Pak Darman dikenal sebagai orang terkaya di kampungku. Bukan hanya kaya, pak Darman juga dikenal sangat dermawan. Dia gemar membantu masyarakat yang kesulitan, dengan memberi sedekah pada fakir miskin, membiayai pengobatan bahkan membantu biaya pendidikan anak-anak dari keluarga kurang mampu.
Selain membantu perbaikan beberapa ruas jalan kampung, pak Darman juga menanggung seluruh biaya pembangunan masjid, madrasah dan pesantren di kampung kami. Itu sebabnya seluruh warga masyarakat kampung sangat menghormatinya. Apalagi di sela-sela kesibukannya mengelola usaha, pak Darman biasa berbau dengan warga di berbagai kesempatan, untuk sekedar duduk-duduk atau ngobrol santai.
Beberapa hari ini terlihat ada beberapa orang bertamu ke rumah pak Darman. Dari cara mereka berpakaian, tamu-tamu tersebut tampaknya aktivis keagamaan dari kampung sebelah. Beberapa di antaranya kami tahu sebagai tokoh-tokohnya.
Dari Masjid di seberang jalan, aku dan beberapa warga hanya melihat mereka berbincang serius. Sebentar kemudia mereka berjalan ke depan rumah pak Darman sambil menunjuk-nunjuk sebuah tulisan di pagar rumah pak Darman, tanpa tahu yang mereka bicarakan.
Di pagar rumah pak Darman memang terdapat tulisan berhuruf Arab yang berbunyi "I'mal Lidun yaka ka'annaka Ta'isyu Abadan, wa'mal li akhirotika ka'annakan tamutu ghodan" yang artinya berbuatlah untuk duniamu seakan kamu akan hidup selamanya dan berbuatlah untuk akheratmu seakan kamu akan mati besok pagi.
 Kami sudah paham bahwa tulisan itu dikenal sebagai kutipan sebuah Hadis yang sering diajarkan oleh para tokoh agama dalam berbagai pengajian.
Beberapa saat kemudian mereka terlihat berdebat dengan pak Darman, sehingga tanpa dikomando kamipun datang menghampiri sekedar ingin tahu apa yang sedang terjadi. Benar saja, saat kami datang beberapa tokoh agama itu telihat menceramahi pak Darman dengan nada bicara tinggi.
"Maaf, serius sekali ada apa ini?" Tanya pak ustadz Karim yang dari tadi bersama kami mengamati rumah pak Darman dari serambi masjid. "Ada apa pak pak Darman?" Tanya ustadz lagi.
"Entahlah, bapak-bapak ini tahu-tahu menyuruh saya menghapus tulisan di pagar rumah. Padahal saya sangat menyukai tulisan ini" jelas pak Darman.
"Memang kenapa, bapak-bapak?" Pak ustad bertanya pada beberapa tokoh agama yang berdiri di hadapannya.
"Begini bapak-bapak..." Salah seorang tokoh agama yang terlihat paling senior mulai menjelaskan.
"Tulisan di dinding pagar ini adalah hadis palsu, atau setidaknya hadis lemah. Jadi kami meminta pak Darman menghapusnya atau menggantinya dengan hadis lain yang lebih shahih, karena Islam melarang kita ber-hujjah dengan hadis palsu", jelasnya.
"Benarkah ini hadis lemah?" Tanyaku yang selama ini meyakini hadis itu.
"Benar, bahkan bukan hadis alias hadis palsu" Sahut tokoh agama itu sambil menjelaskan asal usul-hadis itu.
Kami sangat terkejut mendengar penjelasan orang itu. Selama ini hadis itu begitu populer di kampungku dan sudah diajarkan pada kami sejak kecil. Kami tidak menyangka ternyata itu bukan hadis.
"Lalu bagaimana pak Darman?" Tanya ustadz yang sepertinya juga baru tahu bahwa tulisan itu bukan hadis.
"Saya tidak akan membongkarnya" Sahut pak Darman.
"Itu hadis palsu. Bapak harus membongkarnya. Bapak boleh pasang tulisan dari hadis lain yang shahih dan bisa dipercaya kebenarannya" Jelas tokoh agama itu panjang lebar. Saling bersahutan tokoh-tokoh agama itu menceramahi pak Darman dan kami tentang hadis dan hadis-hadis palsu untuk memaksa pak Darman menghapus hadis itu dari dinding pagarnya.
"Maaf bapak-bapak", Pak Darman mulai angkat bicara.
"Saya tidak tahu banyak soal agama, apalagi hadis. Tulisan di dinding itu mungkin hanya hadis palsu, atau bahkan bukan Hadis" Jelas pak Darman.
"Saya tidak peduli itu hadis atau bukan, karena bagi saya tulisan itu adalah moto hidup saya, prinsip hidup saya. Tulisan itu yang memotivasi saya bekerja keras dan berusaha berbuat kebaikan semampu saya. Apakah ada yang salah dari moto itu?" Pak Darman balik bertanya.
"Isinya tidak ada yang salah pak Darman, tapi ini hadis palsu. Berdosa hukumnya ber-hujjah pada Hadis palsu" tegas tokoh-tokoh agama itu.
"Kalau saya tidak menganggapnya sebagai hadis apakah berdosa? Kalau saya menganggap ini hanya prinsip dan moto hidup saya bagaimana?" Sahut pak Darman balik bertanya. Beberapa saat tokoh-tokoh agama itu terdiam dan kamipun menunggu jawabannya.
"Bagi saya. Sekali lagi, bagi saya, moto ini sama halnya dengan kata mutiara rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya, berakit-rakit ke hulu berenang-renang kemudian dan sejenisnya. Apakah berdosa menjadikan itu sebagai prinsip hidup kita?" jelas pak Darman panjang lebar.
"Kami hanya mengingatkan, pak. Kalau bapak mau mengikuti silakan, kalau tidak terserah saja" Sahut tokoh-tokoh agama itu terlihat kesal menanggapi penjelasan pak Darman.
"Apakah sumber kebenaran hanya al-Qur'an dan Hadis saja?" Pak Darman kembali bertanya, tetapi tidak seorangpun menjawab.
"Mungkin bagi bapak-bapak sumber kebenaran hanya al-Qur'an dan Hadis saja, tapi bagi saya kebenaran bisa datang dari mana saja. Asal bisa membawa kebaikan, apa salahnya kita ikuti?" Lanjut pak Darman bertanya tapi beberapa saat tidak ada yang menjawab.
"Kalau sekedar moto atau prinsip hidup dan tidak bertentangan dengan ajaran agama saya kira tidak masalah", sahut ustadz Karim dan kamipun mengangguk-angguk, sementara tokoh-tokoh agama itu hanya terdiam dengan raut kecewa.
"Kalau bapak tidak mengikuti saran kami silakan saja. Dosa bapak tanggung sendiri", tiba-tiba tokoh-tokoh agama itu berseloroh lalu pergi meninggalkan kami.
Sejenak kami hanya bisa terdiam, tapi terus terang saya terkejut mendengar penjelasan pak Darman. Saya sama sekali tidak menyangka, pak Darman yang selama ini kami kenal bukan ahli agama mampu menanggapi dengan bijak sikap dan pandangan orang-orang yang hanya menghabiskan hidupnya untuk mempelajari agama.
Secercah cahaya serasa menyinari pikiranku. Tiba-tiba otakku serasa bergumam, kebenaran tidak harus berasal dari agama, tapi bisa datang dari mana saja. Memaksakan segalanya harus dari agama layak dipertanyakan kebenarannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H