Mohon tunggu...
Narendra Ardhana
Narendra Ardhana Mohon Tunggu... Akuntan - ODHA

(bukan nama sebenarnya) tidak ada yang berbeda dengan saya, saya hanya seorang pengidap HIV (ODHA) yang terdiagnosa sejak awal 2014 ketika berusia 26 tahun dan menjalani terapi ARV hingga saat ini. Masih aktif bekerja full time sebagai back office, sedang belajar berwirausaha dan tidak di bawah naungan suatu lembaga atau yayasan sosial ODHA. Bagi yang ingin sekedar berbagi cerita, saran dan kritik bisa melalui email narendra.ardhana@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

ODHA bukanlah Pengemis

19 Desember 2016   21:19 Diperbarui: 19 Desember 2016   21:32 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bolehkah saya menggunakan logika saya apabila bertemu dengan orang yang bukan pengidap HIV tetapi mempunyai beban untuk mencurahkan hidupnya untuk kaum ODHA, apa motivasinya? Apakah benar-benar tulus? Menurut saya tetap pada dua kemungkinan bahwa dia benar-benar tulus ataupun ada tendensi tertentu.

Tentu persoalan yang mudah jawabannya apabila dia benar-benar seorang pengidap HIV lalu karena pengalaman hidupnya yang begitu sulit ketika berjuang sebagai ODHA lalu ia pun memperjuangkan kaumnya. Masuk akal dong.

Tetapi kalau bukan seorang pengidap HIV lalu memperjuangkan kaum ODHA, motivasinya karena apa ya? Ada banyak faktor untuk membenahi bahwa kecurigaan saya tidak benar. Bisa saja karena faktor lingkungan seperti pengalaman dari kaum keluarganya, teman dekatnya bahkan pasangannya sebagai seorang pengidap HIV lalu membuat seseorang jadi terbeban untuk kaum ODHA. Kemungkinan lainnya bisa saja seorang yang berjiwa sosial tinggi, atau mungkin seorang medis yang sering bersinggungan dengan kaum ODHA. Masih masuk akal sih. 

Tetapi kalau motivasinya kurang meyakinkan, perjalanan hidupnya juga tidak pernah secara pribadi bersinggungan dengan kaum ODHA lalu memutuskan untuk memperjuangkan kaum ODHA. Wah selamat deh, kalau ada mungkin hanya satu diantara berapa juta orang itu ya. Boro-boro kalau kebanyakan orang ditanya berani ngga bergaul dengan pengidap HIV? Halah megang juga belum tentu mau, ngajak ngobrol juga kalau bisa ngga usah deh... itulah stigma dan diskriminasi.

 ****
Dulu pada saat awal-awal terdiagnosa HIV, saya pernah meminta ijin ke pemimpin rohani untuk aktif di yayasan kaum ODHA. Tapi kesimpulan dari jawaban diplomatis beliau menghendaki supaya saya tidak incharge ke yayasan seperti itu dulu. Kenapa ya? Saya kurang tau waktu itu. 

Lambat laun pengalaman saya membuktikan bahwa tidak sedikit yayasan untuk kaum ODHA yang visinya klise, tidak benar-benar tulus untuk memperjuangkan kaum ODHA. Ekstremnya bahwa kaum ODHA hanya dijadikan lahan eksploitasi bagi oknum-oknum yang tidak jelas. Membuat saya begah. Bikin proposal bantuan dana ke lembaga dalam dan luar negeri untuk cari duit aja. Memang saya tidak bisa langsung memutuskan salah atau benar kalau mau mencari bantuan sumbangan dana dengan berbagai program pemberdayaan kaum ODHA. 

Tapi saya pikir adalah begitu hina seandainya kaum ODHA dieksploitasi untuk kepentingan oknum yayasan tertentu. ODHA bukan berarti seorang yang tidak punya kesempatan produktif lagi sepanjang sisa hidupnya, maaf ya, bukan seperti orang sakit parah yang hanya bisa terbaring lemah di tempat tidur dan menjadi beban hidup masyarakat.

Saya pernah mengalami sendiri bahwa di suatu yayasan kaum ODHA, saya dimintai sekedarnya untuk "uang kas". Bukan ngga ikhlas sih tapi malu aja, lo yang bukan pengidap HIV minta duit ke gue yang seorang pengidap HIV? What? Makanya kerja dong, jangan kaum ODHA dikumpulkan untuk nyari duit buat mereka yang "sehat", apa ngga kebalik itu?

Bahkan saya pernah dengar bantuan modal usaha pemerintah untuk kaum ODHA, yang sebenarnya ditujukan bagi kaum ODHA supaya mandiri dan produktif, justru malah disunat untuk kepentingan operasional yayasan? Aneh ngga sih, kalau ngga begitu yayasan mau jalan pakai dana dari mana? Emang gue peduli gitu. Jangan jadikan kaum ODHA seperti sapi perah, kami pernah terpuruk tetapi kami membuktikan bahwa kami mampu untuk bangkit lagi, kami bukan orang yang manja.

Bagi saya ada banyak cara untuk memberdayakan kaum ODHA supaya hidup produktif tapi bukan dengan menjadikan mereka seperti pengemis tentunya. Dan akan sangat ironis sekali seandainya biaya hidup pengurus yayasan ODHA dibebankan kepada ODHA binaannya. Ternyata terdapat visi misi dan regulasi yang tidak sejalan dengan saya yang pada akhirnya memilih untuk lebih selektif terhadap yayasan pendampingan kaum ODHA. Atau hanya idealisme saya saja ya? Saya rasa tidak. Semoga di luar sana masih banyak orang orang yang benar benar tulus terbeban bagi ODHA tanpa tendensi apapun.

Salam sehat dari saya seorang pengidap HIV tapi saya bukan pengemis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun