[caption id="attachment_350304" align="alignnone" width="512" caption="Jusuf Kalla Takziah Kerumah Duka/Fhoto Tribun News"][/caption]
Handika murid SD berusia 12 tahun, si pemburu sedekah itu kini telah tiada. Kepergiannya menggoreskan luka yang dalam bagi keluarga dan teman sepermainannya. Secara kemanusiaan siapapun yang mendengar kabar tewasnya Handika di halaman rumah pribadi Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla di jalan H.bau Makasar akibat terincak ribuan kaki para kaum du’apa yang berebut sedekah sebesar Rp 50.000.- dan sebungkus kue yang di berikan oleh keluarga besar Jusuf Kalla pasti akan terenyuh.
Betapa miskin nya bangsa ini. Sehingga untuk mendapatkan sedekah sebesar Rp 50.000,- dan sebungkus kue dari orang kaya, mereka rela untuk mengorbankan jiwanya. Terlihat jelas bahwa negara memang tidak mampu untuk melindungi dan mensejahterakan rakyatnya.
Yang ironisnya, tewasnya Handika ketika berebut sedekah di rumah pribadi orang nomor dua di Indonesia., yang seharusnya hal ini tidak perlu terjadi. Sebagai seorang Wakil Presiden Terpilih, Jusuf Kalla mempunyai tanggungjawab terhadap kemiskinan yang di derita oleh rakyatnya, bukan harus ber eforia melakukan sedekah kepada rakyat miskin di kediaman nya.
Mmenurut Kapolres Makasar di mana lokasi rumah Pribadi Jusuf Kalla di datangi hampir 10 ribu kaum du’apa hanya untuk mendapatkan sedekah Rp 50.000,- dan sebungkus kue dari seorang wakil presiden. Betapa naib nya nasib bangsa ini. Dan betapa pongahnya Pemimpin bangsa ini, yang menjadikan ribuan kaum du’apa sebagai tontonan oleh keluarganya ketika berebut untuk mendapatkan sedekah dari pemimpin nya.
[caption id="attachment_350307" align="alignnone" width="512" caption="Ribuan fakis miskin/kaum du"]
Seharusnya kejadian yang menewaskan Handika ini tidak perlu terjadi, jika Jusuf Kalla dan keluarganya tidak bersifat eforia dalam menyalurkan sedekah kepada faklir miskin dan kaum du’apa. Sebagai seorang Wakil Presiden seharusnya Jusuf Kalla paham dan mengerti bahwa rakyat miskin dan kaum du’apa selain tanggungjawab negara, dan juga menjadi tanggungjawabnya sebagai pemimpin . Tapi yang terjadi pada kenyataannya, malah sang Wakil Presiden dan Keluarganya tidak beda jauh dengan orang orang kaya di negeri ini yang gemar memberikan sedekah kepada fakir miskin dan kaum du’apa dengan cara berebutan.
Dari tahun ketahun setiap perayaan menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri, pasti ada saja fakir miskin dan kaum dua’apa yang menjadi korban dalam merebut sedekah dari orang orang kaya di Indonesia. Seharusnya hal ini menjadi pelajaran bagi orang orang kaya di Indonesia agar tidak eforia dalam memberi dan menyalurkan sedekahnya kepada fakir miskindan  kaum du’apa.
Tidakkah terenyuh hati mereka ketika melihat ribuan, bahkan puluhan ribu fakir miskin dan kaum du’apa berebut sedekah yang mereka berikan dari balik pintu jeruji besi pagar rumahnya yang mewah. Mereka berhimpitan, saling desak dan saling injak hanya untuk mendapatkan sedekah yang jumlahnya hanya dapat untuk di belikan sebungkus nasi.
Tidakkah para orang orang kaya yang memberikan sedekahnya secara berebutan kepada fakir miskin dan kaum’du’apa melihat tetasan air mata para fakir miskin dan kaum du’apa untuk mendapatkan sedekah yang di berikannya.
Sebenarnya jika para orang orang kaya di negeri ini mempunyai hati dan perasaan, mereka bisa merasakan dan melihat bahwa bathin fakir miskin dan kaum du’apa itu menangis ketika mereka berbondong bondong mendatangi rumah rumah orang kaya yang memberikan sedekah kepada mereka. Tapi apa mau di kata semua itu sudah merupakan takdir dari yang maha kuasa untuk jalan hidup mereka yang tergolong fakir dan kaum du’apa yang harus mereka jalani.
Apa yang di sampaikan oleh juru bicara Jusuf Kalla, bahwa Handika adalah merupakan bocah pemburu sedekah di Makasar, seharusnya tidak perlu untuk di ucapkan. Karena siapapun tahun kenapa bocah yang berusia 12 tahun itu menjadi pemburu sedekah, tak lain karena di sebabkan kemiskinan dan ketiadaan yang di alami oleh keluarganya.
Ucapan juru bicara Jusuf Kalla kepada Merdeka Com, seakan memberikan penafsiran. Wajar jika Handika itu tewas dalam merebut sedekah, karena profesi anak tersebut adalah sebagai pemburu sedekah. Seolah olah Juru Bicara JK menyalahkan anak tersebut kenapa baru usia 12 tahun sudah ikut ikutan untuk berebut sedekah. Sementara di balik itu Juru Bicara Jusuf Kalla tidak mengerti dan memahami, bahwa kemiskinan yang ada pada diri bocah berusia 12 tahun itu adalah juga menjadi tanggungjawab tuan nya sebagai Wakil Presiden Negara Ini.
[caption id="attachment_350308" align="alignnone" width="300" caption="Korban tewas berebut sedekah dari tahun ketahun/Fhoto Kompasiana.com"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H