Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Unfollow Drama, Follow Peace

29 September 2024   11:44 Diperbarui: 29 September 2024   11:53 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi peace of mind | Image by Home.blog

Pernahkah kamu merasa hidup ini seperti ladang drama yang tidak pernah ada habisnya? Media sosial penuh dengan adu argumen, gosip, dan hal-hal kecil yang bisa meledak menjadi isu besar dalam hitungan detik.

Teman atau kolega sering kali terlibat konflik yang sebenarnya tidak perlu, tapi entah kenapa selalu ada di sekitarmu. Rasanya, semakin kamu berusaha menjauhi drama, semakin ia mendekat dengan cara yang lebih licin dan tak terduga.

Nah, jika kamu sudah mulai merasa penat dengan semua drama yang seolah tak berujung, mungkin sudah saatnya untuk unfollow drama, follow peace. Kedengarannya sederhana, tapi bagaimana caranya?

Mengapa Kita Suka Terjebak dalam Drama?

Coba kita jujur sejenak. Sebagian dari kita mungkin menikmati sedikit drama. Iya, ada kepuasan tersendiri saat kita mengikuti perkembangan konflik orang lain, baik itu di media sosial atau dalam kehidupan sehari-hari. Kenapa? Karena drama memberikan stimulasi emosional yang cepat dan instan.

Ada semacam ketegangan yang secara tak sadar, membuat kita merasa "terlibat." Bahkan ketika drama itu tidak secara langsung berkaitan dengan kita, otak kita terpicu untuk memperhatikannya dan sering kali, kita merasa seperti penonton di teater konflik yang seru.

Namun, di balik kesenangan sesaat ini, drama juga membawa efek negatif yang mendalam. Ia menguras energi, membebani pikiran, dan bisa menyebabkan stres yang sebenarnya tak perlu.

Drama menarik kita untuk terus ikut campur, seolah-olah tanpa kita, cerita itu tidak akan lengkap. Tapi, apakah kita benar-benar perlu terlibat dalam setiap drama yang muncul?

Langkah 1: Menentukan Batasan pada Media Sosial

Mari kita mulai dari lingkungan yang paling sering menjadi sumber drama, yups media sosial. Pernah tidak, kamu scroll timeline dan menemukan postingan yang isinya konflik, debat, atau bahkan drama antar pengguna? Nah, itulah salah satu sumber utama drama di era modern ini.

Algoritma media sosial memprioritaskan konten yang dapat memicu reaksi emosional, baik itu berupa suka, komentar, atau bahkan kemarahan. Semakin banyak orang terlibat, semakin besar drama itu berkembang.

Kuncinya adalah kontrol. Kamu tidak harus mengikuti semua akun yang membuat emosimu teraduk-aduk. Jika ada akun yang selalu memposting hal-hal negatif atau memicu drama, pertimbangkan untuk meng-unfollow mereka.

Jangan ragu untuk bersikap tegas terhadap apa yang masuk ke dalam timeline-mu. Ingat, media sosial itu seperti rumah virtual. Kamu yang menentukan siapa yang boleh masuk dan siapa yang harus dikeluarkan.

Mulailah memfilter konten yang kamu konsumsi. Alih-alih mengikuti akun-akun yang membawa drama, carilah konten yang memberikan energi positif, motivasi, atau inspirasi. Secara perlahan, kamu akan merasakan perubahan suasana hati yang lebih tenang dan damai ketika kamu membuka aplikasi tersebut.

Langkah 2: Jangan Terlalu Terlibat dalam Drama Orang Lain

Selain dari media sosial, sumber drama lainnya adalah lingkungan sekitar baik itu teman, rekan kerja, atau keluarga. Seberapa sering kamu mendapati dirimu terlibat dalam masalah atau konflik yang sebenarnya bukan urusanmu?

Kita sering kali merasa berkewajiban untuk ikut campur ketika melihat orang-orang di sekitar kita bertengkar atau terlibat konflik. Padahal, campur tangan kita sering kali malah memperkeruh suasana.

Ada sebuah pepatah yang mengatakan, "Tidak semua api harus dipadamkan." Kadang-kadang, lebih baik membiarkan konflik orang lain mereda dengan sendirinya tanpa kita ikut campur.

Fokuslah pada hidupmu sendiri dan biarkan orang lain menyelesaikan masalah mereka sendiri. Ini bukan berarti kamu tidak peduli, tetapi lebih kepada memahami bahwa kamu tidak bisa (dan tidak harus) menyelesaikan setiap drama yang ada di dunia ini.

