Mohon tunggu...
Nurul Amaliyah
Nurul Amaliyah Mohon Tunggu... -

Keep Smile :)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pancasila Sebagai Nilai Dalam Kehidupan Sehari-hari

11 September 2013   19:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:02 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aduuhh..pancasila lagi pancasila lagi..mungkin dari kalian ada yang bosan dengan pembahasan mengenai pancasila..sebenarnya tidak perlu sih berkoar-hanya ditulisan saja yang paling penting itu pembuktian dalam keseharian kita mengenai makna pancasila..tapi sedikit tulisan ini mengenai pendidikan kewarganegaraan semoga bisa menginspirasi kalian untuk bisa lebih menghargai dan mengamalkan nilai-nilai pancasila.

Pendidikan Kewarganegaraan adalah sangat penting untuk pelajari di perguruan tinggi, karena mahasiswa di perguruan tinggi adalah calon paling nyata yang akan benar – benar akan terjun atau secara langsung menjadi “Masyarakat”, yang seharusnya tidak lagi bergantung pada orang tua dan keluarganya setelah lulus dari Perguruan Tinggi dan akan menjadi pribadi yang mandiri yang bekerja untuk melanjutkan hidupnya khususnya serta ikut memajukan masyarakat luas. Yang akan menjadi penerus bangsa, yang akan mengganti para pemimpin negeri ini, panutan masyarakat, dan yang paling penting agar Mahasiswa akan terus mencintai negerinya Indonesia. Karena cinta kepada negara adalah modal dasar untuk menjadi warga negara yang baik.

Dewasa ini teknologi semakin canggih, apapun bisa dilakukan dengan lebih cepat, lebih efisien dan lebih hemat. Namun, seiring majunya teknologi, tingkat kejahatan serta attitudeyang buruk juga tak kalah majunya. Contoh yang paling nyata dari mundurnya attitude adalah Bahasa. Ya, kita mempunyai satu bahasa Nasional yaitu Bahasa Indonesia. Tetapi, dalam tiap daerah di Indonesia juga memiliki bahasa daerah yang berbeda – beda.Disini saya sebagai orang jawa, saya akan mencotohkan attitude bahasa. Dalam bahasa jawa, terdapat 3 buah jenis pengucapan bahasa yang berbeda yaitu Ngoko, Kromo dan Kromo Alus. Ngoko adalah bahasa yang paling kasar dari ketiga jenis tersebut. Ngoko biasa digunakan oleh orang yang setara derajat dan usianya di lingkungan sekitar, sedangkan Kromo digunakan untuk orang yang setara namun tidak terlalu akrab (orang jauh) namun masih memiliki derajat yang hampir sama. Sedangkan Kromo Alus adalah bahasa yang digunakan untuk menghormati orang yang derajatnya tinggi (bukan hanya dilihat dari jabatan / status sosial (ulama dsb) tetapi juga termasuk kepada kedua Orang tua serta orang yang lebih tua dari kita).  Nah, yang menjadi masalah sekarang ini adalah tiga jenis pengucapan bahasa tersebut tidak terlalu di pedulikan masyarakat. Anak kepada orang tua tidak menggunakan kromo alus. Ini adalah masalah yang cukup besar, saya ulangi “Anak kepada Orang tua tidak menggunakan Kromo Alus”. Bisa kita bayangkan, dulu waktu masih jaman anak berbahasa Kromo Alus kepada orang tuanya (sekarang bisa dibilang tidak/jarang)  tentu setiap saat berbahasa yang halus kepada kedua orang tuanya. Sulit dibayangkan bagaimana anak berkata karena marah kepada orang tuanya dengan bahasa halus (Kromo Alus). Saya pikir, anak – anak dulu sangat jarang marah kepada orang tuanya, jika marah kemungkinan masih marah yang wajar.

Sekarang kita lihat di jaman sekarang, para orang tua sangat jarang mengajarkan anaknya Kromo Alus, justru banyak yang mengajarkan Bahasa Indonesia, yang sejatinya tentu anak akan otomatis bisa seiring dengan pertumbuhan dan wawasannya. Termasuk saya, saya tidak mempunyai banyak simpanan grammar bahasa Kromo Alus untuk menghormati orang lain dan selalu menggunakan bahasa Ngoko kepada kedua Orang tua saya. Akhirnya apa yang terjadi ? anak – anak jaman sekarang berani kepada Orang tuanya, berani menentang kata – kata Orang tuanya, membangkang tidak berbakti dan perilaku buruk lainnya. Tidak jarang, ada berita “anak membunuh orang tuanya” karena alasan yang sepele, tidak di beri uang jajan, minta dibelikan motor tapi tidak juga diberi. Masya Allah, hal ini tentu dapat di cegah jikalau anak berbahasa yang halus kepada Orang tuanya dengan bahasa Kromo Alus karena bisa dikatakan anak tidak dapat marah kepada orang tuanya dengan bahasa Kromo Alus (memang anak bisa saja menggunakan Ngoko, tapi karena kebiasan menggunakan Kromo Alus tentu tidak begitu saja terlontar Ngoko kepada Orang tuanya).

Sesuatu yang besar dimulai dari yang kecil, dan sesuatu yang kecil dimulai dari sesuatu yang tidak ada. Banyak hal yang kecil namun berdampak besar dalam kehidupan ini, seperti penggunaan Bahasa yang saya contohkan sebelumnya. Saya tahu bahasa jawa (saya pikir setiap bahasa daerah demikian) ternyata sangat penting. Akan tetapi saya belum bisa menerapkan bahasa Kromo Alus kepada anak saya kelak, karena saya sendiri tidak mahir dalam berbahasa Kromo Alus. Walaupun bisa belajar, tapi keadaan sudah berbeda, pergaulan anak sudah jauh berbeda dengan yang dulu. Akan sangat sulit seorang anak yang misalnya berbahasa Kromo Alus kepada Orang tua, tetapi tidak satupun (jarang) teman – temannya yang lain demikian. Sepertinya sulit untuk mengatur ulang atitudeyang sudah terlanjur menjamur seperti ini.

Kembali kepada Pendidikan Kewarganegaraan, saya berpendapat bahwa ini adalah salah satu solusi yang tepat untuk menghadapi jaman ini dan selanjutnya, seperti masalah tentang bahasa yang saya bahas di paragraf sebelumnya. Seharusnya Pendidikan Kewarganegaraan dapat berfungsi sebagai solusi untuk tetap membuat bangsa ini tetap ber atitudeyang baik. Dan dengan adanya Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi yang dipelajari oleh mahasiswa yang merupakan calon penerus orang tua generasi berikutnya dapat menjadikan mahasiswa tetap berada di jalur yang benar dan menjadi pribadi yang baik, sehingga keturunannyapun akan menjadi baik, selanjutnya tercipta bangsa yang baik, yang sejalan dengan Pancasila dan norma – norma agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun