Part III
Bunyi bel yang ceria selalu menjadi pertanda bahwa Mentari dan sepedanya sedang melesat membelah pasar untuk mengantarkan semua pesanan. Setamatnya dari SMA, Mentari bekerja di beberapa toko sekaligus.Â
Pada pagi hari, ia bekerja di toko sayur. Pada siang hari ia bekerja di rumah makan. Kemudian pada senja hingga tengah malam, ia bekerja di sebuah angkringan.
Rumah makan adalah tempat kerja yang paling disukai Mentari. Meskipun upahnya tidak banyak, namun pemiliknya adalah orang yang ramah dan membolehkan Mentari makan dan minum sesukanya di dapur. Hal itu penting untuk Mentari karena ia dapat selalu memberi sesuatu dari dapur itu untuk seseorang yang istimewa baginya.
Namanya Kang Yohan. Kang Yohan adalah salah satu pegawai di kios ikan Abah Asep. Telinga Mentari jatuh hati pada suara Kang Yohan yang terdengar manis, lembut dan penuh perhatian pada pelanggannya.Â
Mentari menikmati setiap perjalanan mengantar sayur yang perlu melewati kios ikan Abah Asep. Mata, batin dan telinganya selalu mendapat penghiburan dengan kelebatan sosok dan suara Kang Yohan.
Awalnya Mentari malu untuk mendekati Yohan. Namun sebagai orang yang selalu mendengarkan suara hatinya, rasa malu tidak bisa menahan Mentari terus menerus.Â
Di sela-sela waktu luangnya kala rumah makan sedikit lengang. Ia mengayuh sepeda sekuat tenaga untuk meletakkan segelas es teh di meja pemotongan ikan tempat Yohan biasa berdiri.Â
Tidak lupa ditulisnya gelas es teh tersebut dengan nama Yohan agar tidak ada orang lain yang menyentuhnya. Dengan jantung yang berdegup tidak karuan karena rasa malu, Â senang dan sensasi tidak ingin ketahuan, Mentari melakukan ritual es teh itu setiap hari.
Namun Yohan yang ingin mengetahui pengagum rahasianya pun mengatur siasat. Siasat itu berhasil menjebak Mentari sehingga tertangkap basah oleh mata Yohan sedang meletakkan es teh. Kang Yohan tersenyum ramah seperti biasanya, kemudian menanyakan nama Mentari. Mentari dengan bahagia menyebutkan namanya.
Setelah resmi berkenalan, Mentari menjadi semakin semangat melakukan ritualnya. Diantara bau keringat dan amis yang menyergap tubuh Yohan, Mentari selalu mendatanginya dengan sebungkus es teh manis. Mentari selalu memberinya tatapan kekaguman, seolah-olah handuk dan celemek yang melingkupi tubuh Yohan serupa dengan tuksedo para model di catwalk.