Sebaliknya, cobalah menjadi penonton yang bijak. Jika orang di sekitarmu terjebak dalam drama, tawarkan nasihat atau dukungan jika diminta, tapi jangan terlibat terlalu jauh. Beri mereka ruang untuk mengatasi masalahnya sendiri. Kamu akan merasa lebih damai karena tidak terbebani dengan drama orang lain.

Langkah 3: Mempraktikkan Mindfulness dalam Kehidupan Sehari-Hari

Salah satu cara paling efektif untuk follow peace adalah dengan berlatih mindfulness. Mindfulness adalah tentang menjadi sadar penuh atas apa yang kamu rasakan, pikirkan, dan alami pada saat ini.

Alih-alih terjebak dalam emosi negatif atau drama yang sedang terjadi, mindfulness membantu kamu memusatkan perhatian pada apa yang benar-benar penting.

Pernahkah kamu merasakan bahwa drama sering kali terjadi karena kita terlalu bereaksi? Misalnya, saat seseorang memberikan komentar negatif atau provokatif, kita cenderung merespon secara emosional. Inilah yang sering kali memicu eskalasi drama.

Dengan mindfulness, kamu belajar untuk tidak bereaksi secara otomatis. Kamu bisa berhenti sejenak, menarik napas, dan menilai apakah situasi tersebut layak mendapatkan respon atau tidak.

Cobalah untuk lebih sadar dengan emosi yang muncul dalam dirimu. Apakah kemarahan itu berasal dari situasi yang nyata, atau hanya karena kamu terpancing oleh drama di luar sana? Dengan semakin sadar akan emosi sendiri, kamu akan lebih mudah untuk melewati konflik tanpa terseret ke dalam pusarannya.

Langkah 4: Pilih Pertempuranmu dengan Bijak

Tidak semua masalah harus diselesaikan, dan tidak semua konflik harus dihadapi. Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dengan terlibat dalam drama yang tidak membawa kebaikan.

Salah satu kunci untuk hidup damai adalah dengan memilih "pertempuran" yang benar-benar penting bagi kamu. Jika ada sesuatu yang memang memerlukan perhatianmu, tangani dengan bijak. Namun, jika ada drama yang tidak akan memberikan dampak apa-apa dalam hidupmu, biarkan saja. Itu bukan urusanmu.

Memiliki kedamaian dalam hidup bukan berarti menghindari semua konflik. Sebaliknya, ini tentang memilih dengan bijak mana yang layak mendapatkan waktu dan energi kita. Kamu akan terkejut betapa seringnya masalah yang kamu pikir besar ternyata hanyalah bayang-bayang dari drama yang bisa diabaikan.

Langkah 5: Menghargai Kedamaian dan Ketenangan

Ketika kamu berhasil unfollow drama dan mulai follow peace, kamu akan merasakan perbedaan besar dalam hidupmu. Kedamaian bukanlah keadaan yang didapatkan secara tiba-tiba, melainkan hasil dari keputusan-keputusan kecil yang kita ambil setiap hari.

Setiap kali kamu memilih untuk tidak terlibat dalam drama, setiap kali kamu memilih untuk tenang di tengah konflik, kamu sedang membangun kehidupan yang lebih damai.

Namun, perlu diingat, kedamaian ini butuh dipelihara. Jangan biarkan drama kembali menyelinap masuk ke dalam hidupmu. Jadikan kedamaian sebagai prioritas utama, dan kamu akan melihat bagaimana hidupmu menjadi lebih ringan dan lebih bermakna.

Hidup Damai adalah Pilihan, Bukan Kebetulan

Pada akhirnya, hidup damai adalah pilihan yang harus kamu buat secara sadar. Kamu bisa terus terjebak dalam siklus drama yang tak berujung, atau kamu bisa memilih untuk meninggalkannya dan memulai perjalanan menuju kedamaian.

Unfollow drama, follow peace. Ini bukan hanya slogan, tetapi sebuah filosofi hidup yang bisa membawa perubahan besar dalam cara kita menjalani hari-hari kita.

Jadi, mulai sekarang, mari pilih kedamaian. Setiap kali ada drama yang datang menghampiri, tanyakan pada diri sendiri, apakah ini layak? Apakah ini akan membawa kedamaian dalam hidupku? Jika jawabannya tidak, maka biarkan saja berlalu.

Peace akan selalu menjadi pengikut setia bagi mereka yang memilih untuk meninggalkan drama di belakang.

Pena Narr, Belajar Mencoret...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun