Apabila kemudian dikaitkan dengan peran lelaki dalam rumah tangga sebagai pencari nafkah, lalu bagaimana dengan para perempuan yang juga bekerja? Kemudian mereka juga harus menjadi sosok yang selalu ada di samping anak. Sedangakan lelaki tidak apa-apa, sebab lelaki harus menafkahi keluarganya selayak mungkin. Itu semua tidak adil.
Supaya anak tidak bertanya: "Dimana Bapak selama ini?"
Harusnya lelaki dan perempuan memiliki peran yang sama sebagai dapur yang baik, sekolah yang berkualitas dan raga yang siaga bagi seorang anak. Sebab anak adalah milik orang tua, bapak dan ibu, keduanya sama-sama bertanggung jawab atas keberlangsungan kehidupan seorang anak.
Saya yakin, bahwa ketika seorang perempuan melahirkan anaknya dan seorang lelaki bersikap siaga. Anak bukan lagi beban bagi ibunya, bukan lagi menjadi aspek penuntutan bagi perempuan dan peran bapak di mata anak akan jadi lebih jelas dan dapat dibanggakan.
Sebab selama ini banyak anak yang tidak merasakan kasih sayang seorang bapak. Hanya sosok ibu yang selalu ada, selalu siaga dalam memberi kasih sayang dan pendampingan. Padahal seorang perempuan yang menjadi ibu juga sepantasnya memiliki space untuk dirinya sendiri, baik dalam mengejar mimpi atau menjalani karirnya.Â
Saya berharap supaya kelak banyak anak yang merasakan aroma kasih sayang seorang bapak sebagai teman hidup mereka. Memberi kasih sayang ke anak bukanlah tanggung jawab ibu atau yang melahirkan saja, namun tanggung jawab kedua belah pihak yaitu bapak dan ibu.
Saya menuntut lelaki
Lebih mirisnya lagi dalam konteks perceraian, apabila kita mengingat banyaknya hak asuh anak yang diberikan atau diperebutkan seorang ibu daripada kepada seorang Bapak. Untung-untungan kalau sang bapak mau menafkahi, jika tidak maka sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab seorang Ibu.
 Tidak lain juga alasan yang lebih lumrah adalah bahwa perempuan lebih gemati dibandingkan lelaki. Begitu juga dengan hubungan antara anak dan ibu yang katanya memiliki keterikatan khusus sehingga seolah ibu lebih berhak dan bertanggung jawab terhadap anak, alasan yang klise. Namun apakah lelaki juga tak sepantasnya bersikap gemati kepada anak, berhak dan bertanggung jawab atas anak?
Dari sini apakah saya boleh bertanya? Apakah sebenarnya lelaki juga belajar parenting? Sebagai perempuan dan seorang anak, saya bisa mengatakan bahwa 1:100 rasio lelaki yang memperbicangkan dan belajar mengenai parenting. Sungguh miris. Kalaupun memang presepsi saya kurang tepat setidaknya saya telah memberikan pandangan sebagai perempuan yang selalu dihantui banyak "tuntutan" perihal parenting.
Jika selama ini perempuan mengangguk dengan lapang dada tentang segala penututan, bukankah wajar apabila perempuan juga memberi penuntutan yang sama kepada lelaki?