[caption id="attachment_226940" align="alignleft" width="300" caption="Ilustrasi dari Google"][/caption] Bulan Puasa merupakan bulan yang sangat ditunggu-tunggu bagi setiap kamu muslimin. Demikian juga aku, masa kecilku di Kampung kecil di Pinggiran Kota Salatiga. Bulan puasa merupakan bulan yang sangat spesial, bagi kami anak-anak usia belasan.Bukan hanya masalah ibadah, bulan puasa juga membawa berkah, makanan yang berlimpah, sungguh membuat senang kami anak-anak kampung. Sore hari kami, tadarusan bareng di mushola, sudah ada warga yang membawa makanan buat berbuka puasa. Walaupun hanya teh manis dan singkong goreng, tapi kami sudah bersyukur menikmatinya. Habis sholat maghrib berjamaah, kami berlari pulang ke rumah masing-masing. Hidangan buka puasa sudah disiapkan di rumah. Walaupun hanya dengan nasi sayur bayam dan lauk tempe goreng tapi kami sangat menikmatinya. Waktu menunggu sholat Isya kami bermain-main di depan mushola, ada yang bermain kembang api, main petak umpet rasanya senang sekali. Ada beberapa ibu-ibu jualan makanan kecil di depan mushola, dan itu hanya ada pada waktu bulan puasa. Ditengah-tengah kami capek bermain biasanya kami membeli minuman atau makanan yang dijajakan ibu-ibu, sebelum warungnya tutup pas azan isya. Tarawih di kampung kami selalau dua puluh tiga rekaat, walaupun rekaatnya banyak tapi berlangsung sangat cepat. Sholat membuat kami berkeringat karena cepatnya gerakan sang imam dalam sholatnya, tapi kami menikmatinya. Di sela-sela sholat selalu ada muazin yang berteriak melafalkan doa-doa, dan kami mengamininnya dengan bacaan yang sekeras-kerasnya sampe suara kami habis, itulah sebagian euforia ramadhan di masa kecil saya selalu teringat sampai sekarang. Habis sholat tarawih kami memukul bedug, sambil membaca sholawat nabi. Anak-anak gegap gempita melafalkan sholawat dan menabuh alat-alat musik tradisional seperti kentongan bambu, ember bekas, kaleng bekas, kendang membuat suasana ramadhan semakin semarak di mushola kecilku. Malam semakin larut, tapi kegiatan mushola belum juga reda, acara dilanjutkan dengan tadarussan, semalam kami harus merampungkan dua juzz. sehingga pada hari ke lima belas kita sudah khatam Alquran yang biasanya dilaksanakan pada malam Nuzulul Quran. Pada malam itu semua warga membawa tumpeng ke mushola dan kita makan bersama sebagai wujud rasa syukur atas karuniaNya. Pada bulan puasa, saya dan anak-anak sebaya saya tidak tidur di rumah, kami tidur di mushola. Jam dua malam kami bangun, kami membawa tetabuhan seperti : kentongan bambu, besi bekas, bedug, ember bekas, kita pukul memadukan menjadi irama yang enak di dengar. kita keliling kampung, membangunkan para warga supaya bangun untuk melaksanakan makan sahur. Tidak ada yang membayar kami, tapi kami semangat berjalan berkilo-kilometer menyusuri gang-gang kampung, dengan memanggul bedug yang berat. Kami senang kami bahagia. Tradisi ini kita sebut dengan "percalan". Sesudah kami selesai percalan, kami pulang ke rumah masing-masing. Hidangan sahur sudah disiapkan di rumah.Setelah selesai sahur, kami bergegas menuju mushola, sambil menunggu imsyak kami melaksanakan sholat sunnah di mushola. Aku sangat rindu suasana itu, suasana puasa di kampung walaupun sederhana tapi begitu semarak dan semangat beribadahnya sangat tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H