Perempuan di Indonesia dituntut untuk bisa melakukan pekerjaan rumah seperti memasak dan mencuci. Namun, ketika perempuan tidak mampu melakukan hal tsb, mereka langsung dicibir dan mendapat kata-kata yang tak pantas. Apakah hal tersebut memang sepantasnya didapatkan perempuan?
Konsep rumah tangga di Indonesia pada umumnya masih menggunakan norma sosial tradisional, yang menempatkan laki-laki atau suami sebagai kepala keluarga, pemimpin, dan sekaligus pencari nafkah. Namun, konsep ini belakangan mulai diperdebatkan lantaran tidak mengusung kesetaraan antara suami dan istri, contohnya memasak.
Memasak adalah basic life skill yang harus dimiliki oleh siapapun itu tanpa melihat gender yang ada. Bisa memasak tidak apa, tidak bisa memasak juga tidak apa-apa. Namun, dalam masyarakat sendiri masih hadir stereotype bahwa wanita harus bisa memasak, terlebih apabila sudah menikah.
Melalui stereotype tersebut, akan hadir juga stereotype lain, seperti wanita ideal itu yang bisa memasak. Bahwa standar wanita itu harus bisa memasak, apabila tidak maka akan dipandang sebelah mata oleh orang-orang sekitar, terlebih bagi mereka yang kerap mencampuri urusan orang lain.
Tetapi banyak masyarakat Indonesia yang menghubungkan bahkan mematok basic life ini harus dan wajib ada dalam diri seorang wanita. sehingga apabila seorang wanita tidak memiliki hal itu akan menjadi pandangan buruk bagi dirinya untuk masa depan terutama saat sudah menikah nanti.
Seorang laki-laki pun harus bisa memasak dan mencuci karena itu adalah basic life yang harus dimiliki oleh siapapun. Jadi, jika seorang wanita tidak pandai memasak ataupun belum bisa memasak itu bukan suatu hal yang buruk karena prosesnya masih bisa dijalani dengan baik setelah menikah dengan kerja sama antara pihak suami dan pihak istri.
Mengusung kesetaraan gender juga bisa dibangun melalui support system. Misal, suami dan istri yang sama-sama bekerja, sama-sama tidak suka melakukan pekerjaan domestik, bagaimana jalan tengahnya? Bisa dengan mempekerjaan asisten rumah tangga. Ini adalah jalan keluar yang terbaik bagi kedua belah pihak. Suami istri bisa tetap bekerja dan berkarya, dan urusan domestik tetap terselesaikan dengan baik.
Perdebatan sensitif ini memang tak pernah usai. Stereotype ini memang masih ada hingga saat ini, karena sebagian banyak orang menyatakan bahwa memasak itu identik dengan perempuan.
Padahal memasak dan mencuci itu merupakan suatu keahlian dasar yang harus dimiliki oleh semua orang agar tidak melulu bergantung pada orang lain khususnya pada kondisi-kondisi tertentu. Seorang wanita yang belum ahli dalam memasak setelah menikah bukanlah sesuatu yang salah, karena sebuah rumah tangga dibangun oleh dua orang dimana keduanya saling bekerja sama untuk memenuhi kehidupan yang layak.
Menurut Sobat, sebaiknya perempuan harus bisa melakukan pekerjaan domestik atau tidak? Yuk, bagikan pandangan kamu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H