Mohon tunggu...
Nasakti On
Nasakti On Mohon Tunggu... -

Hidup adalah menunda kekalahan Karena kehidupan adalah awal dari kematian Dan Kematian adalah awal dari kehidupan Yang kekal dan abadi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jogja Terhina, France Tidak Perlu Minta Maaf

30 Agustus 2014   05:13 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:07 2063
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1409325014488993944

[caption id="attachment_356139" align="alignnone" width="673" caption="Ilustrasi/Fhoto Liputan6.com"][/caption]

Plorence Sihombing Mahasiswa fasca Sarjana (S2) Universitas Gajah Mada (UGM) Jogja Karta sempat membuat heboh para warga Jogjakarta dan UGM. Fasalnya Florence Sihombing menulis tentang Jogya di jarring social Fath miliknya. Kemudian terbaca oleh orang orang yang sedang berselancar di dunia maya.

Apa yang di tulis oleh Florence Sihombing di akun Fath miliknya tentang Jogja adalah perkataan biasa. Wanita berusia 28 tahun itu menulis “ Oh Sultan, Plis Mengertilah, Jokjamu terlalu membosankan “, kemudian dia juga menulis “ Jogja Sulks “, setelah itu menyusul tulisan nya “ Jogja Membosankan “ , dan tulisan nya yang satu lagi berbunyi “ Apalah Jogja ini Tanpa UGM “. Munculnya tulisan ini di dunia maya membuat para peselancar di dunia maya menjadi ribut. Tuduhan bahwa Florance Sihombing telah menghina Jogja dan UGM bermunculan menerpanya.

Yang anehnya bukan saja para peselancar di dunia maya meributkan hal ini, tapi justru media online juga turut meramaikan suasana, sehingga Florance Sihombing seperti mati ketakutan dan meminta maaf kepada warga Jogja dan orang orang yang terkait, yang merasa dirinya di lecehkan oleh Florence Sihombing melalui tulisan nya itu. Permintamaafan itu di tulisnya di jejaring social Path miliknya.

Sebenarnya jika mengamati apa yang di tulisnya tentang Jogja di jejaring social Path miliknya itu, adalah hal yang biasa, kemungkinan Florence Sihombing yang tinggal di Jogja untuk menyelesaikan kuliah S2 nya, melihat Jogja begitu membosankan. Lantas rasa kekesalan nya melihat Jogkja dia curahkan melalui jejaring social Fath miliknya, Apa salah nya?

Apalah Jogja ini tanpa UGM, perkataan ini siapa saja boleh mengucapkan nya, sama seperti jika orang yang datang berkunjung ke Medan, lantas berucap Apalah Medan Ini Tanpa Universitas Sumatera Utara (USU), atau Apalah Pekan Baru Ini Tanpa Universitas Riau (UNRI), atau juga Apalah Bandung ini Tanpa Institut Tehknelogi Bandung (ITB), atau juga Apalah Bogor Ini Tanpa Institut Pertanian Bogor (IPB), atau lain sebagainya, rasanya tidak ada yang salah dalam perkataan ini. Dan tidak perlu Florance Sihombing harus memintak maaf atas apa yang di tulisnya itu.

Jangankan untuk Jogja, untuk Kepala Negara saja, berbagai macam bentuk perkataan melayang di dunia maya melalui akun akun social, Toh, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Presiden Republik Indonesia tidak merasa terganggu dan terhina dengan kicauan para peselancar di dunia maya. Koq tulisan Frence Sihombing yang hanya menyampaikan unek uneknya tentang Jogja malah jadi ribut. Pada hal jika membaca apa yang ditulis oleh Frence Sihombing di blog Path milik nya itu adalah perkataan yang biasa dan tidak mengandung unsure Suku Agama Ras (SARA). Kenapa menjadi ribut.

Seharusnya apa yang di tulis oleh frence Sihombing, membuat kita harus mengintrosepeksi diri. Karena apa makanya Florance Sihombing menuliskan hal itu di jejaring social miliknya, tentu ada sebabnya. Hal ini hanya Florance sendirilah yang tahu apa yang dilihatnya, di dengarnya dan yang dialaminya di Jogja, sehingga dia mencurahkan isi hatinya yang merasa kesal melihat Jogja. Ingat Lho, Frolence Sihombing bukanlah anak kemarin atau anak bau kencur, tapi melainkan seorang sarjana yang akan menyelesaikan S2 nya, tentu dia mempunyai pandangan lain tentang jogja.

Siapapun boleh memiliki pandangan yang berbeda terhadap satu daerah. Tidak ada larangan untuk ini. Dan siapapun boleh menuliskan unek uneknya tentang suatu daerah dengan catatan apa yang ditulisnya tidak mengandung SARA. Tidak ada aturan hukum yang tertulis maupun yang tidak tertulis melarang seseorang mencurahkan unek uneknya terhadap satu daerah.

Marilah kita berpikir dengan jernih, dan jangan biasakan diri kita memiliki sipat Devide It Empera. Karena sipat dan budaya Pecah Belah Dan Kuasai sudah 69 tahun enyah dari Bumi Persada Nusantara. Salam Kompasiana, Salam buat Florence Sihombing.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun