Mohon tunggu...
Muhammad Nashihun
Muhammad Nashihun Mohon Tunggu... wiraswasta -

Saya biasa dipanggil Annas, lahir dipinggiran kota kecil salatiga, pendidikan terakhir Teknik Geodesi UGM. Sekarang tinggal di pamulang tangerang, sebagai pedagang online untuk alat-alat pemetaan dan GPS (www.gpsmurah.com) Sudah berkeluarga dan mempunyai satu orang anak, hampir dua. Interest ke teknologi kebumian, gadget, internet marketing, online store, dan kuliner.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Lebaran Terakhirmu

7 Agustus 2013   13:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:32 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memori  lebaran masa kecil, mungkin itulah lebaran yang paling berarti sepanjang hidup kita. Sehingga banyak dari kita ingin sekali mengulang masa-masa itu. Mulai dari ritual-ritual yang dilakukan menyambut lebaran seperti nyekar, mengirim makanan ke saudara-saudara dekat, beli baju baru, bikin petasan, menyiapkan hidangan-hidangan yang disajikan  dan lain sebagainya. Sehari sebelum lebaran, merupakan hari yang spesial buat Ibuku, Ibuku seorang pedagang sayur di pasar. Biasanya sehari menjelang lebaran adalah hari dimana orang akan belanja banyak buat kebutuhan lebaran. Pagi buta sehabis sholat subuh Ibu sudah berangkat ke pasar, setelah sebelumnya menyiapkan ketupat dan bumbu-bumbu buat dimasak seharian. Hari itu adalah harapan terakhir Ibuku, untuk menghabiskan dagangannya, karena setelah lebaran pasti pasar sepi dan tidak ada pembeli. Sehingga hari itu adalah hari pertaruhan dimana dagangan ibuku akan laku atau layu untuk dibawa pulang lagi. Hari itu ibuku akan menyiapkan stok lebih banyak dari hari biasanya. Sementara Ibu berangkat ke pasar, Bapak menyiapkan hidangan special buat kita berlebaran. Ketupat yang sudah diisi  beras dan dicuci ama ibuku, Bapak yang merebusnya di atas tungku dengan kayu bakar, setiap jam Bapak membolak-balik ketupat dan menambahkan air agar tidak gosong. Memasak ketupat memang harus lama untuk menghasilkan ketupat kualitas terbaik, pulen dan awet (tidak mudah busuk). Disela-sela merebus ketupat Bapak menyembelih ayam kampung hasil dari peliharaan kita. Bumbu-bumbu sudah disiapkan sama ibu, kita yang membersihkan bulu-bulu ayam dan membantu memotong-motong ayam dan mencucinya sampe bersih. Sementara menunggu hidangan masak, kita bersihkan rumah, menata meja , menyiapkan toples-toples untuk kue lebaran. Bapak tidak mempunyai anak perempuan, kita berlima laki-laki semua. Jadi semua pekerjaan kita kerjakan baik pekerjaan dapur sampe urusan bersih-bersih rumah untuk persiapan lebaran. Bapak seorang guru, sehingga akan banyak tamu yang akan datang ke rumah kami. Waktu ashar tiba, saatnya kita pergi ke makam untuk mengirim doa untuk para leluhur yang sudah mendahului kita. Hari terakhir puasa merupakan hari yang rasanya paling lama dalam setahun. Hidangan ketupat, opor ayam, perkedel, sambel goreng kentang sudah menunggu di meja makan. Itulah hidangan spesial kami, yang hanya bisa kita nikmati pada hari raya idul fitri saja. Makan ketupat dengan lauk opor ayam nikmatnya tak terkira, dan rasanya tidak ada makanan yang lebih lezat lagi selain itu. Pagi itu, setelah kami sholat ied lebaran tahun 2006. Kami semua berkumpul di ruang tamu. Bapak terlihat bahagia walaupun sudah empat tahun melawan stroke , terlihat Bapak semakin berwibawa dalam kesederhanaannya. Suasana hening menunggu Bapak membuka pembicaraan :” Anak-anakku dan cucu-cucuku semua, Bapak bersyukur kita bisa berkumpul semua dalam lebaran ini, Bapak juga sangat bersyukur atas anugrah yang sudah diberikan Allah sehingga Anak-anak sudah bisa mencari rizki sendiri-sendiri. Bapak berpesan semoga yang selama ini yang sudah Bapak jaga untuk selalu berbuat baik ke semua orang, tidak dirusak oleh anak-anakku semua. Jadilah orang yang baik, dan bermanfaat bagi masyarakat. Jangan tinggalkan agamamu, karena itu pedoman hidupmu, tidak ada gunanya harta berlimpah tapi kita jauh dari agama. Bapak ingin kalian menjadi orang yang benar dan lurus itu saja pesanku…”. Sambil meneteskan air mata Bapak tidak sanggup lagi berkata. Mungkin itulah firasat Bapak di lebaran terakhirnya, karena empat bulan kemudian Bapak dipanggil Allah SWT untuk selama-lamanya. Mataram, Menjelang Idul Fitri 1434 H

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun