursus mencantumkan dialek tertentu pada spanduk atau papan nama.
Dialek yang banyak ditawarkan adalah Amerika. Lainnya, tidak menetapkan dialek tertentu, tetapi semua dialek diajarkan dengan menghadirkan guru-guru penutur asli yang berasal dari seluruh dunia, seperti yang dilakukan kursus bahasa Inggris EF English First di Jakarta. Lembaga EF yang tersebar di seluruh dunia memberi kesempatan para peserta kursus untuk menguasai bahasa Inggris dengan dialek yang beragam, karena mereka tidak hanya pergi ke Amerika, tetapi juga ke Australia, dan negara-negara di Eropa.
Meskipun demikian, dialek Amerika di Indonesia dianggap banyak kalangan lebih pas untuk pergaulan, urusan bisnis, maupun mengikuti perkembangan berbagai hal. Maka tidaklah heran jika penyelenggara kursus bahasa Inggris Amerika tidak pernah sepi peserta kursus. ”Bahasa Inggris dialek Amerika itu penting, dan banyak manfaatnya dari pada Bahasa Inggris British (Inggris dengan aksen Inggris, (red),” kata Vera Djuliarso, Manajer Hubungan Masyarakat Sekretariat Umum Yayasan LIA, salah satu lembaga pendidikan yang mengajarkan Bahasa Inggris dengan dialek Amerika.
Dalam percakapan dengan Kompas, beberapa waktu silam, Vera menjelaskan betapa penting dan dominannya bahasa Inggris Amerika di Indonesia. Dalam dunia bisnis yang sekarang sudah meng-global, bahasa Inggris Amerika, kata Vera, lebih banyak diperlukan. Untuk melakukan lobi dan negosiasi dengan pembeli dari Amerika, dialek Amerika menjadi alat sangat penting.
”Bagaimana mungkin kita menghindar dari budaya Amerika. Kita lihat film-film asing dan lagu-lagu yang masuk ke Indonesia, hampir semuanya menggunakan Inggris Amerika, bukan Inggris Inggris,” tutur Vera yang memaklumi kecenderungan warga kota Jakarta dan sekitarnya, bahkan di kota-kota besar di Indonesia memilih Inggris dengan dialek Amerika daripada yang lain, seperti British, Singapura, atau Australia.
Hal senada juga dikatakan S Selwa Rajen, Direktur Utama Lembaga Bahasa Inggris Amerika, Harcourt International Indonesia yang ditemui Kompas, Senin, 13 November 2007 di Jakarta. ”Semua aksen baik. Tetapi anak-anak Jakarta dan sekitarnya, sekarang cenderung memilih Bahasa Inggris dengan dialek Amerika. Ini karena kebutuhan,” kata Selwa yang melihat kecenderungan itu sebagai peluang untuk mengembangkan usahanya, yakni kursus bahasa Inggris Amerika.
Sebagai upaya mencetak orang-orang berkemampuan berbahasa Inggris dengan dialek Amerika, Harcourt banyak menggunakan kaset-kaset dan film dari Amerika. Lembaga ini belum menyediakan penutur asli (native speaker) dari Amerika, karena masih menyesuaikan antara keuangan peserta dan besarnya biaya mendatangkan guru native speaker.
Tanpa mendapat dukungan dana dan tenaga pengajar dari Amerika, Selwa tetap gencar mengembangkan kursus bahasa Inggris Amerika. Bahkan ia tidak tanggung-tanggung mengabadikan nama Amerika dalam lembaganya, yakni Lembaga Bahasa Inggris Amerika.
Harcourt kini memiliki puluhan lokasi kursus Bahasa Inggris yang tersebar di Jakarta, Tangerang, Bekasi, Depok, dan Bogor (Jabodetabek). ”Tahun 2007, kami buka lagi di pedesaan, seperti di Balaraja, dan Cikupa (Kabupaten Tangerang),” kata Selwa kini mendidik ribuan anak yang belajar bahasa Inggris aksen Amerika.
Tidak kalah ramainya, Yayasan LIA, kata Vera kini memiliki 16 cabang di Jabodetabek, dengan jumlah peserta kursus puluhan ribu orang. Dalam mengembangkan bahasa Inggris Amerika, bagi Yayasan LIA adalah suatu kewajaran, karena lembaga ini mempunyai historis yang tidak dapat dipisahkan dengan Amerika. Yayasan LIA dulu dikenal dengan sebutan Lembaga Indonesia Amerika. Lembaga ini berdiri tahun 1959, jauh lebih lama daripada lahirnya Harcourt. (M Nasir)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI