Mohon tunggu...
Nashywa NilaFirnanda
Nashywa NilaFirnanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mahasiswa D4 Perbankan dan Keuangan Fakultas Vokasi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Meningkatnya Kasus Kekerasan pada Anak, Pilih Pola Asuh Zaman Dulu atau Sekarang?

15 Juni 2022   09:40 Diperbarui: 15 Juni 2022   10:44 1867
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: klikdokter.com

Menikah dan memiliki buah hati merupakan impian bagi semua orang. Tak jarang, calon orang tua bahkan sudah memikirkan masa depan untuk anaknya. Sayangnya, banyak dari mereka yang mengabaikan edukasi pola asuh dan menganggap bahwa belajar cukup dari pengalaman saja. Padahal salah pola asuh bisa berdampak hal yang negatif pada diri anak, bahkan bisa meninggalkan trauma.

Menurut Masud Hoghughi, Direktur Aycliffe Centre for Children, pola asuh merupakan hubungan antara orang tua dan anak yang multidimensi dapat terus berkembang. Mencakup beragam aktifitas dengan tujuan anak mampu berkembang secara optimal dan dapat bertahan hidup dengan baik.

Ditinjau dari penelitian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat kasus kekerasan pada anak sebanyak 2.826 kasus per 18 Maret 2022. Angka ini dapat terus bertambah jika banyak orang tua yang masih berfiikiran bahwa edukasi pola asuh itu tidak penting.

Masih banyak orang tua yang mengikuti pola asuh zaman dulu. Dimana anak dipaksa untuk selalu patuh apa perkataan orangtua. Hal ini membuat anak merasa terkekang dan tidak bisa mengekspresikan dirinya dengan bebas. Anak juga lebih terbatas untuk mengutarakan pendapatnya. Dengan polah asuh seperti ini dapat menimbulkan jarak antara orang tua dan anak.

sumber: motherandbeyond.id
sumber: motherandbeyond.id

Orang yang berpendapat bahwa lebih bagus menggunakan metode pengasuhan zaman dulu dari pada zaman sekarang menganggap meskipun orang tua dulu tidak jauh dari kekerasan berupa pukulan, tetapi pukulan ini membuat anak tidak lagi melakukan hal yang salah. Dengan ini, akhirnya anak paham dan tidak mengulangi kejadian yang sama.

Contoh saja ketika anak terbentur meja, orang tua dulu pasti memukul meja dan berkata "Oh, meja ya yang salah. Yasudah Ibu pukul mejanya" ataupun "Mana yang nakal? Oh meja ya nakal". Hal ini menanamkan pola pikir anak bahwa setiap ada yang membuat dirinya menangis mereka harus memukul, padahal kenyataanya tidak. Kejadian ini dapat menyebabkan persepsi yang salah dan orang tua melakukan tindakan kekerasan tanpa disadari.

Kekerasan bisa terjadi tidak pada fisik saja, bisa juga karena kekerasan emosional, penelantaran anak dan kekerasan seksual. Hal ini bisa jadi karena pola pikir dan pengalaman orang tua semasa kecil. Terlebih lagi mereka menganggap bahwa itu adalah hal biasa dan lumrah terjadi.

Pola asuh yang salah dapat menimbulkan racun dalam jangka panjang meskipun dengan takaran sedikit demi sedikit tapi dapat mematikan. Pengetahuan orang tua yang kurang, dapat membuat mereka tidak menyadari jika sudah menjadi toxic parents. Apalagi jika bekas pemukulan bisa terlihat langsung di atas kulit rasa sakitnya lebih terasa.

Sudah seharusnya pemerintah membuat kebijakan tes pemahaman pola asuh untuk pasangan yang berencana memiliki anak. Hal ini bisa saja menjadi solusi untuk menurunkan angka kekerasan anak yang ditimbulkan dari pola asuh orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun