Di penghujung berakhirnya masya jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), melahirkan Peraturan Presiden (Pepres) NO : 52 Tahun 2014, tentang fasilitas rumah untuk Mantan  Presiden dan Wakil Presiden. Yang mengejutkan dan membuat mirisnya hati rakyat kecil adalah besar dana yang akan di pergunakan untuk membeli/membangun rumah yang akan di berikan kepada mantan Presiden dan Wakil Presiden itu pagunya masing masing sebesar Rp 20 Milyar.
Munculnya Pepres ini tentu mengundang pro dan kontra bagi bangsa Indonesia. Ada yang sependapat dengan munculnya Pepres itu, disebabkan Mantan  Presiden dan Wakil Presiden adalah para pemimpin Negara. Jadii  tidak ada salahnya mereka ini di beri hadian rumah mengingat dari jasa jasa mereka sebagai pemimpin Negara dan bangsa.
Namun tidak sedikit pula jumlah rakyat negeri ini yang menolak atas lahirnya Pepres tersebut. Apa lagi kelahiran Pepres tersebut menjelang berakhirnya masya jabatan Presiden SBY. Rakyat yang tidak setuju terhadap lahirnya Pepres tersebut menuding dilahirkannya Pepres itu hanya semata mata untuk kepentingan Pribadi bagi Presiden dan Wakil Presiden yang berkuasa saat ini.
Apa lagi munculnya Pepres tersebut ditengah tengah kemiskinan yang sedang mendera bangsa ini. Jangankan untuk membangun rumah sebagai tempat berteduh, untuk makan sehari hari saja kebanyakan bangsa negeri ini masih dalam kepayahan, apa lagi untuk biaya pendidikan dan kesehatan bagi anak anak bangsa ini.
Kebijakan SBY menjelang berakhirnya masya jabatannya, banyak hal yang membuat rakyat negeri ini terheran heran. Sebelum lahirnya Pepres NO : 52 Tahun 2014 tentang Fasilitas Rumah bagi Mantan Presiden dan Wakil Presiden. SBY juga melahirkan peraturan terhadap pengawalan yang dilakukan oleh Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) terhadap mantan Presiden dan Wakil Presiden. Dengan membentuk Paspampres Groub D. artinya seluruh mantan Presiden dan Wakil Presiden selain di fasilitasi rumah mewah juga mendapat pengamanan dari Paspampres.
Tentu dengan munculnya peraturan peraturan yang mencengangkan rakyat Indonesia ini, menimbulkan pertanyaan, ada apa di balik semua ini?. Presiden SBY terlihat seperti sedang mengalami ketakutan yang sangat besar, sehingga di akhir masya jabatannya dia membuntuhkan pengawalan yang cukup ketat. Sementara Presiden dan Wakil Presiden sebelumnya dalam mengakhiri masya jabatan nya, tidak penah melahirkan peraturan peraturan yang aneh aneh untuk kepentingan diri mereka. Bahkan mereka tidak menuntut banyak kepada Negara, baik dalam hal pengamanan nya maupun dalam hal pengadaan rumah untuk tempat tinggal mereka setelah berakhirnya masya jabatan mereka sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Memang tidak selayaknya lah mantan Presiden dan Wakil Presiden di beri fasilitas oleh Negara setelah mereka mengakhiri masya jabatan nya di tengah tengah nasib rakyat negeri ini masih menderita. Tentu setelah mereka mengakhiri masya jabatan nya, mereka kembali menjadi rakyat biasa, dan kedudukan nya sama di mata hukum sesuai dengan apa yang di amanatkan oleh UDD 1945 dan Pancasila.
Dan seharusnya pula Presiden tidak layak untuk melahirkan Peraturan tentang pengadaan rumah baginya setelah berakhirnya masya jabatan nya. Bagi seorang Presiden dan Wakil Presiden uang sebesar Rp 20 Milyar, memang bukanlah seberapa, tapi bagi rakyat kecil untuk makan sehari hari saja susah tentu uang Rp 20 Milyar itu cukup besar, dan bisa membangun setidaknya 1000 unit Rumah Layak huni. Dan juga selama mereka menjabat Presiden dan Wakil Presiden mereka telah memiliki rumah rumah mewah dengan fasilitas mewah pula di berbagai tempat, bahkan mungkin di luar negeri. Lantas untuk apa mereka lagi rumah dengan dana sebesar Rp 20 Milyar. Ibnu Sutowo saja yang mantan Dirut Pertamina memiliki rumah di Negara Amerika, konon pula Presiden dan Wakil Presiden.
Lantas dalam konstek seperti ini bagai mana pula Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memandangnya. Apakah pemberian rumah kepada Presiden dan Wakil Presiden dengan menggunakan uang Negara bukan termasuk kepada Korupsi Kolusi dan Nefotisme (KKN)?. Bagaimana KPK menyikapi permasalahan ini?.
Fasilitas yang di berikan kepada Ketua dan Anggota DPRD di daerah dengan istilah uang sewa rumah saja sudah menjadi perhatian pihak Kejaksaan di daerah. Tentu kita masih ingat kasus uang sewa rumah yang di terima oleh Anggota DPRD Sumatera Barat yang akhirnya berujung ke Meja hijau. Karena pemberian uang sewa rumah kepada Anggota DPRD adalah KKN. Nah bagaimana dengan fasilitas rumah bagi mantan Presiden dan Wakil Presiden, apakah ini bukan termasuk dalam ranah KKN?. Semuanya terpulang kepada KPK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H