[caption id="attachment_96114" align="aligncenter" width="680" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption]
Belasan ekor anak ayam warna coklat dan hitam mengikuti langkah mamak yang tergesa menuju halaman depan. Aku yang keheranan melihat tingkah ayam-ayam piatu malah membuat mamak tertawa. ”Mamak ayam ro mamak ni lah. Induknyo pai (pergi) entah kama (kemana),” ujar mamak.
[caption id="attachment_94497" align="alignleft" width="300" caption="Mak jadi mamaknya ayam juga (foto : ninuk)"]
Rumah mamak berderet empat rumah. Berselang satu bangunan yang dibangun sendiri, rumah kak May, tiga rumah berbentuk sama. Rumah bantuan.
Mamak tak pernah melupakan peristiwa yang merenggut harta bendanya tahun 2002 lalu. ”Pas–tanggal 17 Ramadhan,” banjir bandang meluluhlantakkan rumah, menyeret ternak, bangunan sekolah, juga jembatan di Gampong Lubuk Layu, Kecamatan Samadua, Kabupaten Aceh Selatan. Untuk mengingat kejadian tersebut, bahkan Sila anak gadis mamak menulis di bukunya. ”Tanggal 16 Oktober 2002,” tukas anak bungsu mamak yang juga dipanggil Mande ini.
”Rumoh mamak dulu ka sitin (di sana), Nuk. Dakek (dekat) jembatan, dakek rumoh pak Keuchik. Kalau balai –pertemuan- ro dulu rumoh sekolah,” kisah mamak. Bersama warga masyarakat lain, mamak mengungsi bertahun-tahun di gampong tetangga.
[caption id="attachment_94501" align="aligncenter" width="300" caption="rumah mamak, rumah tetangga-tetangganya"]
Seperti warga negara Indonesia yang lain, walau tertimpa bencana mamak masih merasa beruntung. Doa mamak selama di pengungsian justru terjawab setelah Aceh menjadi pusat perhatian dunia. ”Untung idak ado jiwa mati. Untung Aceh tsunami, mamak dikasi rumoh. Kepiang (uang) masih sisa buat rumoh mak. Sia (siapa) Mande –yang membuatkan?”
WC tanpa saluran
Rumah mamak, juga 14 rumah warga lainnya dibuat oleh Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR). sedangkan rumah sekolah dibangun oleh Badan PBB untuk anak-anak, Unicef. Rumah itu bentuknya sama. Hampir sama dengan ribuan rumah bantuan lainnya. Dua kamar tidur, ruang tamu, satu kamar mandi plus WC-nya. Jika butuh untuk ruangan tersendiri untuk memasak, ya buat sendiri ruang dapur. Rumah mamak pun begitu.
Mamak selalu berterima kasih karena kini ia telah memiliki rumah lagi. Walau kadang ia dan Mande Sila anak gadisnya merasa risih kepada orang-orang yang bertamu ke rumahnya, termasuk aku dan teman-temanku. ”Maaf ya mbak, besok pagi kalau mau buang air besar harus ke sungai. Lubang WC, Mande tutup. Orang tu ngasi WC tapi nggak dikasi salurannya. Jadi nggak bisa dipakai,” ujar Sila.
[caption id="attachment_94503" align="aligncenter" width="300" caption="wc panjang. awas kena jebakan!"]
Tak hanya itu, mamak juga mengatakan, menurut gambar yang pernah dilihatnya, beranda depan seharusnya juga dikeramik. Namun, apalah daya ia yang buta huruf itu menerima apa adanya. ”Semua rumoh idak dikasi keramik. Apo namoe? Korupsi?” katanya sambil terkekeh.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI