Dimasukkannya mantan presiden Jokowi sebagai koruptor nomor dua terbesar di dunia mengagetkan banyak pihak. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba muncul berita yang begitu berbeda dari apa yang selama ini dipahami mayoritas masyarakat Indonesia. Bagaimana ceritanya nama Jokowi tiba-tiba masuk daftar koruptor terbesar di dunia, padahal sebelumnya sama sekali tidak ada sinyalemen semacam itu di negeri ini.
Permainan Media Politik
Kalau informasi semacam ini dianggap terlalu mengherankan tentu saja tidak, sebab hari-hari ini Jokowi memang tengah menjadi sasaran serangan berbagai pihak terutama beberapa kelompok politisi yang getol membangun framing Jokowi sebagai pemimpin gagal. Mereka melakukan apa saja asal dapat mendelegitimasi dan menghancurkan citra Jokowi, bahkan mengubah berbagai pencapaian Jokowi menjadi dosa yang tidak termaafkan.
Sebagian penyerang Jokowi terlihat nyata semisal tokoh-tokoh PDIP, HTI dan kelompok Said Didu, sementara sebagian lainnya merupakan kelompok-kelompok invisible yang selama ini selama ini memanfaatkan beberapa media massa tertentu yang tak henti membangun framing negatif soal Jokowi
Media-media tersebut aktif memproduksi berita-berita dan artikel-artikel tendensius. Manipulasi berbagai informasi bahkan yang paling tidak masuk akal sekalipun biasa mereka ciptakan untuk menjatuhkan pihak lain, termasuk munculnya tuduhan korupsi terhadap Jokowi kali ini.
Korupsi mestinya merupakan suatu perbuatan merugikan negara yang (diduga) dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang demi keuntungan sendiri maupun orang lain yang empirik dapat diinvestgasi secara hukum. Sebagai misal kasus Harun Masiku yang melibatkan pimpinan partainya jelas-jelas kasus korupsi, yang kepastian hukumnya tinggal menunggu proses hukum di pengadilan KPK.
Sementara itu tuduhan terhadap Jokowi hanya didasarkan hasil survey, yang konon menggunakan angket dalam bentuk Google Form, yang tidak seorangpun tahu kapan, di mana dan siapa saja yang disurvey. Di sinilah celah permainan lawan-lawan politik Jokowi.
Apalagi media-media nasional yang kebetulan menjadi agen OCCRP di Indonesia adalah media yang selama ini anti Jokowi. Media tersebut aktif menyerang Jokowi sejak menjadi presiden bahkan baru-baru ini merilis hasil wawancara dengan seorang taipan yang secara tendensius digunakan untuk menyudutkan Jokowi. Media-media inilah yang dipakai memainkan sekenario jahat menjatuhkan nama baik Jokowi.
Sebagai agen, media tersebut dengan mudah memilih dan menentukan siapa saja yang harus diberi kesempatan mengisi Google Form, hingga memberikan hasil akhir sesuai kehendak pengelola media. Usaha tersebut sukses besar karena berhasil membangun framing luar biasa hingga Jokowi dinyatakan sebagai koruptor nomor dua di dunia setelah Bashar Asad.
Koruptor Lucu-lucuan
Korupsi yang dituduhkan terhadap Jokowi kecil kemungkinan diungkap secara hukum, karena status koruptor tersebut hanyalah hasil permainan opini. Sementara opini tersebut dibangun berdasarkan “permainan” distribusi angket oleh media yang sebenarnya telah kehilangan integritas dan reputasi, karena sejak reformasi hanya menjadi alat politik golongan tertentu.