Kisah Petualangan di Museum Fatahilah dan Museum NasionalÂ
Pada tanggal 12 Oktober 2024, cuaca Jakarta tampak cerah, seolah menyambut antusiasme sekelompok siswa SMP Negeri 28 yang akan berkunjung ke dua museum bersejarah di kota mereka. Pukul delapan pagi, rombongan yang terdiri dari dua puluh lima siswa dan dua guru pendamping, bersiap menuju Museum Fatahilah dan Museum Nasional dalam rangka memperingati Hari Museum Nasional Indonesia.
Rasa semangat terpancar di wajah para siswa. Bagi mereka, kunjungan ini bukan sekadar jalan-jalan, melainkan kesempatan untuk mempelajari sejarah dengan cara yang menyenangkan. Setelah melalui perjalanan singkat di atas bus sekolah, rombongan tiba di Museum Fatahilah. Bangunan bersejarah di kawasan Kota Tua itu berdiri megah, mengundang rasa kagum para siswa.
Di pintu masuk, seorang pemandu yang ramah menyambut mereka, "Selamat datang di Museum Fatahilah! Di sini kalian akan menemukan banyak kisah menarik tentang masa kolonial dan perjuangan kemerdekaan Indonesia." Mata para siswa berbinar-binar, membayangkan petualangan sejarah yang menanti di dalam.
Saat memasuki ruang pertama, para siswa terpana melihat replika Batavia di masa lampau. Pemandu menjelaskan bagaimana Batavia dulu menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara di bawah penjajahan Belanda. Siswa bernama Resti berbisik kepada temannya, "Bayangkan, dulu Jakarta tidak seramai sekarang, ya? Lebih banyak kapal daripada mobil!"
Ruang demi ruang mereka lewati, memperhatikan artefak sejarah yang dipamerkan, mulai dari alat-alat rumah tangga masa kolonial, senjata tradisional, hingga peta kuno yang menggambarkan jalur perdagangan rempah-rempah. "Seru banget ya, bisa lihat barang-barang dari zaman dulu," ujar Rio, salah satu siswa yang selalu penasaran dengan sejarah.
Setelah menjelajahi Museum Fatahilah, rombongan melanjutkan perjalanan ke Museum Nasional. Sesampainya di sana, suasana berubah. Gedung megah yang dijuluki 'Gajah' oleh masyarakat Jakarta itu menyimpan beragam koleksi dari berbagai zaman dan daerah di Nusantara. Kali ini, perhatian para siswa tertuju pada artefak-artefak yang lebih beragam, mulai dari prasasti kuno hingga patung-patung Hindu-Buddha.
Di salah satu galeri, para siswa berkumpul mengelilingi patung besar Ganesha yang terkenal. "Ini adalah patung Dewa Ganesha dari zaman Kerajaan Majapahit," jelas pemandu. Salah satu siswa, Anisa, yang senang belajar sejarah kerajaan-kerajaan nusantara, dengan antusias bertanya, "Apakah ini berarti Majapahit dulu pernah menganut Hindu?" Pemandu mengangguk dan melanjutkan ceritanya tentang pengaruh agama Hindu-Buddha di Indonesia pada masa kerajaan.
Kemudian, di lantai atas, mereka memasuki ruang yang penuh dengan koleksi keramik dan tekstil dari berbagai daerah. "Ternyata Indonesia punya banyak sekali kebudayaan, ya!" celetuk Faisal, yang tampak terkesan dengan beragam kain batik yang dipajang.
Tidak hanya belajar tentang sejarah, para siswa juga mendapatkan wawasan tentang keberagaman budaya Indonesia. Di ruang pameran etnografi, mereka melihat pakaian adat dari berbagai suku di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Mereka semakin mengerti bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan tradisi dan budaya.