Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - طلب العلم

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Mempertanyakan Moralitas dalam Konteks Skeptisisme Radikal

28 Agustus 2024   07:26 Diperbarui: 28 Agustus 2024   07:28 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diskursus untuk moralitas | Image by Isfdiscourse.org

Skeptisisme radikal, sebuah pandangan yang meragukan kemampuan manusia untuk mengetahui sesuatu dengan pasti, memunculkan tantangan serius terhadap konsep moralitas.

Jika segala sesuatu bisa diragukan, termasuk pengetahuan dasar tentang dunia, lalu bagaimana kita bisa yakin bahwa nilai-nilai moral yang kita pegang teguh benar-benar sahih? Apakah ada sesuatu yang benar-benar "baik" atau "buruk", atau apakah itu hanya sekadar konstruksi yang kita ciptakan berdasarkan pengalaman dan tradisi?

Dalam filsafat, skeptisisme radikal sering kali dikaitkan dengan pemikir seperti Descartes yang melalui metode keraguannya, mempertanyakan semua pengetahuan hingga ia menemukan dasar yang tidak bisa diragukan lagi.

Namun, ketika diterapkan pada moralitas, skeptisisme ini tidak menawarkan kepastian, melainkan membuka ruang bagi pertanyaan: Apakah moralitas memiliki dasar objektif, atau apakah semuanya relatif terhadap perspektif individu atau budaya tertentu?

Salah satu implikasi utama dari skeptisisme radikal terhadap moralitas adalah tantangan terhadap klaim-klaim moral yang absolut. Jika tidak ada kepastian dalam pengetahuan, bagaimana kita bisa yakin bahwa moralitas kita benar?

Hume, misalnya, berpendapat bahwa "moralitas bukanlah hasil dari penalaran rasional, melainkan dari perasaan dan emosi kita". Dengan kata lain, apa yang kita anggap "benar" atau "salah" lebih didasarkan pada bagaimana kita merasakannya, bukan karena ada kebenaran moral yang objektif di luar sana.

Pemikiran ini membawa kita ke wilayah relativisme moral, di mana nilai-nilai moral dianggap bergantung pada konteks budaya, sosial, atau bahkan individu.

Jika moralitas tidak memiliki landasan objektif, maka setiap klaim moral bisa jadi tidak lebih dari sekadar preferensi subjektif. 

Ini menimbulkan pertanyaan sulit: Apakah ada tindakan yang benar-benar salah, atau apakah semuanya relatif? Dalam dunia yang didominasi oleh skeptisisme radikal, klaim moral universal menjadi sulit dipertahankan.

Namun, skeptisisme radikal tidak selalu berujung pada nihilisme moral, di mana semua nilai dianggap tidak berarti. Beberapa filsuf, seperti Sartre dalam eksistensialismenya, berargumen bahwa "meskipun nilai-nilai moral mungkin tidak objektif, kita tetap memiliki tanggung jawab untuk menciptakan makna dan nilai dalam hidup kita sendiri". Dalam pandangan ini, moralitas tidak diberikan dari luar, tetapi diciptakan melalui tindakan dan pilihan kita sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun