Mendengar kata siber, kiranya sudah tak asing lagi dan akhir -- akhir ini menggaung di telinga (salam hai...) para netizen. Sering orang membahas mengenai kejahatan siber atau yang sering disebut Cyber Crime. Nampaknya hal itu kian banyak ditanggapi oleh pemirsa sekalian karena bahaya yang ditimbulkan akibat kejahatan siber ini juga tak main -- main.
     Eittsss... Tunggu dulu. Mungkin sebagian dari kita ada yang tidak mengetahui apa itu Siber sebenarnya. Mari kita bahas. Secara nomina, siber dapat diartikan sebagai sistem komputer dan informasi. Secara adjektiva atau sifatnya, siber berarti berhubungan dengan internet. Dalam arti lain, siber itu adalah dunia maya. Jadi, apapun yang berhubungan dengan dunia elektrik yang menyambung ke internet, maka bisa dikatakan itu siber.
     Lanjut pada topik yang lebih spesifik. Di era mileneal ini, telah terbukti adanya fakta di lapangan yang memperlihatkan bagaimana orang -- orang memperlakukan dunia modern ini dengan baik dan semakin berkembang. Seiring kemajuan teknologi terutama yang mengacu pada pemanfaatan internet atau dunia maya, survei mengatakan bahwa angka gagap teknologi semakin berkurang. Namun, dibalik itu semua, seakan -- akan manusia tak sadar bahwa mereka telah termanfaatkan oleh yang namanya dunia maya. Seperti candu, sungguh tak lucu, bila generasi mudaku selalu terpaku pada riuhnya dunia maya yang ancamannya sudah tak lagi semu. Jadi, sungguh tak heran bila saya menyebut era ini sebagai Generasi Menunduk.
     Sedikit -- sedikit menunduk, mengeluarkan handphone dari dalam kantong, melihat ke bawah. Mungkin sudah terbiasa, hingga sambil jalanpun tetap melihat handphone. Duduk main handphone -- selfie sendiri, di toilet main lagi -- dengerin musik, naik motor main lagi, kumpul bareng rekan sejawat main lagi - #takmenghargai, dimana -- mana main handphone. Sungguh kini dunia siber yang semakin meluas dapat mempengaruhi cara berpikir manusia dimana terhipnotis dalam kurungan teknologi yang semakin mutakhir.
     Perkembangan teknologi makin meledak -- ledak, semakin banyak manusia masuk ke dalam dunia maya, semakin miris pula kehidupan manusia yang ternyata menarik mereka dalam kehidupan anti sosial. Chatting, apdate status, apload foto dan video, ngegame, unduh - iya kalo bener unduh-nya di media sosial memanfaatkan kualitas siber yang hari demi hari cenderung semakin inovatif sampai lupa waktu - melewati tengah malam yang pada akhirnya ngantuk di pagi harinya dimana hari yang dijadwalkan untuk bekerja jadi molor dan semakin menunda -- nunda pekerjaan yang lain.Â
Mata merah karena kebanyakan melototin handphone -- katanya bergadang untuk bekerja. Handphone bagaikan cumbu rayu nomor satu yang tak tergantikan. Percuma kalau menyendiri terus, tidak pernah berkumpul sekedar membaur,  main handphone tak kenal waktu -- tiada henti, serasa hidup sudah tak ada gunanya lagi - Apatis lo -- You are Useless ! !
     Keseringan main handphone atau menatap layar gadget yang hanya ingin memuaskan diri masuk ke jejaring sosial -- menghubungkan ke internet. Sadarilah, ternyata ini membuat manusia jadi malas untuk bergerak. Dikit -- dikit nyuruh pembantu. Iya kalo punya pembantu, kalo nggak, emang mau nyuruh orang tuamu -- serasa raja atau ratu aja -- gila lo... Mager, bahasa yang sering disebut anak muda zaman sekarang. Mau gerak saja sudah terasa paling berat -- padahal badan cungkring.Â
Dilihat dari sisi lain, sebenarnya dunia siber itu membuat orang semakin terlena atau lupa diri, menganggap semua serasa enteng atau mudah, tinggal lihat handphone, sudah bisa belanja online, pesen makan dan minum tinggal online, nanti bisa diantar ke rumah, mau baca berita, streaming youtube, video call -- sama siapa tuhh..??, tinggal online. Hidup enak, tapi jiwamu untuk bersosial dengan orang lain semakin berkurang.
     Menunduk dan semakin menunduk -- ngantuk (kelamaan pegang handphone). Disini seseorang bisa terjangkit dengan yang namanya sindrom nomofobia, yaitu ketakutan tidak memiliki telepon genggam -- akses ke dunia siber. Dalam penelitian dari SecurEnvoy menyatakan bahwa 66 persen pengguna ponsel memiliki nomofobia. Tanda -- tanda kalau orang itu memiliki nomofobia terhadap ponsel, diantaranya mereka selalu mengisi baterai ponsel karena takut kehabisan -- colokan habis, gak punya power bank, ngecas di laptoppun jadi. Membawa ponsel kemanapun pergi -- ke toiletpun jadi. Baru lihat handphone, selang beberapa detik atau menit ambil dari kantong, lihat lagi. Tak menyangka, radiasi handphone sangat jelas -- terpampang nyata.
     Berubah zaman berubah teknologinya. Budaya asli semakin bergeser. Dahulu pada zaman kerajaan, rakyat hanyalah kacung atau pesuruh untuk melayani kaum bangsawan dan raja, menunduk -- nunduk diberi titah dan disuruh - suruh. Beda dengan era sekarang dimana masyarakat dimudahkan dalam memiliki handphone yang dengan harga 500 ribu sudah dapat smartphone canggih. Sudah bisa mengakses internet dimana sudah tidak disuruh -- suruh, tidak diberi titah, dan sudah tak ada lagi raja.Â
Kini merekalah yang seolah -- olah jadi raja -- sok-sok'an.Ada lagi, dulu waktu koran dan buku masih sangat populer, orang -- orang pada sibuk baca buku dan koran. Tidak hanya di rumah dan sekolah, di cafe, sedang ngopi bareng, di kereta dan bus, duduk berjam -- jam dihabiskannya untuk membaca. Namun, sekarang seolah gadget telah mengalahkan segalanya.