Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat kenyataan yang tampak begitu berlawanan. Ada orang yang berkata bahwa kejujuran adalah hal terpenting, tetapi justru membohongi orang lain.
Ada pula yang berkoar tentang pentingnya hidup sederhana, tetapi secara diam-diam memamerkan kemewahan di balik layar. Inilah fenomena yang disebut hipokrisi (sikap berpura-pura menjalani nilai tertentu, padahal perilakunya bertentangan). Â
Menurut penelitian yang diterbitkan oleh Journal of Personality and Social Psychology (Kalkstein et al., 2023), hipokrisi sering terjadi ketika seseorang merasa tertekan oleh norma sosial. Orang ingin diterima oleh kelompoknya, jadi mereka memalsukan sikap atau perilaku mereka demi terlihat "sesuai."
Akibatnya, mereka menjadi bagian dari lingkaran kebohongan yang tidak hanya merusak diri mereka sendiri, tetapi juga merugikan orang lain. Â
Kita Semua Pelaku, Kita Semua Korban (dusta kolektif)
Sadarkah kita bahwa hipokrisi sering kali bukan hanya perilaku individu, melainkan fenomena bersama? Kita, secara sadar atau tidak, menjadi pelaku sekaligus korban. Contohnya sederhana, ketika kita memuji orang lain di depan, tetapi mengkritiknya di belakang. Atau saat kita mengeluhkan korupsi, tetapi tidak ragu melanggar aturan kecil seperti menerobos lampu merah. Â
Penelitian dari Morrongiello & Mark (2008) menunjukkan bahwa orang yang terjebak dalam hipokrisi mengalami konflik batin yang tinggi.Â
Mereka merasa bersalah karena tidak hidup sesuai dengan keyakinan mereka. Ini bisa berujung pada stres, kecemasan, dan bahkan depresi. Di sisi lain, lingkungan sosial juga mendorong hal ini. Ketika kejujuran dihargai rendah, orang merasa perlu "menyembunyikan" diri mereka yang sebenarnya.
Hipokrisi bukan hal baru, dan kita melihatnya di berbagai tempat. Dalam dunia pendidikan, misalnya, kita sering mendengar kampanye tentang pentingnya pendidikan karakter, tetapi praktiknya? Anak-anak justru diajarkan bersikap kompetitif tanpa memperhatikan nilai-nilai etika.
Dalam politik, fenomena ini lebih mencolok. Seorang pemimpin bisa berbicara tentang transparansi, tetapi menutupi banyak hal dari publik.Â
David Runciman dalam bukunya Political Hypocrisy: The Mask Of Power, From Hobbes To Orwell And Beyond (2008) menulis bahwa hipokrisi dalam politik adalah ancaman serius karena bisa meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.