Tak pelak lagi boikot pajak adalah cara sangat efektif menekan kekuasaan, terutama jika dilakukan serentak oleh segenap rakyat pembayar pajak. Tidak usah boikot itu dilakukan oleh seluruh Wajib pajak, 30 persen saja terutama para wajib pajak besar, maka denyut nadi dan mesin negara bisa berhenti, dan chaos, serta gelombang anarkis tak bisa dihindari. Begitulah kalimat yang tertulis dalam artikel berjudul “Perihal Boikot Pajak” pada rubrik OPINI yang diterbitkan oleh Koran Kompas edisi Jumat, 28 September 2012. Kutipan ini paling tidak adalah salah satu acuan bahwasana lembaga pajak negara kita ini dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak tidak memeiliki tingkat kepercayaan yang baik dari masyarakat yang notabene adalah para wajib pajak itu sendiri.
Sudah menjadi rahasia umum apabila dalam beberapa tahun belakangan ini masalah tranparansi dan korupsi adalah salah satu penyakit yang seringkali melekat pada lembaga pemerintahan negeri ini yang sangat sukar dihilangkan kesanya oleh lembaga pemerintahan negeri ini , namun seperti kata pepatah tiada asap tanpa adanya api. Kesan itu tidak semata-mata lahir tanpa adanya sauatu penyebab yang pasti.
Rangking Kementerian/Lembaga Kerugian negara
1.Kejaksaan Republik Indonesia 5.433.690
2.Kementerian Keuangan 5.359.204
3.Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 3.335.643
4.Kementerian Kesehatan 332.862
5.Kementerian ESDM 319.138
6.Kementerian Kehutanan 163.506
7.Kementerian Sosial 157.836
8.Kementerian Agama 119.312
9.Kementerian Pemuda dan Olahraga 115.447
10.Kementerian Komunikasi dan Informatika 102.481
Sumber: IHPS II BPK, diolah Seknas FITRA (Dalam Juta Rupiah)
Ya,dari rangking tersebut kita dapat menyimpulkan salah satu penyebab asap negatif citra lembaga yang selama ini melegenda di masayarakat Republik Indonesia ini. Padahal disuatu sisi penerimaan pajak adalah salah satu penyumbang pendapatan terbesar negara untuk memajukan negeri ini yang alokasinya digunakan untuk membangun infrastruktur maupun non infrastruktur, yang namun sayangnya ketika kita melihat realita di lapangan masih saja banyak terdapat sekolah rusak yang bahkan hampir rubuh, jembatan serta jalanan yang rusak parah yang mana setiap hari diwartakan di televisi di masing-masing rumah kita serta pandangan yang sering kita jumpai lewat mata kita sendiri.
Berbagai fasilitas kemudahan pun sudah kita jumpai dalam hal akses untuk melakukan pembayaran pajak seperti fasilitas pembayaran pajak secara billing online sistem yang mudah diakses dimana pembayaran pajak tak lagi terganggu hari libur, sosialisasi tentang kewajiban membayar pajak baik secara langsung di masayarakat ataupun hanya sekedar numpang lewat melalui iklan di saluran televisi. Namun nyatanya hingga pada saat ini hal tersebut tidak mampu secara signifikan membawa peningkatan presentase penerimaan pajak terhadap negeri ini.
Persentase tingkat kepatuhan wajib pajak pada tahun 2012 masih tergolong sangat rendah, tidak jauh berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Menteri Keuangan Agus Martowardojo dalam kunjungannya ke Medan beberapa hari yang lalu mengatakan bahwa Orang pribadi yang seharusnya membayar pajak atau yang mempunyai penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebanyak 60 juta orang, tetapi jumlah yang mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak hanya 20 juta orang dan yang membayar pajaknya/melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilannya hanya 8,8 juta orang dengan rasio SPT sekitar 14,7 persen. Sementara badan usaha yang terdaftar sebanyak 5 juta, yang mau mendaftarkan dirinya sebagai wajib pajak hanya 1,9 juta dan yang membayar pajak/melapor Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Penghasilannya hanya 520 ribu badan usaha dengan rasio SPT sekitar 10,4 persen. Sumber : suara pembaharuan; Selasa, 15 Januari 2013 | 8:51 sungguh suatu hal yang menyedihkan bahwasana hanya 33% orang pribadi yang terdaftar sebagai wajib pajak dari yang seharusnya membayar pajak di negeriku ini.
Andaikan aku adalah direktorat jenderal pajak yang mana aku memiliki wewenang penuh dalam mengendalikan lemabagaku ini maka suatu hal yang tentu akan aku benahi adalah masalah transparansi pada direktorat yang aku pimpin . Entah seberapa komlpeks permasalahan di lembagaku ini, karena disini adalah salah satu lembaga pemerintah yang mana memiliki tingkat upah para pegawainya yang cenderung paling tinggi diantara lembaga pemerintah yang lain, dimana di lembaga ku ini adalah salah satu lembaga terfavorit yang ingin dimasuki para pemuda –pemudi terbaik dari negeri ku ini dengan segala kelebihanya. Maka apabila dengan sumber daya manusia yang sangat baik dan memadai serta upah yang sangat menyejahterakan ini tidak mampu menunjukan citra moral lembaga yang baik, yang bersih yang mana mampu memberi keperecayaan pada masyarakat untuk melaksanakan kewajibanya sebagai wajib pajak, maka tentu tanggung jawab moral yang aku emban sebagai pucuk pimpinan lembaga ini akan selalu membebaniku dimanapun aku berada, dan manakala tentu saja ketika persepesi tersebut berubah luntur dan berubah menjadi citra lembaga yang bersih yang dipercaya secara baik oleh masyarakat akan secara otomatis mendorong masayarakat itu sendiri untuk melaksanakan kewajibanya selaku wajib pajak.
article of finalist 10 besar mahasiswa pajak esai contest
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H