Mendengar wacana pemulangan bekas WNI yang menjadi warga negara ISIS benar-benar mengusik kengerian bagi sebagian besar masyarakat negeri ini yang masih mencintai kedamaian dan akal sehat.
Berbagai argumen dikemukakan oleh para pihak yang menolak maupun mendukung repatriasi para pendukung "negeri teror" tersebut dan tampaknya gerakan penolakan jauh lebih besar dibanding pendukungnya. Selain ormas dan partai politik yang terkenal sebagai pendukung konservatisme-radikalisme dan Komnas HAM yang memang harus bersuara demikian, tidak banyak masyarakat Indonesia yang setuju dengan ide memulangkan mereka.
Hal ini dikarenakan dampak positif pemulangan mantan WNI warga ISIS sama sekali tidak ada, selain dari segi eufemisme kemanusiaan, bahkan dampak negatifnya begitu nyata di depan mata. Menampung pengungsi jauh lebih baik karena track record kaum radikal terukir jelas dalam sejarah. Mereka tidak mengenal terima kasih apalagi  kemanusiaan. Mereka adalah manusia bermasalah secara mental yang belum ada satupun rumah sakit jiwa yang terpercaya untuk mengobatinya.
Membiarkan mereka tetap di negeri impiannya menjadi cara memutus sebagaian mata rantai kejahatan ini. Dampak negatif kehadiran mereka bahkan begitu nyata dan tidak perlu diragukan lagi. Di antara dampak negatif yang pasti harus dihadapi oleh masyarakat negeri ini bila mereka dibiarkan masuk ke Indonesia adalah sebagai berikut.
1. Â Ancaman Teror di dalam Negeri
Mereka yang telah memilih memutuskan untuk pergi ke Syiria dan melepaskan kewarganegaraan Indonesia adalah orang-orang yang sudah mati daya nalarnya. Sebagian dari mereka memang sangat boleh jadi hanya ikut-ikutan, tetapi hanya satu-dua orang. Bahkan sejak dini anak-anak mereka sudah dididik dan dipersiapkan sebagai calon teroris masa depan.
Pengalaman dan obsesi mereka selama menjadi rakyat ISIS tidak mungkin hilang begitu saja. Membiarkan mereka kembali apalagi dengan sengaja memulangkan ke Indonesia sama halnya dengan mengundang virus penyakit sosial masuk ke negeri ini secara legal.
Hari-hari ini mereka memang sedang kalah, tetapi hasrat radikalnya tidak akan mudah padam. Radikalisme adalah bahaya laten yang sangat potensial untuk bangkit kembali di kesempatan lain. Alumnus Afganistan dan Philipina sudah membuktikan betapa kecil kemungkinan bagi mereka untuk "dinormalkan" kembali.
Screening para pengikut ISIS hanyalah omong kosong di tengah lemahnya kemampuan institusi pemerintah untuk mentaringnya. Kuatnya jaringan radikal di institusi-institusi pemerintah dan masyarakat bukan mustahil hanya mempermulus jalan bagi masuknya teroris secara massive.
2. Â Memperkuat Radikalisme
Maraknya gerakan radikal di Indonesia bukanlah isapan jempol semata, sebab gerakan konservatif dan radikal di  Indonesia bukan lagi gerakan bawah tanah, melainkan juga didukung oleh institusi dan organisasi sosial keagamaan dan politik formal yang secara hipokrit telah turut serta di tengah percaturan sosial dan politik di negeri ini. Di berbagai daerah dapat dijumpai basis-basis gerakan radikal bahkan sebagian ditunjang dengan berbagai institusi sosial, pendidikan bahkan pesantren bercita rasa radikal.