Part IV
Beberapa pelayat bergunjing mengenai kehadiran tiga laki-laki muda di rumah duka tersebut. Mereka sulit membayangkan relasi macam apa yang terjadi di antara tiga pria yang nampak sangat berbeda penampilannya satu sama lain dengan almarhumah. Gadis super biasa yang sibuk bekerja di pasar dari terbit matahari hinggah tengah malam agaknya tidak mungkin menjalin hubungan romantis dengan ketiga orang tersebut. "Lalu siapa mereka bertiga sebenarnya?" bisik pelayat-pelayat tersebut.
Paman dan Bibi mentari tiba-tiba berdiri, diikuti dengan beberapa pelayat. Mereka nampak berdiskusi. Sepertinya mereka sedang berunding untuk segera memakamkan Mentari selagi hujan reda.
Ketiga pria tersebut ikut berdiri. Menyadari inilah detik terakhir mereka memandang Mentari, ketiganya membisikkan sesal dan pesan terakhirnya.
"Mentari, apakah rasa cinta selalu sekuat minuman cola...atau bisa juga halus seperti minuman isotonik? Cintaku kala itu mungkin seperti rasa minuman isotonic yang kamu berikan. Begitu halus, sehingga butuh begitu banyak waktu dan peristiwa untuk ku sadari. Jangan pergi dengan membawa luka yang pernah ku berikan, Mentari. Tinggalkan ia bersamaku disini.
'Aku menyukaimu, Mentari'. Aku akan hidup dengan menghayati penyesalan karena melewatkan kesempatan menggandeng tanganmu".
"Mentari. Gadisku yang seindah bunga forget me not. Kamu akan hidup di hatiku sebagaimana arti dari bunga yang begitu kamu sukai. Aku takut bahwa perasaan dari seorang pengecut sepertiku sungguh tidak layak untuk ditunjukkan kepadamu. Namun aku tetap ingin mengutarakannya hari ini...untuk terakhir kali...dihadapanmu yang kini tidak bisa menjawabku lagi.Â
Aku menyukaimu, Mentari. Aku akan selalu mengenang keindahanmu"
"Mentari, aku masih tidak tahu apa cinta itu? Apakah nelangsa hatiku atas kepergianmu ini adalah cinta? Aku mempertanyakan bagaimana hari esok bisa ada jika Mentari dalam hidupku telah raib? Mungkin aku mencintaimu, Mentari. Namun jiwaku dikuasai keserakahan yang menjadikan aku dungu.
Maafkan aku, Mentari.
Apakah maafku dapat membuat kamu tersenyum, Mentari? Apakah maafku akan meringankan penyesalan yang kini merongrong jiwaku?
 Kembalilah, Mentari"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H