Mohon tunggu...
Irfan Tamwifi
Irfan Tamwifi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Bagikan Yang Kau Tahu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membongkar Nasab Habaib ala Guru Gembul

28 September 2024   07:05 Diperbarui: 13 November 2024   01:53 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Respon Hanif Alatas atas pemikiran guru Gembul dalam diskusi nasab di kantor Rabithah Alawiyah (RA) memperlihatkan bahwa sajian data dan analisa yang dikemukakan guru Gembul menjadi sebuah pukulan keras bagi Habaib Ba'alawi. Hanif Alatas pasti tidak merasa perlu merespon dan membangun framing yang menuduh guru Gembul sebagai penganut materialisme Barat dan berbagai tuduhan tidak berdasar lainnya, bila forum diskusi tersebut berhasil mematahkan pendapat guru Gembul.  

Diskusi di kantor RA sebenarnya berjalan sangat kondusif, dengan kesimpulan yang diserahkan pada pemahaman dan keyakinan masing-masing orang. Framing Hanif Alatas terhadap guru Gembul justeru memancing keingintahuan, sejauh mana argumen guru Gembul membongkar nasab Ba'alawi dengan data dan analisisnya.

Jalannya Diskusi

Secara umum diskusi berlangsung kondusif, teratur dan terkendali. Masing-masing pihak mendapatkan kesempatan menyampaikan pandangannya sehingga terlihat jelas perbedaan pola pikir, sudut pandang dan kualitas arguentasi masing-masing pihak. Tidak ada respon emosional apalagi debat kusir seperti debat-debat di televisi swasta nasional, bahkan dalam beberapa kesempatan beberapa Habaib peserta diskusi turut mengemukakan pendapat.

Pemahaman kitab kuning gus Wafi terlihat sangat memadai, tapi pemahaman tentang metodologi ilmiah tampak kurang yang membuatnya sering gelagapan dan tidak “nyambung” saat merespon penjelasan guru Gembul. Beberapa kali moderator bahkan berusaha mengambil mikropon gus Wafi karena tanggapan yang diberikan kurang terarah. Meski beberapa kali turut memberikan counter atas pendapat guru Gembul, Habib Shahab, sang moderator mampu menjadi moderator yang fair dan menyikapi pendapat guru Gembul secara proporsional.

Lengkap dan terukurnya data dan logika yang digunakan membuat forum debat menjadi “milik” guru Gembul. Sejak orasi pembuka, guru Gembul menghentak forum pedebatan tersebut dengan berbagai kejutan yang membuka wawasan baru tentang benar-tidaknya klaim Habaib Ba'alawi sebagai keturunan nabi. Beberapa pandangan guru Gembul terhadap keshahihan nasab kaum Habaib Ba'alawi dapat dirangkum sebagai berikut.

Habaib Sumber Masalah

Orasi pembuka guru Gembul mengejutkan peserta diskusi dengan narasi yang pada masa-masa sebelumnya mustahil dinyatakan langsung di hadapan para Habaib, apalagi di ruang kantor RA. Guru Gembul menegaskan bahwa munculnya polemik nasab bukan terjadi karena tesis kyai Imadudin melainkan akibat bobroknya kelakuan para Habaib sendiri. Pembongkaran nasab Habaib Ba'alawi merupakan konsekwensi dari sikap jumawa para Habaib Ba'alawi, yang tanpa malu menyombongkan nasabnya hingga melanggar etika yang diajarkan oleh nabi.

Sejak tahun 2000-an banyak Habaib memamerkan sikap dan perilaku tidak terpuji, yang jauh dari nilai-nilai agama bahkan tak segan melukai perasaan umat Islam. Beberapa Habaib begitu mudahnya menghujat, melaknat, mencela, menebar fitnah, framing bahkan menjadi biang terjadinya persekusi dan kekerasan atas nama agama. Banyak masyarakat yang sebenarnya tidak setuju bahkan tersakiti oleh ucapan dan tindakan beberapa Habaib, tetapi tidak banyak yang berani bersuara karena masih ada anggapan bahwa Habaib keturunan nabi.

Banyak masyarakat muslim tidak nyaman bahkan terganggu ulah para Habaib, tetapi ragu untuk mengkritik apalagi melawan. Apalagi beberapa tokoh Habaib dikenal memiliki pengikut fanatik. Mereka tidak ragu melakukan persekusi dan kekerasan dan nyaris tidak pernah tersentuh hukum, yang membuat banyak orang berpikir panjang untuk melawan. Bahkan guru Gembul sendiri pada awalnya ragu untuk datang ke kantor RA karena khawatir soal jaminan keamanan.

Guru Gembul menelanjangi kebobrokan moral yang dipertontonkan para Habaib Ba'alawi di berbagai panggung dan media sosial. Guru Gembul menyebut beberapa nama Habaib saja, Riziq Shihab, Bahar bin Sumaith dan Novel Alaidrus sebagai contoh Habaib yang sikap dan perilakunya jauh dari ajaran dan nilai-nilai agama.

Nabi Muhammad identik dengan akhlak mulia, bertolakbelakang dengan para Habaib yang dari panggung ke panggung menebar narasi-narasi penuh fitnah, ujaran kebencian, provokasi, kata-kata kotor dan merendahkan orang lain. Beberapa tokoh Habaib Ba'alawi terdengar menyangkal hal tersebut, tetapi tidak dapat menyangkal fakta karena video-video mereka beredar luas di berbagai platform media sosial.

Kalangan RA sempat membela diri bahwa mereka lepas tangan karena sudah mengingatkan koleganya tapi tidak kuasa mengubahnya. Masalahnya, kalangan RA tidak pernah memberikan pernyataan terbuka di hadapan publik bahwa mereka tidak sepaham dengan hal demikian. Tokoh-tokoh Habaib bahkan saling membela satu sama lain, yang menunjukkan bahwa pada dasarnya mereka satu kata satu tujuan, hanya berbeda posisi dan peran.

Kelakuan para Habaib yang sering melampaui batas membuat banyak masyarakat muslim diam-diam mulai mempertanyakan apakah benar mereka keturunan nabi. Itu sebabnya masyarakat menyambut gembira tesis kyai Imaduddin karena menemukan dasar keyakinan bahwa Habaib Ba'alawi bukan keturunan nabi. Keyakinan itu membuat masyarakat tidak perlu takut kuwalat untuk mengkritik atau menentang para Habaib.

Apalagi tesis Kyai Imaduddin diikuti terbongkarnya berbagai kebusukan yang dilakukan para Habaib seperti pemalsuan makam,  sejarah serta berbagai ajaran yang penuh khurofat dan tidak masuk akal. Masyarakat semakin bersemangat membongkar kepalsuan nasab Habaib Ba'alawi, bahkan melawan Habaib Ba'alawi dinilai sebagai keharusan demi membersihkan nama nabi saw dari sikap dan perilaku orang-orang tidak bermoral, karena mustahil mengakui orang-orang tak bermoral sebagai bagian dari nabi.

Guru Gembul juga menggarisbawahi bahwa debat tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan hanya akan memperuncing persoalan. Guru Gembul mernyarankan RA dan para Habaib Ba'alawi mawas diri atas apa yang mereka lakukan selama ini, bukan mengkambinghitamkan pihak lain. Moderator diskusi yang juga mewakili RA tidak menyangkal dan tampak memahami kenyataan ini, meski tidak menunjukkan respon akan mengikuti saran guru Gembul.

Doktrin (Thariqah) Habaib Bermasalah

Dalam orasinya guru Gembul juga membongkar sebagian ajaran atau doktrin (thariqah) keagamaan Habaib yang dinilai bermasalah. Guru Gembul menyoroti doktrin Habaib Ba'alawi yang mengajarkan bahwa nasab merupakan aspek terpenting dalam agama, yang kedudukannya lebih tinggi dibanding ilmu. Banyak dan seringnya para Habaib menarasikannya dalam berbagai ceramahnya menunjukkan bahwa hal itu memang doktrin yang diajarkan di kalangan Habaib Ba'alawi.

Bukan satu dua, tapi banyak narasi Habaib yang tersebar luas di media sosial yang menyatakan bahwa derajat para Habaib paling bodoh dan ahli maksiat 70 kali lebih mulia dibanding ulama atau kyai yang paling alim. Ajaran mendahulukan nasab di atas ilmu jelas-jelas tidak sesuai dengan tuntunan nabi dan ajaran Islam yang lazim dipercaya oleh sebagian besar umat Islam, apalagi nasab yang mereka banggakan sedang dipertanyakan kebenarannya.  

Selain soal nasab, banyak sekali Habaib yang tanpa rasa berdosa menebar ajaran-ajaran tahayul dan khurofat  yang menyimpang jauh dari ajaran Islam. Banyak Habaib membodohi masyarakat dengan kisah kekeramatan leluhur mereka hingga melampaui nabi. Pemandu diskusi atau peserta yang hadir tetapi tidak mampu menyangkal itu semua karena terlalu banyak bukti tersebar di media sosial. Apalagi beberapa waktu kemudian Bahar bin Sumaith menegaskan bahwa ajaran demikian memang bagian dari doktrin (thariqah) Habaib Ba'alawi.

Ilmu Nasab Habaib Tidak Ilmiah

Disadari atau tidak, pukulan paling mematikan guru Gembul terletak pada pandangannya bahwa metodologi ilmu nasab yang digunakan oleh Habaib Ba'alawi tidak ilmiah. Ilmu nasab yang digunakan Habaib Ba'alawi dibangun berdasarkan tradisi lisan yang kebenarannya bersifat subyektif dan tidak dapat diverifikasi. Data-data nasab Habaib Ba'alawi hanya didasarkan atas sumber internal mereka sendiri dan tidak dapat diverifikasi secara empiris dengan data-data luar, yang oleh kyai Imaduddin disebut sebagai kitab sejaman. 

Di sinilah titik terlemah dari klaim nasab Habaib Ba'alawi sebagai keturunan nabi. Mungkin karena itulah Hanif Alatas pada diskusi sebelumnya dan dalam banyak kesempatan menghindari metodologi ilmiah sebagaimana dilakukan Kyai Imaduddin serta tuntutan tes DNA. Hanif Alatas selalu menegaskan metodologi ilmu nasab tradisional yang mereka gunakan selama ini sebagai metode yang sah dalam menetapkan nasab. Argumen yang sama digunakan Gus Wafi dalam menghadapi guru Gembul, sehingga dengan mudah dipatahkan. Gus Wafi bahkan nampak masih gagap dan kebingungan dalam memahami konsep ilmiah. 

Klaim tanpa data terverifikasi membuat nasab Habaib Ba'alawi dengan mudah runtuh ketika dikaji secara ilmiah, sebagaimana dilakukan oleh Kyai Imaduddin, Menachem Ali hingga pendekatan genetik melalui tes DNA. Bahkan dengan pendekatan statistik sederhana, guru Gembul mampu menunjukkan bahwa klaim sebagai keturunan nabi oleh para Habaib Ba'alawi sama sekali tidak dapat dipercaya.

Rangkaian Nasab Terputus

Guru gembul menilai nasab Habaib Ba'alawi tidak dapat dipercaya bukan berdasarkan kajian ilmu nasab, melainkan dengan analisis statistik sederhana. Dengan terlebih dahulu bertanya pada forum tentang tahun kelahiran dan kematian leluhur Habaib Ba'alawi yang rata-rata menggunakan angka tahun genap, guru Gembul menunjukkan bahwa kemungkinan kebenaran rangkaian nasab Habaib Baalwi hanyalah satu berbanding sekian miliar, alias mustahil.

Apalagi setelah guru Gembul menanyakan kebenaran angka tahun tersebut, para Habaib yang hadir menyatakan bahwa angka tahun tersebut memang tidak diketahui dengan pasti, sehingga dengan tegas guru Gembul menyatakan bahwa itu artinya nama-nama tersebut sebenarnya memang tidak ada. Ini sudah cukup menjadi petunjuk bahwa banyak nama dalam rangkaian nasab Habaib pada dasarnya tidak tercatat, fiktif, alias tidak ada, atau hasil rekaan belaka, kecuali pada beberapa tokoh dengan angka tahun tertentu.

Guru Gembul menggunakan nasab Riziq Shihab yang diklaim sebagai keturunan nabi ke 37 atau 38. Klaim tersebut mustahil berdasarkan perhitungan umum perpindahan generasi yang rata-rata berpindah 4-5 generasi setiap 100 tahun. Bila benar keturunan nabi, para Habaib Ba'alawi saat ini seharusnya generasi ke 60 bahkan 70-an, atau paling minim ke 48. Faktanya, mereka mengklaim sebagai generasi di bawah 40, sehingga mustahil nasabnya tersambung sampai pada nabi.

Moderator tampaknya sudah menyiapkan jawaban atas penjelasan guru Gembul dengan menunjukkan artikel yang menunjukkan perpindahan generasi rata-rata 31 tahun. Data tersebut tetap saja terlalu jauh dan mustahil tersambung dengan nasab nabi karena jumlah rangkaian nasab yang terlalu sedikit. Salah seorang peserta diskusi dari kalangan Habaib menggunakan pengalaman mereka sendiri dan keluarganya yang baru berpindah generasi di usia sekitar 45 sebagai bukti, tetapi tetap saja tidak memenuhi analisis hipotetik guru Gembul, karena sifatnya kasuistik dan kemungkinan terjadinya kecil.

Digunakannya analisis semacam ini sangat boleh jadi membuat banyak nasab yang mengklaim sebagai keturunan nabi gugur dan tidak dapat dipercaya, baik akibat ilmu nasab yang tidak ilmiah ataupun rangkaian nasab yang tidak masuk akal. Meski demikian hal itu lebih baik dari pada klaim nasab dikapitalisasi untuk kepentingan pribadi dan kelompok.

Penutup

Meski tidak menggunakan perspektif ilmu nasab, paparan data dan analisis guru Gembul benar-benar menuntaskan polemik nasab yang mustahil dibantah dengan data terverifikasi dan argumen logis yang sepadan. Forum diskusi di kantor RA seakan hanya memberikan panggung besar buat guru Gembul untuk membongkar nasab Habaib Ba'alawi secara terbuka. Diskusi yang semula ditujukan untuk menguliti dan membungkam guru Gembul telah berbalik memporak-porandakan klaim Habaib Ba'alawi sebagai keturunan nabi.  

Penjelasan guru Gembul begitu mudah dipahami bahwa secara logis statistik bahwa para Habaib Ba'alawi jelas-jelas bukan keturunan nabi. Digunakannya analisis statistik membuat data dan hasil perhitungan yang disajikan guru gembul sulit disanggah dengan data dan analisis yang sepadan. Beberapa Habaib yang mencoba menyanggah dengan pengalaman pribadi tidak mampu menggugurkan hasil analisa terhadap data-data yang lebih komprehensif, sebab selama 1400an tahun lebih tidak mungkin dibatalkan dengan kasus perkasus.

Sekalipun diskusi berjalan baik, ironisnya masih ada saja Habaib Ba'alawi yang berusaha mempertahankan klaim sebagai keturunan nabi melalui framing dan narasi sebagaimana dilakukan oleh Hanif Alatas. Analisis menohok guru Gembul dibalas dengan tuduhan mengada-ada. Hanif Alatas menyebut guru Gembul sebagai penganut paham ini dan itu, padahal Hanif Alatas menghindar ketika guru Gembul mengundangnya untuk berdiskusi secara langsung dan terbuka . Lagi-lagi Habaib Ba'alawi mempertontonkan rendahnya moral dari seorang yang mengklaim sebagai keturunan nabi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun