Mohon tunggu...
Narwan Eska
Narwan Eska Mohon Tunggu... Jurnalis - Pemahat Rupadhatu

Berkelana di belantara sastra, berliterasi tiada henti

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Enam Kali Parmin Terkejut

31 Agustus 2019   07:54 Diperbarui: 31 Agustus 2019   07:56 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: viva.co.id

PARMIN terus terusik omelan istrinya. Pagi tadi saat hendak pergi kerja, istrinya ngomel tak karuan. Tentu saja sebagai suami, Parmin tidak mau ribut-ribut sepagi itu. Maka segera dia meninggalkan rumah. Parmin jadi tidak berselera untuk sarapan.

Sudah hampir enam tahun mereka berumahtangga, namun belum juga mereka dikaruniai anak. Dulu Minah, istri Parmin, bercita-cita menjadi seorang istri dari orang kaya. 

Namun apa daya, ternyata dia kecantol dengan Parmin yang hanya sebagai buruh di sebuah pabrik dan hidup mereka pas-pasan. Belum memiliki momongan membuat keinginan lama Minah muncul kembali.

Keinginan yang sulit kesampaian itu menggumpal di dada dan berubah omelan yang meledak setiap bertemu suaminya. Sebagai buruh pabrik, Parmin hanya membawa pulang uang seminggu sekali. Itu pun Minah sangat kerepotan untuk membelanjakan selama seminggu ke depan. 

Minah sangat ingin seperti istri-istri tetangganya. Mereka semua memakai perhiasan lengkap. Bahkan perabotan rumah mereka bagus-bagus. Tidak seperti di rumahnya, dari dulu tidak ada perubahan. Justru semakin tak sedap dipandang.

***

Pagi ini Parmin terlihat ceria saat berangkat kerja. Pasalnya pagi ini dia tidak sarapan omelan. Sejak kemarin siang, istrinya pulang ke tanah kelahirannya. Kangen ibunya, begitu yang tertulis di secarik kertas di atas meja makan, saat Parmin membuka piring untuk makan sore. 

Meski telinganya tak berdengung, pikiran Parmin tetap berkecamuk. Mampukah segera membelikan perhiasan untuk istri tercinta? Jangankan membelikan perhiasan yang macam-macam, untuk makan sehari-hari pun pas-pasan. Memang tidak semua gajinya diberikan kepada istrinya. 

Meski hanya sedikit, Parmin menabungkan untuk persiapan lebaran. Dia tidak ingin istrinya cemberut saat bersilaturahmi ke tetangga atau sanak saudara hanya karena tidak memakai baju baru. Sehingga Parmin tidak ingin mengambil tabungannya, tak ingin pula pinjam di koperasi karyawan.

Seperti biasanya, Parmin selalu melamun setelah makan siang di kantin. Mbak Rus, sang pimpinan kantin, diam-diam memperhatikan Parmin dari dalam ruang kerjanya. Hingga ketika Parmin kembali dari toilet, Mbak Rus memanggilnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun