Mohon tunggu...
Irfan Tamwifi
Irfan Tamwifi Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Bagikan Yang Kau Tahu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tanda-tanda Dosen Pembimbing Sulit

23 Agustus 2013   22:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:54 1267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat menyelesaikan kuliah, mahasiswa biasanya dihadapkan pada keharusan menyusun tugas akhir, yaitu melakukan penelitian dan menulis karya ilmiah di bawah bimbingan seorang dosen. Proses bimbingan sebenarnya sederhana saja. Mahasiswa bertugas mengerjakan penelitian dan menulis laporan, sedang dosen bertugas memberi koreksi, saran dan masukan.

Hanya saja, karakter dosen-dosen tertentu kadang membuat proses yang seharusnya sederhana berubah menjadi rumit. Mahasiswa yang bernasib apes karena harus berhadapan dengan dosen sulit dihadapkan pada kesulitan tambahan yang tak jarang jauh lebih sulit dibanding penulisan karya ilmiah itu sendiri.

Situasi tersebut tak jarang membuat mahasiswa tertekan, bahkan putus asa. Sebagian yang tak mampu mengendalikan emosi dapat memilih jalan pintas bahkan cara-cara irasional, seperti "menjahitkan" karya ilmiah pada orang lain, main suap, hingga ke paranormal.

Tanda-tanda dosen sulit sebenarnya dapat dikenali. Hanya saja, maka kebanyakan mahasiswa kurang mengenalinya karena karena berhadapan dengan dosen pembimbing pada umumnya merupakan pengalaman pertama. Di antara tanda-tanda dosen pembimbing atau bahkan penguji yang termasuk kategori manusia sulit adalah sebagai berikut.

1.   Melecehkan

Sebagian dosen lupa bahwa mereka pernah menjadi mahasiswa. Mereka memandang rendah, tidak respek, pada mahasiswanya, seolah manusia paling hebat di dunia. Padahal, dosen seperti itu biasanya tak punya karya menonjol, selain jabatan politik di kampus. Bisa jadi saat mahasiswa dulu mereka mendapat perlakuan yang lebih buruk, sehingga merasa perlu menjadikan mahasiswa sebagai korbannya.

Mereka tak segan menggunakan ungkapan-ungkapan melecehkan pada mahasiswa yang tak jarang membuat mental mahasiswa runtuh (down). Selain menimbulkan beban mental pada mahasiswa, ungkapan-ungkapan melecehkan biasanya menyulitkan komunikasi antara mahasiswa dengan sang dosen.

2.   Koreksi dan Saran tak jelas

Tak jarang mahasiswa tak paham apa yang dipermasalahkan oleh dosen pada karya ilmiahnya. Kadang dosen hanya hanya nyerocos tanpa mampu dipahami mahasiswanya, atau menyarankan sesuatu tanpa mendengar pendapat mahasiswanya, kecuali sang mahasiswa memang tidak lebih memahami yang dia kerjakan dibanding dosennya. Padahal apapun rupa karyanya, mahasiswa sendiri yang harus mempertanggungjawabkannya di hadapan penguji maupun pembaca.

Dosen yang seharusnya membantu memberi pencerahan, tak jarang justeru membuat pemahaman mahasiswa terhadap subyek penelitiannya semakin gelap. Akibatnya, banyak karya akhir mahasiswa berubah-ubah, tanpa jelas sebabnya. Mahasiswa hanya berfikir bagaimana kuliah cepat selesai tanpa peduli paham atau tidak pada apa yang dikerjakannya.

3.  Mudah marah

Bimbingan secara kebahasaan seharusnya merupakan proses manusiawi, yang logis dan etis. Apalagi penelitian dan karya ilmiah merupakan karya yang logis, faktual dan sistematis. Tak selayaknya hal logis dibangun berdasarkan sikap emosional.

Masalahnya, proses tersebut kadang berubah menjadi fase yang sangat emosional, karena sikap dosen yang mudah mengumbar amarah.  Kondisi ini membuat sebagian mahasiswa harus mengerjakan tugas akhir di bawah tekanan, yang tentunya sangat mempengaruhi kualitas karya ilmiahnya.

3.   Mudah tak menepati janji

Dosen-dosen tertentu mengharuskan mahasiswa membuat janji konsultasi. Bahkan ada dosen yang sikapnya melampaui menteri atau presiden, yang untuk bertemu mahasiswanya sendiri harus melalui proses berbelit seolah mau menemui debt collector saja. Padahal dosen hanya pegawai biasa, yang kebetulan mengajar di perguruan tinggi.

Tugas pokok dosen adalah melayani mahasiswa, tapi dosen sulit biasanya dapat seenaknya membatalkan janji konsultasi tanpa pemberitahuan. Janji bertemu mahasiswa dianggap sama sekali tak penting, sehingga dapat pergi begitu saja tanpa kabar berita. Selain mengecewakan, berurusan dengan dosen seperti ini tentu sangat merepotkan.

4.   Enggan ditemui

Ada pula dosen yang suka bersikap sok sibuk. Meski ada di kampus atau di rumah, mereka enggan menemui mahasiswanya. Menjadi mahasiswa yang harus berurusan dengan dosen seperti ini lebih buruk dibanding pengemis dan pengamen jalanan.

Dosen seperti ini menempatkan dirinya sebagai orang sok penting, sok sibuk di hadapan mahasiswanya. Berurusan dengan dosen semacam ini benar-benar menguji kesabaran mahasiswa, sebab manusia macam ini hanya respek pada pejabat dan seolah lupa bahwa keberadaan mereka sebenarnya untuk melayani mahasiswa.

5.   Sok kuasa

Dosen sulit pada umumnya justeru tak jelas kemenonjolannya di bidang keilmuan, bahkan sekalipun sudah bergelar profesor sekalipun. Berurusan dengan dosen tipe ini terasa berat, karena di hadapan mahasiswa mereka berprinsip mencari masalah, mencari hal-hal yang dapat memperumit urusan mahasiswa. Prinsip yang mereka pakai biasanya, "kalau bisa dibuat sulit kenapa dibuat mudah?"

Kadang dosen menjengkelkan seperti ini adalah mantan pajabat kampus yang masih haus kekuasaan tetapi tak lagi mendapat kesempatan. Bawaan dosen seperti ini hanya marah-marah, minimal sikapnya sangat sinis, seolah masih menjabat pimpinan kampus.

6.   Menyoal hal-hal di luar substansi

Resiko lain berhadapan dengan dosen sok kuasa adalah sikap dosen yang tak proporsional. Mereka biasa menyoal hal-hal di luar penelitian dan karya ilmiah. Perhatian mereka bukan pada materi bimbingan, tetapi hal lain yang tak ada kaitannya dengan penelitian dan karya ilmiah, seperti sikap, kasus, urusan administrasi, atau hal-hal yang tak dia sukai pada mahasiswanya.

Intinya, sang dosen sulit hanya berusaha memperumit urusan bukan mempermudah urusan. Mahasiswa akan terbebani hal-hal di luar penelitian, karena urusan mahasiswa dengan sang dosen meluas pada masalah-masalah yang tak terbayangkan akan dihadapi.

Meski demikian perlu disadari, bahwa kuliah pada dasarnya miniatur kehidupan. Kadang hidup harus berhadapan dengan hal-hal dan manusia tak masuk akal, tetapi tetap harus dihadapi. Berdoa dan berusahalah terus agar proses apapun dapat dilalui dengan baik, sebab setiap ujian adalah jalan untuk mengangkat derajat orang yang mampu melampauinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun