"Kok kursinya bergerak?" Sinta berbisik, matanya membelalak.
"Pasti cuma efek dari lantai kayunya yang lapuk. Nggak mungkin ada apa-apa," jawab Bima mencoba tenang, meskipun suaranya terdengar agak gemetar.
Mereka melangkah lebih jauh ke dalam rumah itu. Suasana semakin mencekam ketika tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari lantai atas. Semua terdiam. Suara itu pelan, namun jelas, seperti seseorang sedang berjalan di lantai kayu tua di atas mereka.
"Kalian denger itu?" tanya Alya, suaranya hampir bergetar.
Raka menyalakan senternya ke arah tangga yang menuju lantai atas. "Siapa di atas?" teriaknya, meski dia sendiri tak yakin apakah ada yang akan menjawab.
Tidak ada jawaban, tetapi suara langkah kaki itu berhenti. Keheningan yang tiba-tiba membuat jantung mereka berdegup lebih kencang. Setelah beberapa detik yang terasa seperti selamanya, tiba-tiba terdengar suara keras seperti sesuatu benda terjatuh dari lantai atas.
"Gue nggak suka ini. Ayo balik aja!" Alya mulai panik.
Namun Farel, yang terlanjur tertarik dengan misteri rumah itu, memutuskan untuk naik ke lantai atas. "Gue mau lihat apa yang jatuh tadi," katanya sambil mulai menaiki tangga.
Raka dan Bima, meski ragu, mengikuti di belakangnya. Alya, Lisa, dan Sinta menunggu dengan perasaan campur aduk di lantai bawah. Ketika ketiganya sampai di lantai atas, suasana terasa jauh lebih menyeramkan. Lorong di lantai atas panjang dan sempit, dengan banyak pintu kamar yang sudah rusak.
Mereka mengarahkan senter ke salah satu kamar dan melihat sebuah boneka tua yang tergolek di lantai. Boneka itu tampak usang, dengan mata kaca yang pecah, dan gaunnya yang lusuh. Anehnya, boneka itu tampak basah, meski tidak ada tanda-tanda kebocoran di langit-langit.
"Boneka ini jatuh?" Bima bertanya heran.