Tak tahan dengan keributan yang tak kunjung usai, akupun beranjak dari meja kerja. "Sini. Biar ayah yang pegang remote" Sahutku sembari mengambil remote dari tangan Zahra.
Sejenak kemudian, aku pindahkan chanel ke acara sinetron, tapi sejenak kemudian berganti iklan.
"Ih.., ayah" sergah Zahra dengan raut kesal.
"Ayah juga suka cerita itu, sayang" jelasku santai.
"O... Pantes. Ada keturunannya" sergah anak gadis remajaku dengan wajah kian sewot.
"Ayah kok malah gitu, sih?" Sambung istriku.
"Itu cerita tidak mendidik, yah. Itu kan kaya cerita pangeran kodok, pangeran ikan, puteri angsa. ceritanya selalu sama. Dia dikutuk jadi binatang, lalu kembali menjadi manusia setelah menemukan puteri atau pengeran cantik yang mencintainya dengan tulus" Zahra menjelaskan lagi.
"Itu artinya kamu sudah nonton, kan? Adikmu kan belum? Jadi biarkan saja, sayang" bujukku.
"Idih... malah ngeledek. Ayah memang paling pinter ngeles" sergah anak gadisku.
"Itu cerita yang paling ayah suka, sebab ayah juga pernah jadi pangeran kodok, bahan pangeran kecoa", sahutku tenang.
"Bohong" Sergahnya lagi.