Mohon tunggu...
Irfan Tamwifi
Irfan Tamwifi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Bagikan Yang Kau Tahu

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ngeri, Perawatan di Ruang Isolasi Covid-19

5 April 2021   00:52 Diperbarui: 5 April 2021   01:13 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Di saat kami berdoa dengan penuh derai air mata tiba-tiba sebuah pesan tertulis dari nomor istriku,“Aku akan lebih bersabar lagi biar cepat sembuh”. Antara percaya dan tidak percaya, ternyata istriku tidak jadi dipasang ventilator. Dia bahkan tidak tahu akan dipasang ventilator untuk membantunya bernafas. Aku dan anak-anak berpelukan dan begitu bahagia mendengarnya.

Di tengah-tengah kelegaan itu, tiba-tiba kenalanku di rumah sakit menelpon dan menjelaskan bahwa istriku sedang menstruasi yang membuat kondisinya menurun. Aku cukup lega mendengarnya dan berharap kondisi istriku membaik malam ini. Akupun kembali chatting sama istri dan memberinya berpuluh-puluh pesan motivasi.

Pukul 21.48, tiba-tiba istriku kembali menelpon tapi tidak terjawab di handphoneku, lalu menelpon ke nomor anakku dengan nafas tersengal-sengal. Dengan suara parau istriku berteriak-teriak minta tolong karena tidak bisa bernafas. Dia sudah memanggil perawat via telepon tapi tak ada yang datang. Aku kembali berusaha menenangkannya dan memintanya mencoba bernafas sebisanya. Berkali-kali aku mencoba menelpon perawat, tapi tidak tersambung karena gugup.

Baru pukul 21.54 teleponku berhasil diterima seorang perawat wanita. “Istri saya tidak bisa bernafas tolong dibantu” pesanku dan perawat itupun mengiyakan. Sementara di hanphone anakku aku terus mendengar suara istriku berusaha berteriak minta tolong dengan suara tercekik. Beberapa lama aku memintanya tenang, menyebut nama Allah dan bersabar. Sambil menenangkan istriku, beberapa kali aku kontak perawat via whatsapp, “Tolong, istriku tak bisa bernafas”. Aku lega setelah 21 menit kemudian mendengar suara seseorang masuk ke ruangan istriku dan sejenak kemudian telepon terputus. Pukul 23.05 perawat mengabarkan bahwa istriku akhirnya diberikan ventilator untuk membantu pernafasannya. Aku lega mendengarnya. Apapun tindakan yang dilakukan, setidaknya istriku tidak dibiarkan menderita. 

Meski demikian, sejujurnya aku lega dengan perasaan terluka dan memendam beribu tanya. Penyakit istriku memang membahayakan perawat dan petugas kesehatan yang bekerja di sana, tapi benarkah petugas kesehatan hanya masuk ke ruang pasien pada jam-jam tertentu saja?” Seperti itulah SOP penanganan pasien yang kondisinya tidak stabil dan bisa naik-turun sewaktu-waktu? Bagaimana bisa pasien yang sudah tercekik tanpa bisa bernafas harus menunggu jadwal untuk mendapatkan pertolongan?

Aku memang awam soal ilmu kedokteran, tapi bila benar cara kerja semacam ini, aku jadi berfikir banyak pasien tak tertolong bukan karena tingkat keparahan penyakitnya, tapi karena cara kerja dan tanggung jawab profesi yang tak masuk akal. Ingin sekali memindahkan istriku di rumah sakit lain, tapi di mana? Jangan-jangan ini sudah “tradisi” kita, sehingga dirawat di rumah sakit manapun sama saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun