"Tulisan di dinding pagar ini adalah hadis palsu, atau setidaknya hadis lemah. Jadi kami meminta pak Darman menghapusnya atau menggantinya dengan hadis lain yang lebih shahih, karena Islam melarang kita ber-hujjah dengan hadis palsu", jelasnya.
"Benarkah ini hadis lemah?" Tanyaku yang selama ini meyakini hadis itu.
"Benar, bahkan bukan hadis alias hadis palsu" Sahut tokoh agama itu sambil menjelaskan asal usul-hadis itu.
Kami sangat terkejut mendengar penjelasan orang itu. Selama ini hadis itu begitu populer di kampungku dan sudah diajarkan pada kami sejak kecil. Kami tidak menyangka ternyata itu bukan hadis.
"Lalu bagaimana pak Darman?" Tanya ustadz yang sepertinya juga baru tahu bahwa tulisan itu bukan hadis.
"Saya tidak akan membongkarnya" Sahut pak Darman.
"Itu hadis palsu. Bapak harus membongkarnya. Bapak boleh pasang tulisan dari hadis lain yang shahih dan bisa dipercaya kebenarannya" Jelas tokoh agama itu panjang lebar. Saling bersahutan tokoh-tokoh agama itu menceramahi pak Darman dan kami tentang hadis dan hadis-hadis palsu untuk memaksa pak Darman menghapus hadis itu dari dinding pagarnya.
"Maaf bapak-bapak", Pak Darman mulai angkat bicara.
"Saya tidak tahu banyak soal agama, apalagi hadis. Tulisan di dinding itu mungkin hanya hadis palsu, atau bahkan bukan Hadis" Jelas pak Darman.
"Saya tidak peduli itu hadis atau bukan, karena bagi saya tulisan itu adalah moto hidup saya, prinsip hidup saya. Tulisan itu yang memotivasi saya bekerja keras dan berusaha berbuat kebaikan semampu saya. Apakah ada yang salah dari moto itu?" Pak Darman balik bertanya.
"Isinya tidak ada yang salah pak Darman, tapi ini hadis palsu. Berdosa hukumnya ber-hujjah pada Hadis palsu" tegas tokoh-tokoh agama itu.